Mohon tunggu...
SUARDI
SUARDI Mohon Tunggu... Lainnya - Buruh tani

Ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Kesalahan Orang Banten dalam Memahami Kebudayaan

17 Januari 2024   22:26 Diperbarui: 18 Januari 2024   10:33 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Faktanya masih banyak orang Banten yang belum memahami betul arti kebudayaan. Kebudayaan seringkali dipahami dalam ruang lingkup yang sempit, padahal kebudayaan itu memiliki makna luas dan tak terbatas.

Kesalahan dalam memahami kebudayaan oleh  masyarakat Banten bisa ditemukan pada saat berbicara tentang kebudayaan itu sendiri, yaitu mereka seringkali memahami kebudayaan terbatas pada kesenian, alat musik dan tari-tarian.

Fenomena pemikiran seperti itu bahkan sering kita jumpai diberbagai lingkungan sosial di Banten, bahkan terjadi pula di lingkungan pendidikan. Mirisnya pemahaman keliru tersebut mereka wariskan kepada murid-muridnya.

Kesalahan berikutnya dapat ditemukan pada ungkapan yang mengatakan bahwa orang Banten bahasanya kasar. Masih sering terdengar di telinga kita ketika mengatakan "aing" (aku) mereka menganggap kita berkata kasar.

Ungkapan itu juga semakin memperlihatkan bahwa adanya ketidakpahaman dalam memahami kebudayaan. Mereka mengatakan gunakanlah bahasa sunda yang lemas/lemes, seperti bahasa masyarakat Jawa Barat seperti Bandung, dan Garut. Ini tentu kesalahan besar yang bisa membuat bahasa Banten punah.

Melihat hal itu, banyak orang yang salah kaprah dalam memahami kebudayaan, bahkan didalam lembaga pendidikan. Misalnya, pernah suatu ketika saya mendengar seorang pendidik berkata, bahwa kebudayaan tidak ada kaitannya dengan pembelajaran.

Saya merasa heran, bahkan dalam hati seraya ingin meluruskannya, tapi saya berusaha bersabar agar menemukan waktu yang pas. Namun, dalam hati saya berkata, padahal pendidikan itu bagian dari proses untuk mempelajari kebudayaan dan menciptakan kebudayaan.

Makna yang Tak Terbatas

Kebudayaan memiliki makna yang luas. Kebudayaan bukan hanya kesenian, kebudayaan juga bukan sekedar upacara keagamaan. Tapi kebudayaan adalah segala sesuatu yang dihasilkan oleh akal melalui proses belajar.

Mengutip pengertian dari ahli antropologi Koentjaraningrat, bahwa kebudayaan asal suku katanya "budhayah," yaitu "budhi" artinya akal dan "daya" artinya kekuatan, maka budaya artinya kekuatan akal pikiran.

Lebih lanjut, Kontjaraningrat mengatakan budaya artinya hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Dengan demikian, yang dimaksud kebudayaan adalah segala sesuatu yang dihasilkan oleh akal pikiran atau melalui proses berpikir dan bisa dipelajari maka budaya.

Kemudian kita bertanya, siapa yang menciptakan kebudayaan,? Tentu hanya manusia karena hanya manusialah yang berpikir karena memiliki akal dan akal itulah yang juga menjadi pembeda antara manusia dan binatang.

Kemuliaan manusia terletak pada akalnya, maka orang yang paling mulia adalah orang yang paling baik akalnya. Demikian kata Ibnul Jauzi dalam salah satu karyanya. Berkat kekuatan akalnya manusia mencipta yang sering kita sebut peradaban.

Unsur-Unsur Kebudayaan

Mengingat luasnya ruang lingkup kebudayaan, maka dalam meluruskan pemahaman kita tentang kebudayaan, penting sekali untuk mengetahui apa saja unsur-unsur kebudayaan itu.

Unsur-unsur kebudayaan memberikan kita gambaran lengkap dan utuh tentang makna kebudayaan. Unsur-unsur kebudayaan mengkontekstualisasikan arti sesungguhnya kebudayaan.

Masih menurut Koentjaraningrat dalam bukunya Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, bahwa unsur-unsur kebudayaan itu secara universal ada tujuh unsur yaitu sebagai berikut;

(1) Sistem religi dan upacara keagamaan; (2) Sistem dan organisasi kemasyarakatan; (3) Sistem pengetahuan; (4) Bahasa; (5) Kesenian; (6) Sistem mata pencaharian hidup, dan (7) Sistem teknologi dan peralatan.

Melihat unsur-unsur kebudayaan tersebut, bisa ditarik kesimpulan bahwa kebudayaan memiliki makna yang luas dan tak terbatas. Kebudayaan bisa berupa benda maupun tak benda ataupun sistem nilai yang tertanam kuat dalam masyarakat.

Mengatakan kebudayaan adalah kesenian tidak sepenuhnya salah, tapi kebudayaan tidak hanya kesenian saja, melainkan segala sesuatu yang diciptakan oleh manusia berdasarkan akal maka itu adalah kebudayaan.

Segala sesuatu yang diciptakan oleh manusia dan bisa dipelajari adalah kebudayaan, misalnya rumah, pakaian, kendaraan, perabotan rumah tangga, organisasi masyarakat, dan termasuk bahasa adalah kebudayaan.

Bahasa adalah bagian dari kebudayaan, jadi tidak ada istilah sunda kasar dan sunda lemes. Bahasa adalah identitas masyarakat, seseorang bisa mengenal asal usulnya, melalui bahasa. Jadi bahasa Banten berbeda dengan bahasa yang ada di Bandung, Garut dan Wetan.

Itulah kebudayaan Indonesia yang beragam, itulah bahasa Banten, maka untuk melestarikannya bukan mengatakan bahasa tersebut kasar, tapi itulah bahasa mereka yang memiliki ciri khas dan harus dihormati. Pandangan yang salah terhadap bahasa bisa menghambat pelestarian bahasa tersebut bahkan hilang, karena berhenti dipelajari.

Kita bisa melihat sejarah Banten dari sisi kebahasaan. Bahasa dialek Banten pernah ditulis oleh Dosen Sejarah Dadan Sudjana. Bahasa Banten ditulis dengan menggunakan kosa kata yang khas. Saat ini Banten sudah memiliki kamusnya, yaitu kamus Bahasa Sunda Banten.

Jadi dalam perspektif kebudayaan, tidak ada bahasa kasar dan bahasa lemas. Jika terdapat perbedaan dalam dialeknya, maka itulah ciri khasnya yang membedakan bahasa daerah satu dan yang lainnya. Bahasa Banten harus digunakan dalam kehidupan sehari-hari agar tidak punah tergilas zaman.

Bahasa Banten harus diajarkan sejak dini kepada anak-anak. Bahasa Banten adalah bahasa kita yang memiliki ciri khas dialek yang unik, bukan menyebutnya kasar kemudian mencelanya. Melestarikan bahasa Banten bisa dilakukan dengan cara menggunakannya dalam kehidupan kita sehari-hari.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun