Saya heran kenapa kita sibuk menyalahkan SBY. Padahal belum tentu dia yang salah dalam menghitung. Saya salah satu yang paling sepakat dengan hitungan orang disekitar SBY yang memberikan hitungan, bahwa impact dari kenaikan BBM itu hanya 7% saja. Dan hitungan subsidi lansumg BALSEM Rp 150.000 sudah sangat tepat menghitungnya. Lihat hitungan saya dibawah: [caption id="attachment_268568" align="aligncenter" width="644" caption="Menghitung itu harus terlihat pintar"][/caption] Memang menghitung dibalik meja dengan tanpa kurang makanan, kadang diskusi dihotel mewah minum segelas kopi dengan harga Rp 50.000 dan menginap di kamar hotel seharga Rp 1.000.000 semalam dibiayai oleh keringat rakyat, belum tentu bisa merasakan keluarga buruh yang harus pintar-pintar menghitung uang belanja Rp 15.000 untuk 4 kepala makan pagi, siang dan malam. Artinya orang-orang pintar di hotel dan di istana yang megah dan mewah itu, minum segelas kecil kopi yang sebanding dengan makan 3 hari satu keluarga, ini sangat sesuai dengan Pancasila "Keadilan Sosial Bagi Rakyat Indonesia". Jalan keluar atau keluarlah di jalan, menjadi pilihan masyarakat. Ditengah drama jelang pemilu yang membutuhkan dana trilyunan. Para wakil rakyat jelata yang dibiayai oleh rakyat untuk membeli mobil Alpard dengan bangga mendukung hitungan orang pintar yang minum kopi yang sebanding dengan makan 3 hari. Berteriak mencari Jalan keluar, atau Keluar ke Jalan Berteriak-teriak. Semoga mereka diberi kekuatan dan ketabahan serta ke ikhlasan mendoakan wakil rakyat agar bisa membeli rumah mewah, mobil mewah dengan keringat rakyat jelata. Mari kita menyanyikan lagu, mengheningkan cipta. Untuk wakil rakyat dan Pelayan Rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H