Mohon tunggu...
Suasti Ngh
Suasti Ngh Mohon Tunggu... -

Kecanduan Detektif Conan dan Harry Potter. Doyan dengan segala hal berbau matematika ^_^

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Syair Untuk Sang (Mantan) Teman

6 Januari 2012   22:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:14 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Puluhan mungkin juga telah ratusan hari kita lewati bersama. Kita teman yang begitu akrab. Kau bukan hanya bisa menjadi teman, tapi lebih dari itu. Kau terkadang jadi ayah yang membimbingku, terkadang jadi kakak yang melindungiku dan bahkan terkadang kau jadi musuh bebuyutanku terutama saat kita rebutan barang-barang yang kita sukai dan sedang beradu argumen. Kau benar-benar bisa membuatku mengalihkan pikiranku dari semua masalah yang aku hadapi.

Aku selalu merasa begitu nyaman bersamamu sebagai teman baik. Sampai akhirnya rasa itu datang melandaku. Rasa yang membuatku merasa gundah bahkan malu untuk bertemu denganmu. Rasa yang begitu membelengguku dan kupikir ini akan memjadi sebuah ancaman bagi kelangsungan pertemanan kita.

“Aku takut kak,” kataku di suatu senja, ku beranikan mengatakannya padamu.

“Takut apa, bukankah ada aku, kalau ada yang menyakitimu bilang saja padaku, kau lupa aku pemegang sabuk hitam karate? Jangan remehkan aku,” katamu sambil mengeluarkan jurus-jurus karatemu.

“Ini tak ada hubungannya dengan karate kak, ini tentang perasaanku. Aku takut aku mulai mencintaimu,” kataku tertunduk, antara malu dan bingung.

“Ya tak apa jika kau mencintaiku, kita pacaran saja, aku juga menyukaimu.”

“Jangan bercanda kak, ini serius. Jangan anggap ini sepele kak. Kau telah memilikinya, dan aku tak mau menjadi penggangu kalian,” aku berang mendengar jawabanmu.

“Hahaha, tak usah mengkhawatirkannya, dia tak akan tahu, yang dia tahu kita hanya teman,” katamu lalu menarikku pergi.

Setelah pengakuan itu kita menjadi semakin akrab, ya lebih dari sekedar teman. Entah harus dibilang seperti apa hubungan kita. Teman yang terlalu intim atau istilah kerennya TTM, teman tapi mesra, tentu saja tanpa sepengetahuan wanitamu.

Hingga suatu saat kau menanyakan masalah yang dulu pernah membuatku menangis. Kau membujukku, kau bilang tak akan ada yang berubah setelah itu.

Kubulatkan keberanianku untuk bercerita semua kenangan yang hendak ku kubur dalam-dalm dalam hidupku. Tanpa berkedip kau mendengarkan aku. Tak banyak komentar yang bertemu denganmu lagi.kau padaku. Hanya satu kalimat yang selalu akan aku ingat darimu.

“Ternyata selama ini kau menyimpan ini terlalu rapat, aku merasa kau bohongi. Dan kau tahu aku paling benci dibohongi, kenapa kau masih saja menutupi ini padaku? Aku kecewa,” lalu kau beranjak pergi dariku.

Setelah kejadian itu kau tak pernah menemuiku. Kau menghilang, kau menjauh pergi dariku. Aku merasa begitu bersalah telah melakukan ini padamu. Ya, aku telah terlalu banyak mengatakan sebuah kebohongan untuk menutupi satu masalah yang ingin aku kubur. Tapi sabenarnya bukan itu inginku. Aku hanya membutuhkanmu sebagai temanku.

Aku terus berusaha menghubungimu dan meminta maaf padamu. Setidaknya kau akan mau mendengar sedikit alasanku, tapi tak pernah kutemukan titik untuk bertemu denganmu. Kau benar-benar menghilang. Mungkin kau kembali pada wanitamu yang begitu setia menunggumu itu.

Setelah menunggu beberapa saat kau muncul di depanku. Meski semua terasa begitu kaku, setidaknya kau masih mau mengobrol denganku. Kau mendengar semua ceritaku dan memberiku banyak sekali nasihat agar aku menjadi lebih baik lagi. Kau memang teman yang aku butuhkan, kak. Meski setelahnya kau pergi lagi tapi aku tetap mengenagmu sebagai teman terindahku.

***

“Jangan pernah menghubunginya lagi, karena dia tidak pernah menganggapmu sebagai temannya. Jika kau tak percaya, coba saja telpon dia dan kau tanyakan padanya apa dia pernah menganggapmu sebagai temannya? Aku yakin jawabannya pasti tidak. Jangan terlalu PD lah jadi orang, nona manis.”

Aku kembali membaca pesan ini, berulang-ulang kali. Aku sedih sekarang. Entah ini benar atau hanya karangan wanitamu atau karanganmu agar wanitamu tak marah padamu tentang pertemanan kia, aku tak mengerti. Yang aku tahu, aku begitu sedih jika ini benar adanya. Aku sedih jika teman yang selama beberapa waktu dulu sangat aku andalkan ternyata tak pernah menganggapku temanmu. Apakah sebesar itu kesalahanku padamu hingga kau menghapusku dari memory hidumu?

Aku tak bisa melakukan apapun tentang ini, aku hanya bisa berdoa mengharapmu kembali, kembali memandangku sebagai teman bagimu, sekedar teman karena dalam kamusku tak pernah ada mantan teman, walau mungkin dalam kamusmu namaku telah di coret.

Kau yang selama ini memenuhinya

Menelusup diantara batas-batas kebimbangan

Berkembang dengan senyum dan tangis yang terabaikan

Lalu memuncah layaknya lahar yang menunggu waktu pulang

Kau yang masih tetap memenuhinya

Saat embun mulai melacurkan beningnya

Meski angin tak lagi berdendang tentang cinta dan cita

Dan waktu tak lagi memberi kita sebuah peluang

Karena kau yang akan tetap memenuhinya

Dengan rasa dan asa yang mulai teralihkan, terabaikan, terlupakan

Namun selalu layak untuk kukenang,

Penuh kerinduan….

Suasti_ngh, jkt040112

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun