Mohon tunggu...
Suaib Napir
Suaib Napir Mohon Tunggu... -

Direktur Mars Institute

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pemuda Indonesia Masih "Dipersimpangan"

14 Mei 2018   05:57 Diperbarui: 14 Mei 2018   11:34 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Istilah pemuda atau generasi muda umumnya dipakai sebagai konsep untuk memberi generalisasi golongan masyarakat yang berada pada usia paling dinamis, yang membedakan dari kelompok umur anak-anak dan golongan tua. Menurut budayawan Taufik Abdullah, pemuda bukan cuma fenomena demografis, akan tetapi juga sebuah gejala historis, ideologis, dan juga kultural (Pemuda dan Perubahan Sosial, LP3ES, 1987).

Berdasarkan data single years BPS tahun 2009 menyebutkan, usia 16-30 tahun berjumlah 62.985.401 orang. Sedangkan jumlah unit organisasi kepemudaan di Indonesia menurut data Badan Pusat Statistik sebanyak 277.283 unit. Artinya bahwa 1 unit organisasi kepemudaan akan menangani 227 orang pemuda. Oleh karen itu, revitalisasi organisasi kepemudaan di Indonesia khususnya di Provinsi Sulawesi Barat dilakukan dengan strategi yang meliputi pertama, menjadikan organisasi kepemudaan sebagai wadah pengembangan potensi pemuda yang handal. Kedua, menjadikan organisasi kepemudaan sebagai organisasi yang melaksanakan prinsip good governance. Ketiga, menjadikan organisasi kepemudaan sebagai kawah candradimuka bagi kader-kader pemimpin bangsa.  Keempat, menjadikan organisasi kepemudaan sebagai organisasi yang berdaya dan mandiri, dan terakhir menjadikan anggota/pengurus organisasi kepemudaan sebagai pemuda yang progresif dan berpikiran maju.

Tantangan Pemuda Indonesia

Pada sisi yang lain, Karakter kepemudaan  di Indonesia saat ini telah bergeser sedikit demi sedikit karena semangat pancasila dan melekatnya nilai-nilai kearifan lokal yang semakin runtuh  akibat pengaruh  arus  globalisasi dan westernisasi. Kualitas sumber daya, moralitas dan jati diri kepemudaan semakin menurun, sehingg harkat, derajat dan martabat kepemudaan semakin jauh dari nilai-nillai kemanusian yang adil dan beradab. Itu sebabnya pembangunan karakter kepemudaan yang konsisten dengan nilai-nilai kearifan lokal perlu diperkuat,  sehingga nilai-nilai pancasila tumbuh dan berkembang  dalam menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dalam konteks sejarah Indonesia, secara periodikal peran mereka dapat dibagi dalam angkatan 08, 28, 45, 66, 74, 80-an, hingga 90-an. Secara ideologis, mereka adalah golongan yang kritis adaptif serta sanggup melahirkan ide-ide baru yang dibutuhkan masyarakatnya. Sementara secara kultural, mereka adalah produk sistem nilai yang mengalami proses pembentukan kesadaran dan pematangan identitas dirinya sebagai aktor penting perubahan. Jika pemuda angkatan 08 berhasil memupuk bibit nasionalisme, pemuda angkatan 28 sukses menggalang ideologi persatuan nasional. Sedangkan pemuda angkatan 45 sanggup mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Untuk angkatan 66, 74, 80, hingga 98-an bisa dikatakan hanya mampu memerankan dirinya sebatas kekuatan korektif.

Semangat patriotime kepemudaan Indonesia saat ini perlu dibangun dengan konsisten supaya memiliki kekutaan dan kemandirian dalam kepemimpinan menyongsong Indonesia baru. Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh mantan Presiden Soekarno di Era Orde Lama yang menyatakan bahwa "berikan aku 10 pemuda akan kugoncang dunia,  tetapi jika engkau memberikan aku 100 orang tua maka aku akan goncang Indonesia". Disinilah sangat menonjol bagamana kekuatan pemuda karena dalam catatan sejarah perjuangan dan pembaharuan bangsa dan negara semua diprakarsai dari hasil perjuangan para pemuda. Karakter kepemudaan ini telah melakat dalam jiwa kepemudaan di lita' Mandar, terlihat dari nilai-nilai leluhur tentang assamaturuang (kebersamaan dalam kesamaan pendapat) dan assamalewuang (kesepakatan dalamkebulatan tekad) dalam memperjuangkan dan mengisi kemerdekaan bangsa. 

Karakter kepemudaan meletakkan kearifan lokal yang mencakup nilai adat istiadat didalamnya sifat yang mengandung nilai jujur, percaya, lurus dan keikhlasan karena iman yang kuat percaya akan ke-esaan tuhan. Karena dengan pemuda yang jujur akan dapat memelihara sifat berani, kesatria, keteguhan pendirian, dan nama baik.

Karakter kepemudaan ini dapat ditanamkan dalam kehidupan politik, didalam bergaul, didalam menunaikan agama, dan berbagai aktivitas dan kegiatan kepemudaan  sehingga berhasil membangun citra dirinya sebagai pemuda yang bermartabat dan memiliki kehormatan.

Pemuda yang bermartabat bisa disebut sebagai manusia atau pemuda sejati yang memiliki "siri" (malu) untuk mendapatkan kehormatan dan kemuliaan sebagai akibat dari aktualisasi nilai-nilai jujur,  percaya,  lurus dalam karakter pemuda di Indonesia.     

Pembangunan Karakter Pemuda

Saat ini karakter kepemudaan semakin terkikis akibat karena konsep kerja sama semakin kritis, sehingga nilai-nilai kebudayaan tersebut semakin tidak nampak dipermukaan.

Muncullah krisis nilai-nilai kepemudaan pada tingkat lokal yang berakibat pada krisis kepemudaan nasional. Untuk membangun kembali karakter pemuda yang kuat dan tangguh, maka dilakukan penangan sejak dini untuk menanamkan nilai-nilai adat/budaya para leluhur sebagai karakter dasar pemuda masa kini dalam menyongsong kehormatan pemuda masa depan Indonesia.

Peran pemuda sangat strategis dalam mengembalikan nilai-nilai dasar yang telah terkikis. Hal ini dapat dilakukan untuk membangun kembali kebiasaan-kebiasaan dalam nilai-nilai leluhur kearifan lokal dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab oleh generasi muda. Pembangun karakter, kapasitas, dan daya saing pemuda dikembangkan untuk menumbuhkan  penyadaran, pemberdayaan, dan pengembangan karakter kepemudaan yang lebih maju.

Dalam konsep gerakan kepemudaan dapat dibangun kekokohan dan berdirinya nilai-nilai kepemudaan  yang memiliki harkat, derajat, dan martabat yg teridiri dari saling menghargai, saling menghormati, dan saling menyayangi, serta saling mengasihi.

Nilai kearifan inilah yang bisa disebut sebagai jati diri generasi muda Mala'bi. Semua tidak akan bernilai jika kehilangan "siri" (harkat dan martabat), seperti yang terjadi saat ini. Dimana moralitas generasi muda semakin tidak bernilai dan semakin menjauhi nilai-nilai kebudayaan sebagai cerminan jati diri pemuda dan mengikuti kemajuan zaman.

Dalam Undang-Undang 19945 disebutkan bahwa kebudayaan ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha rakyat indonesia seluruhnya, kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak dari kebudayaan daerah seluruh Indonesia, terhitung sebagai budaya bangsa.

Usaha kebudayaan harus menuju kearah kemajuan adab, budaya dan persatuan dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat berkembang atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertigggi derajat kemanusiaan bangsa.

Kenyataannya, Generasi Muda sebagian besar memiliki keingin untuk berpikir global tapi kemampuannya lebih rendah dari pada tindakan-tindakan yang bersifat lokalitas, sehingga terjadi krisis nilai-nilai generasi muda.

Oleh karena itu kelemahan ini dapat diatasi dengan cara menguatkan pemahaman nilai-nilai lokal dengan arus globalisasi yang masuk untuk menghindari nilai-nilai yang bersifat negatif. Dengan begitu nilai-nilai kepemudaan tidak menolak kebudayaan asing yang masuk tetapi akan diterima untuk dikembangkan dalam memperkaya khasanah budaya Lokal dan budaya nasional. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun