Mohon tunggu...
Subarkah
Subarkah Mohon Tunggu... Buruh - Freelance

Suka nulis, suka nonton film, suka baca

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menjaga Api Cinta Pernikahan di Tengah Kesibukan Hidup

27 Oktober 2024   07:05 Diperbarui: 27 Oktober 2024   07:41 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernikahan sering kali dianggap sebagai jawaban dari kesepian saat masih melajang. Banyak dari kita yakin bahwa menemukan pasangan hidup adalah solusi untuk kebutuhan akan kehadiran seseorang, tempat berbagi suka dan duka. Namun, apa yang terjadi ketika ternyata rasa kesepian muncul justru setelah menikah? Bagaimana mungkin seseorang merasa kesepian meski tinggal di rumah yang sama dengan pasangan?

Artikel ini mengajak kita menelusuri lebih dalam tentang fenomena kesepian dalam pernikahan, mengapa itu bisa terjadi, dan bagaimana menjaga kehangatan cinta agar hubungan pernikahan tetap kuat dan bermakna.

Pernikahan adalah perjalanan kebersamaan, bukan sekadar hidup bersama dalam satu rumah. Namun, beberapa pasangan tetap merasa kesepian meskipun hidup di atap yang sama. Mungkin terlihat sederhana, tetapi masalah ini cukup dalam dan sering kali tidak disadari hingga rasa kesepian sudah begitu mengakar. Di era modern ini, kesibukan dan tuntutan hidup sering kali membuat kita lupa akan pentingnya menciptakan momen kebersamaan dengan pasangan.

Perasaan kesepian ini biasanya muncul bukan dari kurangnya kehadiran fisik, tetapi dari ketidakhadiran emosi. Ketika komunikasi antar pasangan hanya sekadar hal-hal praktis---seperti berbagi tugas rumah atau mengatur keuangan---hubungan bisa terasa datar dan hampa. Kebersamaan sejati membutuhkan keterhubungan emosional. Dalam pernikahan, hubungan yang tanpa kedalaman emosional membuat keberadaan pasangan serasa tak berarti, seolah hanya ada secara fisik tetapi tidak hadir secara batin.

Banyak pasangan merasakan bahwa mempertahankan cinta dalam pernikahan jauh lebih sulit daripada saat berpacaran. Mengapa? Ketika berpacaran, perhatian kita terfokus pada cara-cara menyenangkan pasangan, menikmati waktu tanpa banyak tuntutan, dan menghadirkan momen-momen khusus. Namun, setelah menikah, tanggung jawab, seperti pekerjaan, anak, atau keuangan, menjadi fokus baru, sehingga sering kali perhatian pada pasangan pun berkurang.

Tantangan besar ini sering kali menuntut usaha ekstra. Menjaga cinta setelah bertahun-tahun bersama, terutama di tengah rutinitas, membutuhkan konsistensi. Apresiasi yang dulu sering kita berikan bisa menjadi hal langka seiring waktu, padahal itulah yang menjaga api cinta tetap menyala. Keintiman emosional memerlukan perhatian, seperti memuji pasangan atau memberi waktu khusus untuk satu sama lain. Dalam kehidupan sehari-hari, menjaga kebiasaan positif ini memerlukan kesadaran dan usaha bersama agar hubungan tetap kuat dan bermakna.

Sebelum menikah, banyak orang berasumsi bahwa hidup bersama pasangan akan mengisi kekosongan dalam hidupnya. Ekspektasi ini menciptakan tekanan tersendiri bagi pernikahan. Memang benar bahwa pernikahan dapat menjadi sumber kebahagiaan, namun pernikahan tidak bisa menjadi solusi satu-satunya untuk kebahagiaan. Setiap individu tetap membutuhkan ruang dan pencapaian pribadi untuk merasa puas terhadap dirinya sendiri.

Ketika ekspektasi ini terlalu tinggi, pasangan bisa mengalami rasa kecewa. Pernikahan yang sehat seharusnya mampu mendukung kebahagiaan satu sama lain, bukan menimbulkan ketergantungan emosi. Menggantungkan seluruh kebahagiaan pada pasangan akan menumpuk beban ekspektasi, yang kemudian bisa berkembang menjadi rasa kecewa ketika pasangan tak bisa memenuhi harapan. Tanpa disadari, hal ini bisa memicu perasaan kesepian. Maka, penting bagi pasangan untuk tetap merawat kebahagiaan pribadi agar kebersamaan tetap harmonis.

Kesepian dalam pernikahan sering kali diartikan sebagai tanda bahwa "rasa" dalam hubungan telah hilang. Tentu saja, setiap hubungan memiliki pasang surut, namun penting untuk membedakan antara kesepian sementara dengan keterikatan emosional yang mulai merenggang. Salah satu penyebab utama dari kesepian ini adalah kurangnya komunikasi yang jujur dan terbuka.

Solusi sederhana namun efektif adalah meluangkan waktu untuk berbicara dari hati ke hati. Pasangan yang saling terbuka mengenai perasaan, harapan, atau kekecewaan dapat mengatasi perasaan kesepian ini lebih baik. Membuat pasangan merasa didengar dengan empati dapat memperkuat ikatan emosional. Bahkan, pasangan yang telah lama menikah perlu menyisihkan waktu khusus untuk memahami satu sama lain dengan lebih dalam. Beberapa pasangan mencoba menghidupkan kembali kehangatan melalui liburan bersama, menjalani sesi terapi, atau memulai hobi baru yang mereka nikmati bersama. Dengan mengingat kembali kenangan awal pertemuan atau alasan cinta mereka dahulu, pasangan dapat mengatasi perasaan terasing dalam pernikahan.

Pada akhirnya, setiap hubungan yang kuat membutuhkan komunikasi yang mendalam. Dalam pernikahan, komunikasi ini bukan hanya sekadar berbicara, tetapi juga keterhubungan emosional. Rasa kesepian muncul ketika pasangan saling berhenti mendengarkan satu sama lain dengan hati. Mungkin terlihat sederhana, namun komunikasi yang jujur dan dalam adalah fondasi pernikahan yang kuat.

Keterhubungan emosional yang kuat memungkinkan pasangan untuk saling memahami secara mendalam, merasakan perasaan satu sama lain, dan menyadari kebutuhan emosional yang mungkin tidak terucapkan. Bahkan pasangan yang telah bersama selama bertahun-tahun dapat merasa jauh tanpa komunikasi yang mendalam ini. Maka, penting untuk membangun momen rutin untuk saling mendengarkan, baik dalam suasana santai maupun serius. Setiap pasangan harus selalu membuka diri untuk berbagi perasaan terdalam agar kebersamaan terasa lebih nyata.

Di tengah kesibukan hidup, menjaga kebersamaan dalam pernikahan menjadi tantangan tersendiri. Banyak pasangan menganggap bahwa kehadiran fisik sudah cukup, padahal kebersamaan yang berkualitas memerlukan lebih dari itu. Dalam kehidupan yang penuh tuntutan, pernikahan yang sehat membutuhkan upaya sadar untuk meluangkan waktu berkualitas bersama. Kebersamaan ini tak hanya tentang seberapa lama waktu yang dihabiskan bersama, tetapi bagaimana cara kita menghabiskannya.

Menjadikan waktu berkualitas sebagai prioritas dapat dimulai dengan hal-hal sederhana seperti berbincang sebelum tidur, berjalan-jalan di akhir pekan, atau merencanakan aktivitas bersama. Bahkan, bagi pasangan yang sangat sibuk, merencanakan malam khusus seperti "date night" atau makan malam sederhana bersama di rumah bisa menjadi cara untuk mempererat hubungan. Kesibukan tidak harus menjadi penghalang dalam membangun hubungan yang dekat. Mengambil waktu sejenak dari kesibukan sehari-hari untuk benar-benar hadir bagi pasangan memberikan ruang bagi komunikasi yang lebih intim.

Penting pula bagi setiap pasangan untuk tetap terhubung dalam aktivitas yang mereka sukai bersama. Menjaga kebersamaan di tengah kesibukan dapat dicapai dengan mendukung minat satu sama lain. Ketika keduanya memiliki minat atau hobi yang sama, berkomitmen untuk meluangkan waktu untuk kegiatan tersebut dapat menguatkan hubungan. Jika hobi tidak sama, pasangan bisa saling mendukung dan merayakan minat masing-masing sebagai bentuk kebersamaan yang bermakna.

Mengatasi kesibukan dengan cara-cara yang bermakna bagi hubungan membuat pasangan lebih kuat. Hal ini tak hanya menjaga kebersamaan, tetapi juga menumbuhkan kedekatan emosional yang lebih dalam. Berkomitmen untuk terus menciptakan momen kecil bersama menjadi investasi dalam pernikahan yang berkelanjutan. Di balik segala rutinitas yang menyibukkan, pasangan tetap dapat menjaga keintiman dengan memahami bahwa kebersamaan yang berkualitas adalah kunci dari pernikahan yang bahagia.

Setiap pasangan pasti mengalami berbagai tantangan dan dinamika dalam hubungan, tetapi menjaga pernikahan agar tetap hidup membutuhkan usaha yang konsisten dari kedua belah pihak. Menikah bukanlah akhir dari perjalanan cinta, melainkan permulaan dari proses menemukan kebahagiaan bersama yang penuh makna.

Menumbuhkan kembali kedekatan emosional dan mencegah rasa kesepian dalam pernikahan bisa dilakukan dengan langkah-langkah sederhana namun konsisten. Menciptakan pengalaman-pengalaman baru, mengapresiasi pasangan, serta mendukung perkembangan masing-masing adalah kunci dari kebahagiaan dalam pernikahan. Dengan terus berusaha mencintai, saling memahami, dan menciptakan kebahagiaan bersama, pasangan dapat menghidupkan cinta yang lebih dalam dan bertahan dalam perjalanan hidup bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun