Mohon tunggu...
SUARDI
SUARDI Mohon Tunggu... Lainnya - Buruh tani

Ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Huma sebagai Kebudayaan dan Kearifan Lokal Masyarakat Baduy

25 September 2022   13:41 Diperbarui: 25 September 2022   13:51 1055
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istilah "huma" bagi saya tidaklah asing, karena saya sejak usia tiga tahun, sudah diperkenalkan oleh orang tua saya tentang apa itu huma, dan bagaimana proses "huma" atau "ngahuma". 

Foto diatas dari halaman facebook @resep_masakan_rumah. Jadi saat saya membuka facebook saya diperlihatkan tentang suasana lahan yang akan dijadikan "huma" seperti tertera dalam gambar tersebut. 

Foto itu tertulis caption, "Yang pernah merasakan suasana  seperti ini masa lalu anda sungguh berkesan,". Akhirnya suasana itu mengingatkan saya pada masa kecil saya dulu. 

Saya pernah mengalami masa itu, dibawa oleh orang tua ngahuma membawa bekal huma, dan peralatan untuk membersihkan lahan kemudian membakarnya agar bersih dan siap ditanam padi, juga berbagi jenis tanaman kacang-kacangan. 

Aktivitas ngahuma sudah tidak lagi dilakukan. Namun, yang konsisten mempertahankan budaya ini adalah masyarakat Baduy. Baduy menjadikan ngahuma sebagai budaya yang harus dilakukan secara turun-temurun. 

Pengertian Huma 

Sebuah istilah yang tidak asing bagi saya, tapi terdengar asing bagi orang lain. Istilah "huma" ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang artinya ladang padi ditanah kering. 

Di era sekarang, rasanya sudah sulit kita menemukan masyarakat kita yang masih mempertahankan metode penanaman padi yang sangat tradisional ini. 

"Huma" adalah metode menanam padi dilahan kering yang sudah dilakukan oleh masyarakat sejak berabad-abad tahun lamanya. Fase ini sudah terjadi ketika masyarakat memasuki revolusi pertanian. 

Yuval Noah Harari dalam bukunya berjudul "Homo Sapiens" menyebutkan tiga perubahan mendasar pada kehidupan manusia yakni revolusi kognitif, revolusi pertanian, dan revolusi teknologi. 

Di era sekarang ini kita bisa menemukan "huma" di wilayah yang masyarakat yang masih primitif-tradisional yang artinya masyarakat yang jauh dari dunia luar dan tidak mengenal teknologi modern. 

Lalu, di zaman sekarang ini kira-kira dimana kita bisa menemukan masyarakat yang masih tradisional dan masih mempertahankan budaya pertanian di lahan kering atau "ngahuma"? Ya, jawabanya di Baduy. 

Baduy masih memegang erat tradisi nenek moyangnya, diantaranya sistem pertanian yang masih tradisional. Huma bisa kita temukan di Baduy, di Baduy kita bisa melihat padi yang ditanam dilahan kering, itulah yang dinamakan dengan "huma". 

Huma sebagai Kebudayaan dan Kearifan Lokal Masyarakat Baduy

Huma merupakan bagian dari sistem mata pencaharian, dan sistem mata pencaharian adalah salah satu unsur dari kebudayaan. Maka "huma" merupakan kebudayaan dan kearifan lokal masyarakat. 

Kita mempertanyakan, Apakah "huma" hanya dilakukan oleh masyarakat baduy,? Menurut saya tidak juga, karena orang tua saya dulu juga juga suka "ngahuma".  Memang banyak penelitian menyebutkan bahwa "huma" identik dengan Baduy. 

Hal ini karena sampai saat ini hanya masyarakat Baduylah yang masih mempertahankan kebudayaan tersebut. Tapi merujuk pada Yuval Noah Harari, semua masyarakat pernah mengalami tahapan ini. 

"Ngahuma" sudah dilakukan masyarakat sejak lama karena merupakan bagian dari perkembangan kebudayaan masyarakat. Dalam sistem "ngahuma" selalu dikaitkan juga dengan kearifan lokal, karena selalu ada interaksi antara masyarakat dengan alam semesta. 

Dalam "ngahuma" dilakukan diwaktu-waktu tertentu. Sebagai contoh suku Baduy, mereka sebelum membuka lahan untuk dijadikan "huma" terdapat ritual-ritual tertentu agar proses "huma" yang mereka lakukan bisa menghasilkan  (panen).  

Berkaitan dengan ngahuma, ada beberapa istilah yang saya temukan pada saat orang tua saya masih sering membuka lahan untuk "ngahuma". Istilah  tersebut adalah nyacar, ngaduruk, dan ngaseuk. 

Nyacar adalah nama istilah lokal, yang digunakan untuk menyebut lahan yang sedang ditebang, atau dibersihkan dari pohon-pohon kecil. 

Setelah itu, pohon yang ditebang kemudian di duruk yang artinya dibakar.  Ngaduruk adalah istilah untuk menyebut proses pembakaran pohon-pohon dan sampah rerumputan yang sudah kering. 

Sedangkan yang dimaksud dengan ngaseuk, adalah proses memasukan biji padi (gabah) yang dimasukan kedalam tanah yang sudah dihubungi oleh kayu kayu runcing.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun