Mungkin dulu bisa berlaku hal-hal seperti itu, tapi sekarang ini kan zamannya sudah berbeda. Sekarang itu era digital, semua orang sudah bebas dan memiliki akasesnya masing-masing untuk mendapatkan sumber ilmu pengetahuan. Sekarang sudah ada google internet, orang mau apa-apa tinggal bertanya kepada mbah google, tinggal nanti bagaimana agar semua siswa bia mendapatkan akses internet dimanapun.
Kembali pada pembahasan kita mengenai makna kurikulum dalam pendidikan, bahwa kurikulum dalam pendidikan hanya berlaku untuk pendidikan formal, bagi pendidikan nonformal seperti pendidikan di pondok pesantren salafi istilah kurikulum tidaklah berlaku.Â
Pondok pesantren juga sama bagian dari proses pendidikan tapi bagi mereka tidak mesti menggunakan kurikulum. Pendidikan mereka langsung kepada hakikat yaitu utlubul ilma minal mahdi ilallahdi (mencari ilmu itu mulai dari ia lahir ke dunia hingga masuk ke liang lahat). Bagi mereka proses pendidikan tidak boleh dibatasi, adapun mereka bisa dinyatakan lulus setelah guru menyatakan bahwa ia benar-benar lulus dan tinggal mengimplementasikannya di masyarakat.
Berbeda dengan pendidikan nonformal, pendidikan formal seperti SD, SMP, SMA/SMK dan Perguruan Tinggi wajib menggunakan kurikulum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Maka jarak tempuh yang dimaksud dari kurikulum tadi adalah seperti SD ditemuh selama 6 tahun, SMP 3 tahun, SMA/SMK 3 tahun dan Perguruan Tinggi 4 tahun.Â
Contoh arti sebuah kurikulum di Sekolah Dasar (SD). Di SD siswa dianggap sudah menguasai seluruh materi pembelajaran yang diajarkan jika memenuhi batas waktu 6 tahun, selanjutnya setelah dianggap lulus dibuktikan dengan ijazah ia bisa melanjutkan kejenjang selanjutnya dengan jarak tempuh 3 tahun untuk (SMP dan SMA/SMK) setelah itu Perguruan Tinggi 4 tahun.Â
Kurikulum juga menyangkut ketuntasan capaian pembelajaran, apa itu? yaitu  mata pelajaran yang ada dan diajarkan kepada siswa di jenjang sekolah tersebut. Jadi 11 mata pelajaran di SD dari Pendidikan Agama Islam (PAI) minimalnya bisa tercapi dengan batas 6 tahun. Di SMP, SMA dan Perguruan Tinggi juga sama, hanya saja yang membedakannya adalah isi dari materi pembelajarannya. Hal ini jelas, antara SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi berbeda.Â
Di Perguruan Tinggi misalnya, tujuan pendidikan bagi mahasiswa dapat dikatakan tercapai jika ia kontrak sebanyak 144 SKS dan menempuhnya dalam waktu minimal 4 tahun. Jadi kurikulum memberlakukan peraturan batas minimal dan lama waktu (jarak tempuh) bagi mahasiswa. Ini tentu sudah berdasarkan pertimbangan rata-rata kecerdasan masyarakat dalam suatu negara, faktanya setiap negara memiliki kurikulum yang berbeda-beda yang disesuaikan dengan kondisi masyarakatnya.Â
Meski demikian, peraturan tersebut hanyalah berlaku umum ada juga yang berlaku khusus tapi bagi mahasiswa khusus pula. Siapa dia? yaitu mahasiswa yang melampaui batas minimal yang ditetapkan oleh kurikulum itu. Umpanya kebanyakan orang menyelesaikan 144 SKS dalam waktu 4 tahun, tapi ada seorang mahasiswa yang hanya menyelesaikanya 3 tahun. Nah, inilah maksud saya yang dinamakan jarak tempuh itu, sebagain dari mereka ternyata ada yang seperti pesawat.
Lalu bagaimana kaitannya dengan kurikulum merdeka saat ini? sebenarnya menurut saya, peserta didik di Indonesia sebagian besar belum siap menerima kurikulum merdeka ini. Kurikulum merdeka hanya baik bagi mereka yang berada dilingkungan tertentu, terutama dilingkungan sekolah perkotaan yang aksesnya pendidikannya bagus. Bagaimana dengan siswa yang berada di pedalaman? belum lagi saya menemukan masih banyak siswa yang dinyatakan lulus tapi belum bisa membaca. Bagi siswa yang berada dipedalaman banyak masalah pendididikan, yang  jika kurikulum merdeka ini dipaksakan alhasil siswanya bukannya malah cerdas tetapi malah tambah bodoh.Â
Kenapa saya mengatkan demikian? bayangkan oleh kita masih banyak diantara mereka yang masih belum melek huruf, masih banayak dari mereka yang tidak punya hanphone, punya hanphone pun pasti tidak ada kuota, punya kuota pun pasti tidak ada jaringan. Kurikulum merdeka bagi saya perlu selaras dengan kondisi penggunaan media digital, sedangkan siswa yang berada dipdalaman belum mampu memiliki akses kesana. Saya bukan mengada-ngada, di daerah saya Kabupaten Lebak masih banyak siswa yang kesulitan akases dalam menunjang kegiatan pembelajaran.Â
Satu masukan saya untuk pemerintah, berakitan dengan upaya memaksimalkan kurikulum merdeka di sekolah, agar mereka memiliki akses dalam penggunaan digital secara lancar dan efisien, daripada pemerintah memberikan bantuan kuota, atua yang lainnya pemerintah menurut saaya lebih baik membuat tower jaringan wifie di seluruh daerah di Indonesia baik yang ada dilingkungan sekolah maupun dilingkungan masyarakat.Â