“Ah, t*ek! Gak usah sok manis deh, yang penting bukti, Bu! Bukti yang penting! Idiot!”
Tidak sampai disitu. Saat suamiku menghampiri anakku, suamiku juga mendapat perkataan yang sama sepertiku. Suamiku dikata-katai kotor. “Ayah, ngapain kamu ikut campur! Kamu seharusnya jam sekarang ini sudah berangkat ke kantor, kenapa kamu justru masih di rumah. Disiplin kamu, anj*ng!!!” teriak anakku ke suamiku
Aku pun terdiam. Mendengar perkataan anakku, aku benar-benar tak kuasa menahan air mataku. Anaku sebelumnya biasa saja, namun entah mengapa anaku jadi berubah seperti ini. Pastinya sejak pemimpin Ahok bangga bicara kotor.
Lalu aku lekas mengantar anakku ke sekolah. Sesampainya di sekolah, aku melihat ada Andre, teman sekelas anakku bicara keras pada gurunya.
“Anj*ng kamu Bu Guru! Kenapa aku kemarin sakit tapi didaftar hadir aku ditulisnya tidak masuk tanpa keterangan,” kata Andre dengan nada keras ke gurunya.
“Nak Andre, ibu guru minta maaf. Karena surat izin sakit Andre yang kemarin baru saja ibu terima. Nanti, Ibu perbaiki kehadiran kamu ya nak Andre,” balas guru itu.
“Ah, t*ek, kamu bu guru. Teliti donk, teliti! T*ek! Anj*ng,” sahut Andre lagi.
Terlihat dari jauh ibu guru itu matanya berkaca-kaca.
Selepas aku mengantar anakku yang masih duduk di kelas 2 SD, aku pun langsung pulang. Lalu aku ke kantor desa Kartaja untuk menemui Ahok yang merupakan kepala desaku. Namun Ahok sedang ada dinas keluar, sehingga aku diterima oleh pegawai desa yang lain. Aku pun menyampaikan soal perkataan kotor kepala desa Ahok di media, karena anak-anak jadi terpengaruh menggunakan kata-kata kotor.
*Cerita ini hanya fiktif belaka. Mohon maaf apabila ada kesamaan nama tempat, nama orang, ataupun kesamaan cerita di dunia nyata. Semoga kisahnya menginspirasi….