Mohon tunggu...
Suaib Prawono
Suaib Prawono Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja sosial di jaringan GUSDURian

Bukan siapa-siapa, hanya penikmat kopi dan makanan khas Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Berburuk Sangka

29 Januari 2024   06:16 Diperbarui: 3 April 2024   05:11 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alkisah, seorang ulama memilih kembali ke kampung halamannya setelah puluhan tahun menempuh pendidikan di timur tengah. Di kampung itu, ia tidak mendirikan pesantren, melainkan aktif memberi pengajian di sebuah masjid desa.

Pengajian yang dihelat usai salat magrib dan dikuti oleh kalangan remaja, anak muda dan orangtua itu, boleh dibilang sudah berlangsung lama. Bermula saat ulama tersebut memilih menetap di kampung itu.

Singkat cerita, sudah dua tahun pengajian itu berlangsung, dan sudah dua tahun pula larangan berburuk sangka menjadi tema pengajian, sehingga membuat sebagian jamaah masjid jenuh.

"Andaikan bukan karena menanti pahala salat jamaah isya, mungkin sebagian jamaah sudah pulang," kata salah seorang jamah.

Hingga suatu ketika, rasa jenuh itu terjawab saat salah seorang pemuda memberanikan menyampaikan pertanyaan. "Mohon maaf kiai, sebelum pengajian dengan tema menahun ini dilanjutkan, saya mau bertanya," kata pemuda itu.

Setelah mendapat restu dari kiai, ia pun segera mengutarakan pertanyaannya. "Sudah dua tahun tema larangan berburuk sangka ini diulang-ulang. Apa tidak ada tema lain? Padahal sejauh pengamatan saya, kitab pengajian ini berisi banyak bab, salah satunya adalah anjuran bersedekah, menjaga silaturahmi dan lainya," kata pemuda itu.

Mendengar pertanyaan itu, kiai kampung itu pun tersenyum dan berkata, "Bagaimana mungkin pengajian ini berpindah tema, sementara perilaku sebagian dari kalian masih suka berburuk sangka," ujarnya.

Demi menjaga marwah pengajian, dirinya tak ingin kitab pengajian tersebut hanya sekadar menjadi bacaan, sebab berkah ilmu menurutnya terletak pada pengamalannya. Demikian pula, sedekah dan silaturahmi tidak akan berberkah, jika perilaku berburuk sangka masih terus terbiarkah hidup dalam hati dan pikiran.

Tentu saja, kiai tersebut memahami betul karakter dan watak sebagian jamaahnya, karena hampir setiap hari sebagian dari mereka mendatangi rumah beliau. Selain meminta pendapat, menyampaikan keluhan, juga melaporkan sesuatu yang tidak jarang disertai dengan perilaku sinis terhadap orang lain. Celakanya, sikap tersebut lahir atas dasar prasangka yang terbangun di kepalanya.

Meski pak kiai paham betul, bahwasanya prasangka tidak bisa dihilangkan karena ia adalah bawaan alamiah setiap manusia, namun upaya mengenali prasangka buruk dan mengendalikannya perlu dibiasakan, agar kebencian terhadap sesama tidak semakin menebal.

Manusia yang terus membiarkan kebencian tumbuh dalam dirinya, hidupnya tidak akan tenang dan tidak akan bisa menjadi manusia seutuhnya, yaitu manusia yang tercerahkah secara lahir dan batin.

"Jika hati dilumuri kebencian, kita akan sulit menerima cahaya kebenaran dan berlaku adil," ujar kiai tersebut.

Sifat seperti tentu saja sangat berbahaya, selain kebencian dan perilaku tidak adil membuat manusia tidak beradab, juga menjadi penghambat kemajuan. Singkatnya, kemajuan sebuah bangsa tidaklah dibangun di atas kebencian dan prasangka buruk, melainkan dengan keterbukaan dan rasa ingin tahu.

Sebagai ahli agama, pak kiai hanya ingin memastikan bahwasanya larangan berburuk sangka betul-betul mampu disadari oleh jamaahnya. Baginya, kesadaran tidak hanya mampu mengendalikan, tetapi juga mampu mengubah kebiasaan buruk.

"Perubahan selalu bermula dari kesadaran, ketiadaan kesadaran, perubahan hanya sekadar mimpi," katanya.

Pada akhirnya, kesadaran hanya mungkin bisa tercipta, jika manusia mampu membuka pikiran, dan membukanya bukan hanya sekadar membaca, tetapi juga kemauan untuk mempertanyakan asumsi-asumsi atau prasangka yang selama ini diyakini kebenarannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun