Tapi, pandangan lain menyebutkan bahwa dikeluarkannya dekrit tersebut berawal dari kasus Buloggate dan Bruneigate.
Dalam dua kasus tersebut, Gus Dur dinilai oleh DPR telah melakukan tindakan korupsi, Meskipun, hingga saat ini tuduhan tersebut tidak terbukti.Â
Pada tahun 2001, Gus Dur mengangkat Jendral S. Bimantoro sebagai Kapolri untuk menggantikan Rusdihardjo. Sesuai dengan Tap MPR No VII/2000, pengangkatan Kapolri harus mendapat persetujuan DPR.Â
Tapi, aturan tersebut tetap diterobos oleh Gus Dur. Dan anehnya, DPR tidak mempersoalkan pengangkatan itu. Waktu pun berjalan.Â
Pada 1 Juni 2001, Gus Dur memecat Bimantoro dan menunjuk Chaeruddin Ismail sebagai Wakapolri, sekaligus merangkap sebagai pejabat Polri.Â
Mayoritas parlemen itu mempersoalkan dan menolak. Bahkan Bimantoro mendapatkan dukungan dari TNI dan menolak penyerahan jabatannya.Â
Diketahui Gus Dur memilih Kapolri baru dalam usaha mencari dukungan atas pengumumannya tentang negara dalam kondisi darurat.Â
Namun, usaha Gus Dur akan mengumumkan keadaan darurat negara, TNI dan Pokri tegas menyatakan menolak rencana tersebut.Â
Mengenai hal ini Nasrullah mengungkapkan TNI dan Polri sesungguhnya berada dalam garis komando dengan presiden.Â
Nah, jika menolak seharusnya mereka yang memegang pucuk pimpinan dari dua institusi tersebut, wajib mengundurkan diri. Bukannya bersekutu dengan kekuatan politik lain untuk melawan presiden.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H