Mohon tunggu...
Subarkah
Subarkah Mohon Tunggu... Buruh - Freelance

Suka nulis, suka nonton film, suka baca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Balik Pesanan Makanan Ironi Kelaparan yang Memukul Nurani

15 Agustus 2024   16:34 Diperbarui: 15 Agustus 2024   16:40 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://mamanesia.com/

Sahabat pembaca, apa yang menghentak hatimu ketika mendengar kabar tragis seseorang kehilangan nyawa karena kelaparan? Di tengah kemegahan kehidupan modern yang kita nikmati, berita seperti ini seakan meruntuhkan tembok kenyamanan, mengingatkan kita akan realitas pahit yang masih mengintai di balik kilauan kemajuan. Baru-baru ini, di Medan, Sumatera Utara, seorang driver ojek online (ojol) meninggal dunia karena kelaparan. Ironisnya, ketika itu ia tengah mengantarkan pesanan makanan---sebuah kenyataan yang memilukan hati.

Kisah tragis ini menyentak kita pada kenyataan getir bahwa di balik gemerlap kehidupan kota, masih ada individu yang berjuang mati-matian hanya untuk sekadar bertahan hidup. Bayangkan, seorang pekerja keras yang menghabiskan hari-harinya, bahkan hingga larut malam, berkeliling kota untuk mengantarkan pesanan, akhirnya takluk pada kelaparan karena tak mampu membeli sesuap nasi. Kejadian ini adalah tamparan keras bagi nurani kita, mengingatkan bahwa kelaparan bukanlah fenomena yang jauh, melainkan sebuah tragedi yang nyata dan terjadi di sekitar kita.

Peristiwa ini menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana mungkin di era teknologi yang serba canggih dan akses informasi yang begitu melimpah, masih ada yang harus kehilangan nyawa karena tak memiliki uang untuk makan? Apakah ini semata-mata akibat kemiskinan, atau ada faktor-faktor lain yang turut memperburuk keadaan? Refleksi ini menuntut kita untuk tidak hanya menyalahkan keadaan, tetapi juga mencari cara agar tragedi serupa tidak terulang kembali.

Kasus di Medan ini bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Di berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia, kelaparan masih menjadi momok yang kerap tersembunyi di balik bayang-bayang modernitas. Kemiskinan dan kelaparan adalah dua sisi mata uang yang saling terkait, dan keduanya menjadi tantangan yang harus kita hadapi bersama. Untuk benar-benar memahami dan mengatasi persoalan ini, kita perlu merenungi akar penyebabnya.

Pertama, kemiskinan yang mencengkeram sebagian besar masyarakat merupakan akar dari persoalan ini. Keterbatasan akses terhadap pekerjaan yang layak, pendidikan yang memadai, dan layanan kesehatan yang berkualitas sering kali memerangkap masyarakat dalam lingkaran setan kemiskinan, yang pada akhirnya melemahkan daya beli mereka terhadap kebutuhan dasar, seperti makanan. Selain itu, ketimpangan ekonomi yang masih lebar di Indonesia memperburuk situasi ini, di mana segelintir orang menikmati kemewahan, sementara sebagian besar lainnya harus berjuang keras untuk sekadar bertahan hidup.

Kedua, aspek sosial dan budaya juga memiliki andil dalam memperburuk kondisi ini. Di beberapa komunitas, stigma terhadap pekerjaan tertentu atau kondisi kemiskinan membuat individu enggan mencari bantuan atau bahkan sekadar berbicara tentang kesulitan yang mereka hadapi. Rasa malu, gengsi, atau takut dihakimi sering kali menjadi penghalang bagi mereka untuk mendapatkan bantuan yang sebenarnya sangat mereka butuhkan.

Sahabat pembaca, setelah kita merenungi persoalan ini, langkah berikutnya adalah mencari solusi konkret yang bisa kita lakukan, baik secara individu maupun kolektif, untuk memastikan tragedi seperti di Medan tidak terulang. Mari kita mulai dengan langkah-langkah sederhana namun berdampak besar.

Sebagai bangsa yang dikenal dengan budaya gotong-royong, kita perlu menghidupkan kembali semangat ini dalam kehidupan sehari-hari. Gotong-royong bukan sekadar slogan, tetapi harus diwujudkan dalam tindakan nyata yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Misalnya, dengan membangun komunitas yang peduli dan saling membantu. Komunitas dapat membentuk kelompok-kelompok kecil yang bertugas untuk mengidentifikasi warga yang membutuhkan bantuan, baik dalam bentuk makanan, pakaian, atau kebutuhan dasar lainnya.

Selain itu, kita juga bisa berperan aktif dalam gerakan-gerakan sosial yang bertujuan untuk membantu mereka yang membutuhkan. Misalnya, ikut serta dalam program donasi makanan atau mendirikan dapur umum di lingkungan sekitar. Hal ini tidak hanya membantu mereka yang berada dalam kesulitan, tetapi juga mempererat ikatan solidaritas di antara warga.

Edukasi dan peningkatan kesadaran adalah langkah penting dalam mengatasi persoalan kelaparan. Masyarakat perlu diberi pemahaman bahwa meminta bantuan bukanlah sesuatu yang memalukan, melainkan langkah bijak untuk menjaga kelangsungan hidup dan kesehatan. Sosialisasi mengenai program bantuan sosial, cara mengaksesnya, serta pentingnya rasa peduli terhadap sesama harus terus digencarkan.

Di era digital ini, edukasi juga bisa dilakukan melalui berbagai platform online, seperti media sosial, blog, atau aplikasi pesan singkat. Informasi yang jelas dan mudah diakses mengenai layanan bantuan sosial bisa menjadi penyelamat bagi mereka yang membutuhkan, tetapi tidak tahu harus ke mana mencari bantuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun