Plastik sebagai gaya Hidup!
Kalau kita sedikit flashback ke tahun 70-80an, kita bisa melihat dan merasakan benar  suasana dan gaya hidup masyarakat waktu itu yang secara umum masih sangat bersahaja, sederhana dan apa adanya.  Tempat belanja keluarga kebanyakan masih di pasar-pasar  tradisional. Pemandangan yang  terlihat , mereka pergi ke pasar dengan berjalan kaki, naik sepeda atau kendaraan ramah lingkungan lain seperti bendi, tentu ada sebagian yang bermotor atau naik kendaraan umum  bahkan mobil pribadi walau masih sangat jarang.
Ada satu pemandangan yang sama, yaitu ketika mereka berbelanja bisa dikatakan pasti masing-masing bawa tas belanja, karena para penjual di pasar juga tidak (ada) menyediakan tas untuk membungkus barang-barang belanjaan para pembeli/pelanggan. Itulah  gaya hidup dan praktek-praktek yang  terjadi di pasar dalam kehidupan sehari-hari  waktu itu.
Kalau kita liat berbagai jajanan tradisional di pasar-pasar kala itu , bisa dikatakan semuanya masih dibungkus dengan dedauan , seperti daun pisang atau bahkan tidak dibungkus- jika ada yang beli, baru jajanan itu dibungkus dengan dedaunan. Dedaunan yang lazim dipakai untuk membungkus jajanan adalah daun pisang dan daun jati- barangkali waktu itu memang ketersediaan dedaunan itu masih banyak di alam maupun di kebun-kebun, kini memang dedaunan itu sudah semakin susah didapat, disamping  gaya hidup masyarakat yang sudah berubah, yang cenderung semua serba pakai plastik.Â
Ada sedikit cerita menarik, beberapa waktu  lalu saya beli  jajanan pasar, salah satu jenisnya  lemper namanya, setelah saya buka ternyata ada 3 lapisan pembungkus-lapisan pertama plastic, yang kedua daun pisang, dan yang  paling luar plastik lagi, ini aneh-menandakan memang semua sudah plastic minded di era sekarang ini. Plastik sudah menjadi bagian dari gaya hidup, sehingga penggunaan plastic sudah menemukan  ekosistem yang  saling menunjang - antara masyarakat, produsen, pedagang , juga kehidupan yang semakin kompleks.
Problem Klasik Penanganan Limbah secara umum Di Indonesia!
Issue tentang penanganan limbah secara umum sebenarnya sudah mulai mengemuka tahun 2000an, semakin kencang mungkin sejak 10 tahun terakhir dengan terbitnya beberapa UU lingkungan dan kesehatan, yang berdampak pada dinamika di lapangan soal penanganan limbah dan lingkungan hidup, juga soal sosialiasi dan penegakan hukumnya. Tak hanya soal limbah plastic secara khusus, tapi menyangkut limbah kota/rumah tangga, industry juga limbah medis. Â
Penanganan limbah secara umum di Indonesia memang  masih berputar-putar dalam persoalan klasik, yaitu Political will pemerintah yang belum sangat kuat, tercermin dari APBN atau APBD yang mengalokasikan untuk lingkungan hidup masih kurang dari 1%- APBN kalau tidak keliru 0.9% sementara untuk APBD tiap provinsi beda-beda yang pasti jauh dibawah 0.9%, berapa prosentase untuk penanganan limbah? Tentu jauh lagi dibawah itu, kecuali DKI yang diatas rata-data provinsi di seluruh Indonesia.
Disamping soal anggaran juga soal teknologi pengolahan limbah yang ramah lingkungan yang pas dengan karakteristik limbah di Indonesia, dan dalam pengolahannya tidak membutuhkan lahan yang luas. Pengolahan limbah melalui proses penimbunan atau juga open dumping sudah harus ditinggalkan.Â
Teknologi pengolahan limbah ternyata juga mahal, anggaran APBN  maupun APBD tidak cukup, sehingga harus bekerjasama dengan pihak swasta dan itu tidak mudah karena bagi swasta pengolahan limbah artinya harus bisa menghasilkan produk-produk yang  bernilai ekonomi guna pengembalian investasinya. Proses kerjasama dengan swasta biasanya melalui proses tender, dan itu pelik_ mungkin saya belum pernah mendengar ada proses tender untuk penanganan limbah kota di Indonesia itu sukses.
Keprihatinan dan Bahaya Limbah Plastik bagi Kesehatan dan Lingkungan!
Kembali ke soal Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 142 Tahun 2019 tentang pelarangan penggunaan kantong plastik sekali pakai,  untuk menyasar pusat perbelanjaan, toko swalayan, serta pasar rakyat, setelah sebelumnya beberapa kota lain juga sudah mengeluarkan peraturan itu yaitu  Banjarmasin, Denpasar, Bogor, Balikpapan, Bekasi, dan Semarang
"Plastik adalah salah satu bahan yang dapat kita temui di hampir setiap barang. Menurut penelitian, penggunaan plastik yang tidak sesuai persyaratan akan menimbulkan berbagai gangguan kesehatan, karena dapat mengakibatkan pemicu kanker dan kerusakan jaringan pada tubuh manusia (karsinogenik).Â
Selain itu plastik pada umumnya sulit untuk didegradasikan (diuraikan) oleh mikro organisme. Sampah plastik dapat bertahan hingga bertahun-tahun sehingga menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan. Sampah plastik tidaklah bijak jika dibakar karena akan menghasilkan gas yang akan mencemari udara dan membahayakan pernafasan manusia, dan jika sampah plastik ditimbun dalam tanah maka akan mencemari tanah dan air tanah" (dikutip dari sebuah makalah- forum teknologi)
Mengingat berbahaya-nya plastik jika penggunaannya tidak sesuai persyaratan, dan juga ketika plastik tersebut sudah menjadi limbah. Juga melihat situasi penggunaan plastik di masyarakat yang sudah terjadi dalam semua aspek kehidupan, sehingga menimbulkan dampak terus meningkatnya jumlah dan volume limbah plastic yang tidak terkelola dengan baik yang membahayakan kesehatan maupun lingkungan.
Sehingga adalah sebuah keharusan agar limbah yang timbul biasa dikelola dengan baik dan berwawasan lingkungan, juga perlunya edukasi bagi masyarakat untuk mengurangi penggunaan plastic dalam kehidupan sehari-hari, termasuk kebijakan-kebijakan pembatasan penggunaan plastic di masyarakat.
Kebijakan pelarangan penggunaan kantong plastik sekali pakai di pusat perbelanjaan, toko swalayan, serta pasar rakyat- saya kira harus kita baca sebagai upaya pembatasan penggunaan plastic bagi masyarakat, saya kira bagus dan kebijakan ini harus dijalankan secara konsisten. Masyarakat harus saling mendukung dan saling mengingatkan untuk itu, seperti pemakaian masker di masa pandemic covid 19 ini.
Tidak cukup ini saja, Pemprov DKI harus juga melakukan edukasi melalui kampanye massive kepada masyarakat tentang Plastik, jenis, bahayanya dan penggunaan yang benar yang tidak membahayakan kesehatan dan lingkungan, juga soal cara pembuangannya sebagai limbah.Â
Selain itu Pemprov DKI juga harus menyiapkan skenario teknologi pengolahan limbah plastik yang tepat dan berwawasan lingkungan untuk pemanfaatan-nya, baik didaur ulang maupun pemanfaatan yang lain, misalnya menjadi energy listrik ( Plastic waste to Electricity) dengan memanfaatkan panas dari pembakaran ( Thermal Conversion to electricity).Â
Saya yakin ada teknologi pengolahannya, misalnya dengan incinerator spesifikasi tertentu yang bisa menampung dalam volume besar , dan incinerator tersebut harus menghasilkan Air Pollution Control yang sangat Environment Friendly sesuai uji laboratorium Independen dan Rekomendasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kita tidak mungkin memutar kembali ke masa lalu,dimana penggunaan plastik masih terbatas tapi  kini kita bisa mengelola dengan bijak penggunaan dan pemanfaatan plastik, juga pengelolaan limbahnya untuk kemanfaatan.
Saya sendiri dan keluarga selalu bawa tas belanja sendiri dari rumah jika hendak belanja baik ke pasar tradisional, mini market maupun tempat belanja lain- minimal untuk membangun kesadaran pembatasan penggunaan plastik, biasanya sambil mengingatkan juga kepada penjual bahwa kita sudah bawa tas sendiri.
Kita Dukung kebijakan pelarangan penggunaan kantong plastik sekali pakai, sebagai bagian dari upaya pembatasan penggunaan plastik. Save our health, Save our environment & Save our next generation. Wallahu A’lam Bishawab ( SR- Swasta, Tinggal Di Jakarta)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H