Mohon tunggu...
Subagio Waluyo
Subagio Waluyo Mohon Tunggu... Dosen - Taruna

Subagio S Waluyo, Lahir di Jakarta, 5 Maret 1958, sudah berkeluarga (1 istri, 5 anak, dan cucu), Pekerjaan sebagai dosen di FIA Unkris (1988 sampai sekarang), Pendidikan Terakhir S2 Administrasi Publik, Alamat Rumah Jalan wibawa Mukti IV/22, RT003/RW017, Jatiasih, Kota Bekasi 17422

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pengurbanan dan Pengorbanan

14 Agustus 2019   22:30 Diperbarui: 14 Agustus 2019   22:32 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Allah SWT demikian bijak. Allah hanya ingin menguji sampai sejauhmana pengorbanan Nabi Ibrahim AS dan keluarganya. Ternyata, memang terbukti keluarga Nabi Ibrahim AS lulus dalam ujian. Allah SWT menggantikan Nabi Ismail AS dengan seekor domba jantan berwarna putih. Sejak saat itu dimulailah sunnah berkurban bagi umat Islam. Sunnah berkurban itu juga melekat dengan sholat sebagaimana tercermin dalam Surat Al-Kautsar 1-3:

"Sungguh kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah sholat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri pada Allah). Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah)."

Dari ayat di atas, tampak sekali bahwa berkurban merupakan bukti syukur kita pada Allah. Berkurban merupakan salah satu sarana kita taqarrub illaallah (mendekatkan diri pada Allah) sebagaimana taqarrub-nya keluarga Nabi Ibrahim AS sehingga layak jika beliau diberi gelar Khalilullah `kekasih Allah`. Kalau bukan karena taqarrub ilaallah, tidak mungkin Nabi Ibrahim dan anaknya, Ismail, mau berkorban.

Kita sebagai umatnya Nabi Muhammad SAW sudah seharusnya menjadi orang-orang yang mau berkorban dan berkurban. Dengan berkorban, kita mengorbankan bukan hanya harta tapi juga jiwa karena semua ini (harta, anak, istri, segala di dunia ini yang kita cintai, dan jiwa) milik Allah. Untuk itu, perlu semua itu dikorbankan. Harta yang kita miliki dikorbankan dalam bentuk zakat atau shodaqoh. 

Dalam masalah menginfakkan harta yang kita miliki jangan lagi ada hitung-hitungan rugi-laba. Insya Allah tidak akan berkurang harta yang kita infakkan di jalan Allah. Anak dan istri kita dikorbankan dalam bentuk mendidik mereka agar menjadi bukan sekedar `qurrota a`yun` tapi juga pemimpin orang-orang yang bertaqwa (Surat Al-Furqon:74). 

Jiwa ini dikorbankan dalam bentuk jihad fi sabilillah. Untuk itu, penempatan pengorbanan jiwa dalam Al-Qur`an baru dilakukan setelah seseorang mengeluarkan zakatnya. Hal ini dilakukan agar setiap hamba Allah yang beriman belajar berkorban dalam bentuk menyisihkan sebagian hartanya. Setelah terbiasa berkorban dalam bentuk harta, dia pada saatnya bisa dipastikan mau mengorbankan jiwanya.

Orang yang sepanjang waktunya dikorbankan untuk kemaslahatan umat, Allah akan ganti dalam bentuk surga nanti di yaumul akhir asal semua yang dikorbankan diawali dengan niat yang ikhlas karena Allah. 

Sebaliknya seseorang yang selama di dunia melakukan sesuatu (walaupun di mata manusia dianggap terhormat) tetapi tidak disertai dengan niat ikhlas karena Allah, orang seperti ini semua kebaikan yang dilakukan diibaratkan debu yang akan terbang ketika ada angin berhembus. Orang yang berkorban di jalan Allah karena sejak awal dia melakukan sesuatu semata-mata untuk mengharapkan ridho Allah sudah dipastikan orang tersebut dalam kesehariannya dekat pada Allah. 

Sebaliknya, orang yang tidak mengharap ridho Allah (yang diharap hanya pujian dari sesama manusia) sudah dipastikan dia jauh dari Allah. Orang yang dekat pada Allah jelas merupakan orang yang tergolong beriman. Orang yang jauh dari Allah merupakan orang yang ingkar (tidak beriman). Baik orang yang mau beriman maupun orang yang mau ingkar pada Allah semuanya mau tidak mau perlu pengorbanan. Jadi, dalam hidup ini mau jadi orang baik atau jahat semuanya perlu pengorbanan.

Pengorbanan Nabi Ibrahim AS diwujudkan ketika mengorbankan anaknya untuk dikurbankan. Allah menggantikan kurban Nabi Ibrahim AS dengan kambing jantan besar berwarna putih. Ini bukti kecintaan Allah pada keluarga Ibrahim. Allah telah menguji mereka. Allah telah melihat pengorbanan mereka. Dengan demikian, sudah selayaknya kalau Allah memberikan kesejahteraan pada Ibrahim (Ash-Shofat: 109). 

Allah pun memasukkan mereka sebagai hamba-hamba-Nya yang beriman (Ash-Shofat: 111). Tidak cukup sampai di situ, Allah pun memberkahi Ishaq, anak Nabi Ibrahim dari Sarah, menjadi seorang nabi yang tergolong orang-orang yang sholeh. Suatu nikmat yang luar biasa bagi seorang hamba Allah manakala dalam satu keluarga seperti Ibrahim AS baik sang bapak maupun kedua anaknya menjadi nabi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun