Namun, total hukuman finansial hanya Rp 21,26 triliun atau setara sekitar 10 persen. "Kalau kita perhitungkan dengan biaya sosial korupsi, katakanlah 2,5 kali lipat maka biaya sosial korupsi kita itu minimum Rp 509,75 T. Kerugian negara Rp 203,9 T, tapi total hukuman finansial sekitar Rp 21,3 T, ada gap Rp 488,5T.(https://news.detik.com/berita).
Bahkan disinyalir bahwa Kebocoran dalam anggaran negara sudah terjadi sejak 10 tahun setelah Indonesia merdeka, kebocorannya 30-40 persen, seperti halnya kata Prof Soemitro Djojohadikusumo.
Bagaimana pula dengan kebocoran-kebocoran yang terjadi di perusahaan-perusahaan BUMN kita, juga BUMD di daerah-daerah? Walau belum ada angka yang pasti, tapi secara spekulatif bisa dikatakan angkanya sangat tinggi, bukankah sudah menjadi stigma atau stereotype public atas bumn-bumn kita sebagai “sapi perah” ada juga yang menyebut sebagai lahan bancakan dan bagi-bagi kue? Perlu diteliti lebih lanjut secara akurat.
Krisis Ekonomi.
Secara sederhana bisa dikatakan sebagai penurunan kondisi ekonomi suatu negara secara drastis, tercermin pertumbuhan ekonomi melambat, kenaikan harga bahan-bahan pokok, penurunan nilai tukar rupiah, pengangguran meningkat, daya beli masyarakat menurun, pemerintah mulai kesulitan membiayai belanja.
Krisis ekonomi dimasa pandemi Covid-19 saat ini tentu lebih pelik, karena masalah yang dihadapi tidak hanya masalah ekonomi dan keuangan, namun juga masalah kesehatan. Pemerintah terlihat sedang berupaya keras untuk mengatasi persolan ekonomi, juga persoalan kesehatan dan pandemi covid-19.
Faktor daya beli masyarakat yang menurun juga mendapat perhatian dari pemerintah, yaitu dengan rencana memberikan bantuan 600 rb per bulan bagi karyawan swasta bergaji di bawah 5jt rupiah, dengan syarat terdaftar di BPJS- sebagai upaya stimulasi meningkatkan konsumsi dan daya beli masyarakat- bagi PNS juga ada gaji ke 13- dengan demikian diharapkan akan terjadi geliat aktifitas ekonomi di masyarakat utamanya umkm.
Hal lain yang patut dicermati adalah meningkatnya Utang Pemerintah dan BUMN, dan terjadinya deficit transaksi berjalan sejak sebelum pandemi covid, juga nilai tukar rupiah yang selalu terdepresiasi terhadap dolar AS
Imunitas Perekonomian Indonesia.
Sebagai seorang awam, saya tentu tidak bisa detail dalam membahas persoalan perekonomian nasional, namun sebagai bagian dari masyarakat pasti punya “indera perasa” dan sedikit logika untuk menilai situasi perekonomian secara makro dan berbagai hubungan kausalitas berbagai aspek dalam perekonomian nasional.
Namun, ada satu hal yang ingin saya sampaikan bahwa Indonesia perlu meningkatkan imunitas perekonomian nasional yang bisa menjadi benteng agar tidak terjadi krisis ekonomi yang dalam. Yang pertama adalah komitmen kuat pemberantasan korupsi, kedua membangun spirit kemandirian dan yang ketiga adalah menanamkan spirit minimum utang luar negeri.
Dengan tingkat korupsi minimal berarti kita punya saving, dengan kemandirian atau mengurangi ketergantungan impor artinya kita menghemat devisa dan dengan spirit minimum Utang LN artinya kita sedang tidak “bermain api” dengan situasi kemungkinan terjadinya gagal bayar, terkurasnya devisa untuk bayar bunga dan cicilan, yang berarti juga kita sedang mewariskan utang kepada anak-cucu kita.
Kita, negara harus bisa mengamankan sumber-sumber keuangan negara terbebas dari korupsi, misalnya korupsi dari sektor Pajak, Keuntungan dari perusahaan-perusahaan BUMN dan BUMD (untuk daerah), dan korupsi atas sumber-sumber lain keuangan negara.