Mohon tunggu...
Suaib Napir
Suaib Napir Mohon Tunggu... -

Direktur Mars Institute

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pembangunan Desa Belum Otonomi Penuh

13 Mei 2018   08:15 Diperbarui: 13 Mei 2018   08:49 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Walaupun dalam ketentuan umum pada pasal 1 ayat ke-5 hal tersebut telah dijelaskan, keragaman yang begitu besar atas aspek kelembagaan desa disetiap wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) membuat pemerintah pusat perlu merumuskan dengan baik secara bersama-sama dengan kepala daerah masing-masing, baik di tingkat provinsi maupun di tingkat Kabupaten, dalam hal persoalan keragaman kelembagaan tersebut.

Jangan sampai nilai luhur ini malah menjadi celah bagi lahirnya perpecahan dan konflik. Apalagi dengan jelas Undang-Undang Desa juga mengandung persoalan politik yang besar, terutama  pada BAB 7 pasal 44 tentang mekanisme pemilihan kepala desa yang memiliki popularitas actor terbuka luas untuk menjadi Kepala desa. Dengan UU Desa yang berlaku, kewenangan seorang kepala desa menjadi begitu besar,  mulai dari menyusun APB Desa sampai pada hakim perdamaian desa (lihat UU Desa pasal 24 ayat 2) dictum Lord Acton telah mengingatkan bahwa kekuasaan dan korupsi terkadang berjalan seiring sejalan.

Jangan sampai Undang-Undang Desa justru hanya perangkat untuk memindahkan prilaku korup dari atas menjadi menyebar keseluruh pelosok desa.  Mekanisme pengawasan internal atas kekuasaan dan otoritas kepala desa menjadi penting untuk dilakukan sehingga tujuan mulia Undang-Undang Desa dapat berjalan sesuai harapan rakyat, bukan justru melahirkan kekuasaan baru yang membangun dinasti dengan tindakan korupsi yang banyak terjadi selama ini.

Ketiga, mekanisme pengawasan. Dalam UU Desa pasal 75 ayat 1 tercantum pemerintah desa dapat mengadakan kerja sama dengan pihak ketiga. Pasal ini adalah sebuah celah yang begitu rawan jika tidak diawasi dengan baik. Kita sudah melihat fakta sejak diberlakukannya otonomi daerah, begitu banyak kepala daerah tersandung kasus hukum hanya karena terjerat oleh kepentingan para pengusaha.

Pada titik inilah dibutuhkan gerakan pengawasan yang serius dari organisasi sipil untuk tetap memberikan perhatian lebih lagi bagi desa agar tidak hanya sekedar menjadi boneka dari kepentingan elite para pengguna kekuasaan. 

Karena itu, saatnya desa dapat dengan nyata menjadi pusat pembangunan bukan lagi titik tumpul pembangunan semata. Semoga ini menjadi kado terindah untuk desa dan menjadi awal yang baik untuk membangun desa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun