Mohon tunggu...
Subarkah
Subarkah Mohon Tunggu... Buruh - Freelance

Suka nulis, suka nonton film, suka baca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Balik Pesanan Makanan Ironi Kelaparan yang Memukul Nurani

15 Agustus 2024   16:34 Diperbarui: 15 Agustus 2024   16:40 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://mamanesia.com/

Sahabat pembaca, apa yang menghentak hatimu ketika mendengar kabar tragis seseorang kehilangan nyawa karena kelaparan? Di tengah kemegahan kehidupan modern yang kita nikmati, berita seperti ini seakan meruntuhkan tembok kenyamanan, mengingatkan kita akan realitas pahit yang masih mengintai di balik kilauan kemajuan. Baru-baru ini, di Medan, Sumatera Utara, seorang driver ojek online (ojol) meninggal dunia karena kelaparan. Ironisnya, ketika itu ia tengah mengantarkan pesanan makanan---sebuah kenyataan yang memilukan hati.

Kisah tragis ini menyentak kita pada kenyataan getir bahwa di balik gemerlap kehidupan kota, masih ada individu yang berjuang mati-matian hanya untuk sekadar bertahan hidup. Bayangkan, seorang pekerja keras yang menghabiskan hari-harinya, bahkan hingga larut malam, berkeliling kota untuk mengantarkan pesanan, akhirnya takluk pada kelaparan karena tak mampu membeli sesuap nasi. Kejadian ini adalah tamparan keras bagi nurani kita, mengingatkan bahwa kelaparan bukanlah fenomena yang jauh, melainkan sebuah tragedi yang nyata dan terjadi di sekitar kita.

Peristiwa ini menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana mungkin di era teknologi yang serba canggih dan akses informasi yang begitu melimpah, masih ada yang harus kehilangan nyawa karena tak memiliki uang untuk makan? Apakah ini semata-mata akibat kemiskinan, atau ada faktor-faktor lain yang turut memperburuk keadaan? Refleksi ini menuntut kita untuk tidak hanya menyalahkan keadaan, tetapi juga mencari cara agar tragedi serupa tidak terulang kembali.

Kasus di Medan ini bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Di berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia, kelaparan masih menjadi momok yang kerap tersembunyi di balik bayang-bayang modernitas. Kemiskinan dan kelaparan adalah dua sisi mata uang yang saling terkait, dan keduanya menjadi tantangan yang harus kita hadapi bersama. Untuk benar-benar memahami dan mengatasi persoalan ini, kita perlu merenungi akar penyebabnya.

Pertama, kemiskinan yang mencengkeram sebagian besar masyarakat merupakan akar dari persoalan ini. Keterbatasan akses terhadap pekerjaan yang layak, pendidikan yang memadai, dan layanan kesehatan yang berkualitas sering kali memerangkap masyarakat dalam lingkaran setan kemiskinan, yang pada akhirnya melemahkan daya beli mereka terhadap kebutuhan dasar, seperti makanan. Selain itu, ketimpangan ekonomi yang masih lebar di Indonesia memperburuk situasi ini, di mana segelintir orang menikmati kemewahan, sementara sebagian besar lainnya harus berjuang keras untuk sekadar bertahan hidup.

Kedua, aspek sosial dan budaya juga memiliki andil dalam memperburuk kondisi ini. Di beberapa komunitas, stigma terhadap pekerjaan tertentu atau kondisi kemiskinan membuat individu enggan mencari bantuan atau bahkan sekadar berbicara tentang kesulitan yang mereka hadapi. Rasa malu, gengsi, atau takut dihakimi sering kali menjadi penghalang bagi mereka untuk mendapatkan bantuan yang sebenarnya sangat mereka butuhkan.

Sahabat pembaca, setelah kita merenungi persoalan ini, langkah berikutnya adalah mencari solusi konkret yang bisa kita lakukan, baik secara individu maupun kolektif, untuk memastikan tragedi seperti di Medan tidak terulang. Mari kita mulai dengan langkah-langkah sederhana namun berdampak besar.

Sebagai bangsa yang dikenal dengan budaya gotong-royong, kita perlu menghidupkan kembali semangat ini dalam kehidupan sehari-hari. Gotong-royong bukan sekadar slogan, tetapi harus diwujudkan dalam tindakan nyata yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Misalnya, dengan membangun komunitas yang peduli dan saling membantu. Komunitas dapat membentuk kelompok-kelompok kecil yang bertugas untuk mengidentifikasi warga yang membutuhkan bantuan, baik dalam bentuk makanan, pakaian, atau kebutuhan dasar lainnya.

Selain itu, kita juga bisa berperan aktif dalam gerakan-gerakan sosial yang bertujuan untuk membantu mereka yang membutuhkan. Misalnya, ikut serta dalam program donasi makanan atau mendirikan dapur umum di lingkungan sekitar. Hal ini tidak hanya membantu mereka yang berada dalam kesulitan, tetapi juga mempererat ikatan solidaritas di antara warga.

Edukasi dan peningkatan kesadaran adalah langkah penting dalam mengatasi persoalan kelaparan. Masyarakat perlu diberi pemahaman bahwa meminta bantuan bukanlah sesuatu yang memalukan, melainkan langkah bijak untuk menjaga kelangsungan hidup dan kesehatan. Sosialisasi mengenai program bantuan sosial, cara mengaksesnya, serta pentingnya rasa peduli terhadap sesama harus terus digencarkan.

Di era digital ini, edukasi juga bisa dilakukan melalui berbagai platform online, seperti media sosial, blog, atau aplikasi pesan singkat. Informasi yang jelas dan mudah diakses mengenai layanan bantuan sosial bisa menjadi penyelamat bagi mereka yang membutuhkan, tetapi tidak tahu harus ke mana mencari bantuan.

Peran pemerintah dalam mengatasi persoalan kelaparan sangatlah vital. Kebijakan yang proaktif dan berpihak pada rakyat kecil harus terus didorong. Misalnya, pemerintah dapat memperluas jangkauan program bantuan sosial seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau Program Keluarga Harapan (PKH) kepada mereka yang benar-benar membutuhkan. Selain itu, penyediaan lapangan kerja yang layak dengan upah yang mencukupi harus menjadi prioritas utama dalam agenda pemerintah.

Pemerintah juga perlu meningkatkan pengawasan terhadap distribusi bantuan sosial agar tepat sasaran dan tidak disalahgunakan. Di sisi lain, pemerintah dapat berkolaborasi dengan sektor swasta untuk menciptakan program-program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang fokus pada penanggulangan kelaparan dan kemiskinan.

Mengatasi persoalan kelaparan membutuhkan kolaborasi antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, swasta, dan masyarakat. Melalui kerja sama yang solid, berbagai program bantuan dapat dirancang dan diimplementasikan dengan lebih efektif. Misalnya, perusahaan teknologi dapat menciptakan aplikasi atau platform yang memudahkan masyarakat dalam mengakses bantuan makanan atau donasi dari pihak yang mampu.

Selain itu, media massa juga memiliki peran penting dalam mengangkat isu-isu kelaparan dan kemiskinan. Dengan memberikan informasi yang akurat dan membangkitkan kesadaran publik, media dapat menjadi katalisator dalam mendorong aksi nyata dari berbagai pihak.

Sahabat pembaca, ketika kita merenungi kejadian di Medan, kita diingatkan bahwa perjuangan melawan kelaparan adalah tanggung jawab kita bersama. Setiap langkah kecil yang kita ambil, setiap tindakan kepedulian yang kita tunjukkan, adalah kontribusi nyata untuk masa depan yang lebih baik.

Mari kita mulai dari lingkungan terdekat, dengan memastikan tidak ada lagi yang harus kehilangan nyawa karena kelaparan. Dengan semangat gotong-royong, edukasi yang tepat, kebijakan pemerintah yang berpihak, serta kolaborasi yang kuat, kita bisa merajut masa depan yang lebih cerah dan penuh harapan.

Di tangan kita, masa depan itu ada. Masa depan di mana tidak ada lagi yang harus menderita karena kelaparan. Masa depan di mana kepedulian dan kebersamaan menjadi fondasi dari setiap langkah kita. Mari bergerak bersama, mari berbagi, dan mari kita wujudkan masa depan tanpa kelaparan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun