Adi Hidayat menyebut Rumah Proklamasi Jalan Pegangsaan Timur No 56 adalah Rumah milik keturunan Arab bernama Syech Faradj Martak yang diwakafkan kepada Bung Karno.Â
Pernyataan ini sontak menimbulkan reaksi dari berbagai pihak dan menilai bahwa yang dikemukakan oleh Ustad Adi Hidayat merupakan kebohongan sejarah.Â
Pasalnya, seorang sejarawan Indonesia Bonnie Triyana pernah membuktikan dalam potongan berita berbahasa Belanda Nieuwe Courant, 7 Juli 1948.Â
Potongan berita itu mengutip Surat Kabar Indonesia "Keng Po," yang memuat berita pembelian rumah di Jalan Pegangsaan Timur No 56 oleh Pemerintah Indonesia seharga f250.000.Â
Jadi rumah itu bukan milik seorang pengusaha Yaman (Syech Faradj Martak) yang dihibahkan kepada Soekarno seperti yang dikatakan oleh Ustad Adi Hidayat atau UAH, melainkan rumah itu dibeli oleh Pemerintah Indonesia sendiri pada waktu itu.Â
Tak hanya itu UAH juga dengan yakin mengatakan, pada saat itu Syech Faradj Martak juga memberikan madu kepada Bung Karno menjelang Proklamasi. Tapi pernyataan ini juga dibantah oleh sejarawan BIN Asvi Warman Adam.Â
Menurut Asvi pernyataan UAH tidak cukup bukti. Asvi mengatakan Soekarno memang sakit demam saat menjelang membacakan naskah Proklamasi kemerdekaan. Tapi soal ada yang memberinya madu atau tidak, katanya tidak ada yang tahu.Â
"Soekarno demam jelang membacakan teks Proklamasi. Apakah ada orang yang memberinya madu,? Wallahualam," tuturnya seperti dikutip dari detik.com.
Sejarah Bukanlah Mitos atau Dongeng
Selain bukan sekedar masa lalu, sejarah juga bukan sekedar dongeng atau mitos belaka. Sejarah yang menceritakan masa lalu atau peristiwa tertentu tidak bisa kemudian seenaknya mengatakan itu adalah sejarah.Â
Selain disebut sebagai peristiwa sejarah juga disebut sebagai ilmu. Maka sejarah itu harus memenuhi kerangka berpikir yang metodologis, sistematis dan ilmiah. Dalam ilmu sejarah ada proses penggodogan agar sesuatu itu sah disebut sebagai sejarah.Â