Mohon tunggu...
Subarkah
Subarkah Mohon Tunggu... Buruh - Freelance

Suka nulis, suka nonton film, suka baca

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pilkada Hijau Saatnya Pilih Pemimpin yang Berani Jaga Bumi Kita

26 Oktober 2024   05:15 Diperbarui: 26 Oktober 2024   06:46 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di era ini, perubahan iklim, polusi, dan kerusakan lingkungan tak lagi bisa diabaikan. Namun, di Indonesia, terutama dalam konteks pemilihan kepala daerah, kepedulian terhadap lingkungan jarang menjadi fokus. Hampir di setiap kampanye, yang lebih banyak muncul adalah janji-janji terkait ekonomi, infrastruktur, dan kesejahteraan sosial. Sementara itu, kita tahu betul bahwa tanpa lingkungan yang sehat, semua rencana pembangunan akan rentan berujung bencana.

Inilah mengapa konsep "Pilkada Hijau" semakin relevan untuk diusung sebagai arus utama. Ini bukan sekadar slogan, melainkan gagasan mendesak yang mengusulkan agar calon kepala daerah tidak hanya berbicara soal pembangunan fisik, tetapi juga tentang bagaimana menjaga keberlanjutan ekosistem di tengah pertumbuhan tersebut. Dengan Pilkada Hijau, kita bisa mengharapkan agar isu lingkungan tidak hanya menjadi janji kampanye tetapi bagian dari program nyata yang diimplementasikan untuk menjaga daerah tempat kita hidup.

Pertanyaan yang muncul saat membahas tema lingkungan dalam Pilkada adalah, mengapa gagasan ini masih terdengar redup dalam perbincangan kampanye? Sebagian besar politisi cenderung menganggap isu lingkungan sebagai sesuatu yang rumit, tidak langsung terlihat dampaknya, dan tidak berhubungan langsung dengan suara pemilih. Namun, kenyataannya, kerusakan lingkungan---seperti banjir, pencemaran udara, atau hilangnya keanekaragaman hayati---sangatlah nyata dan langsung berpengaruh pada kehidupan kita sehari-hari.

Banyak calon kepala daerah memilih fokus pada isu yang mereka anggap lebih "akrab" bagi pemilih, seperti pembangunan ekonomi atau penyediaan infrastruktur. Padahal, tanpa kebijakan lingkungan yang kuat, dampak buruk terhadap infrastruktur dan kesehatan masyarakat akan segera kita rasakan. Namun, persepsi bahwa isu lingkungan hanya membawa dampak jangka panjang, yang tidak langsung berdampak pada elektabilitas, mungkin menjadi salah satu alasan mengapa masalah ini tetap menepi dalam narasi politik kita.

Apakah mungkin Pilkada kali ini kita jalani dengan mengutamakan Pilkada Hijau? Jawabannya bergantung pada kesadaran kolektif kita sebagai warga dan seberapa jauh kita bisa mengarahkan perhatian publik terhadap isu penting ini. Tantangan terbesar untuk mewujudkan Pilkada Hijau tidak hanya terletak pada calon kepala daerah, tetapi juga pada kita sebagai pemilih untuk menjadikan kepedulian lingkungan sebagai faktor utama dalam memilih.

Masyarakat sering menganggap isu lingkungan sebagai sesuatu yang perlu ditangani pemerintah pusat atau organisasi internasional. Padahal, kebijakan lingkungan yang baik bisa dimulai dari lingkup lokal. Kepemimpinan daerah yang peduli lingkungan dapat mengambil langkah konkret seperti melindungi kawasan hijau, mengelola sampah dengan baik, hingga mendorong penggunaan energi terbarukan di fasilitas publik. Dengan strategi yang tepat, daerah dapat menjadi benteng pertama dalam melawan kerusakan lingkungan.

Upaya menuju Pilkada Hijau bisa dimulai dengan mengingatkan calon kepala daerah bahwa memperjuangkan lingkungan juga berdampak baik bagi elektabilitas mereka. Hanya saja, kuncinya ada pada bagaimana mereka menyampaikan program lingkungan ini kepada masyarakat secara relevan, membumi, dan terasa langsung penting bagi kehidupan sehari-hari.

Jika ada calon kepala daerah dengan visi-misi yang mendalam terhadap lingkungan dan kelestariannya, pertanyaan berikutnya adalah apa strategi yang akan mereka terapkan?. Untuk sukses, pemimpin daerah harus berani membuat kebijakan yang berkelanjutan, tidak hanya mengejar hasil cepat demi popularitas. Sayangnya, banyak kebijakan saat ini masih berfokus pada keuntungan jangka pendek dengan pembangunan fisik yang merusak ekosistem.

Namun, ada beberapa daerah yang berhasil memperlihatkan cara mengatasi masalah lingkungan dengan pendekatan berkelanjutan. Contoh-contoh dari berbagai kota dan kabupaten di Indonesia menunjukkan bahwa pemimpin daerah dapat mengambil langkah inovatif, seperti pelestarian kawasan hutan, pengelolaan sampah berkelanjutan, dan penerapan urban farming untuk ketahanan pangan lokal. Keberhasilan ini, bagaimanapun, masih bersifat sporadis, karena minimnya koordinasi antara pemerintah, masyarakat, dan aktivis lingkungan.

Salah satu penyebab kebijakan lingkungan sering terhenti di tengah jalan adalah kurangnya kolaborasi antara masyarakat, aktivis lingkungan, dan pemerintah daerah. Padahal, kerja sama ini adalah kunci utama untuk menjaga keberlanjutan setiap program lingkungan yang sudah diluncurkan.

Masyarakat memiliki peran vital sebagai penerima manfaat sekaligus penjaga alam yang langsung merasakan dampak dari program-program tersebut. Namun, sering kali mereka tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan atau tidak diberikan informasi yang memadai mengenai pentingnya menjaga lingkungan. Hal ini membuat kesadaran masyarakat terhadap isu lingkungan menjadi rendah.

Di sisi lain, aktivis lingkungan juga sering dianggap sebagai pihak yang mengganggu pembangunan. Padahal, mereka bisa menjadi mitra penting pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang lebih inklusif dan berpihak pada alam. Dengan kolaborasi kuat antara pemerintah, masyarakat, dan aktivis, kita bisa menciptakan jaringan solid yang saling mendukung untuk menjaga kelestarian lingkungan secara lebih efektif dan berkelanjutan.

Langkah selanjutnya agar Pilkada Hijau bukan hanya sekadar slogan adalah dengan menjadikan isu lingkungan sebagai arus utama dalam diskusi politik daerah. Media, baik media nasional maupun lokal, punya peran penting dalam mengangkat isu-isu ini. Selain itu, kita sebagai masyarakat juga bisa mengambil langkah proaktif dalam menggerakkan perubahan.

Salah satu cara untuk meneguhkan narasi lingkungan adalah dengan memperbanyak ruang diskusi dan tulisan mengenai topik ini. Di sini, platform publik atau media sosial dapat menjadi ruang bagi kita untuk berbagi opini, pengalaman, serta gagasan dalam mendorong calon kepala daerah dan masyarakat agar lebih peduli terhadap lingkungan. Dengan mencantumkan tanda "Pilkada Hijau" pada setiap konten yang kita buat, kita bisa mendorong lebih banyak orang untuk ikut dalam percakapan ini. Semakin banyak orang yang mendukung dan berdiskusi, semakin besar kemungkinan Pilkada Hijau untuk menjadi gerakan nasional.

Tidak ada lagi alasan untuk menunda pembahasan tentang lingkungan dalam politik lokal. Pilkada Hijau adalah peluang besar untuk mewujudkan kepemimpinan daerah yang tidak hanya fokus pada pembangunan infrastruktur, tetapi juga pada kelestarian alam dan kesejahteraan jangka panjang masyarakat.

Keberhasilan Pilkada Hijau bergantung pada semua pihak---baik calon kepala daerah yang berjanji untuk menjaga lingkungan, maupun kita semua yang mendukung dan mengawal komitmen tersebut. Dengan bergerak bersama, kita tidak hanya akan memilih pemimpin yang baik, tetapi juga merajut masa depan hijau bagi generasi yang akan datang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun