Di waktu senggang di ruang guru ada saja cerita yang kami para guru saling sampaikan. Tentu saja segala macam tentang keadaan siswa, yang ini yang itu, dari yang positif sampai yang memprihatinkan. Ada satu yang teringat begitu memprihatinkan ketika teman guru bahasa Indonesia bercerita saat ia menguji (ujian praktek) siswa kelas XII. Subhanallah-nya disitu ia baru tahu jika salah satu anak yang diuji untuk berpidato (bentuk ujian prakteknya) dan ia terdiam lama kebingungan. Tidak tahunya si anak tidak tahu apa yang harus dibaca. Aneh tapi nyata. Ada banyak sekali hal 'lucu' di sekolah yang menggambarkan begitu banyak kesenjangan antara harapan kurikulum dan kenyataan. Seperti yang saya alami, tingginya harapan kurikulum yang baru (K-13) Â ini kadang tercenung bagaimana meng'apakannya??? jika yang dihadapi adalah siswa SMA yang ketika ditanya 9 x 8 ia harus mencoret-coret dulu dari 1 x 9, ...dst...Hal miris seperti ini begitu jelas ketika ulangan dan kertas coretannya dikumpulkan. Saya termasuk guru yang hobby mengumpullan kertas ulangan siswa. Yang kebanyakan hampir 90% kertasnya tidak penuh coretan, kalaupun ada ia hanya menulis ulang soal. Atau penuh dengan gambar-gambar, dengan tulisan "Maaf bu guru saya tidak tahu...atau saya lupa!!!...atau saya tidak belajar. Memang pernah saya mengajar di Kaimana dengan siswa-siswa IPA yang luar biasa. Jika diberi soal kadang ia harus minta tambahan kertas cakaran.Tapi itu sebagian kecil dari banyak anak yang tidak tahu harus menulis apa jika diberikan soal. Apa ini akibat soal pilihan ganda, kah? Perlu energi besar untuk menghadapi kenyataan siswa agar dapat mencapai harapan kurikulum sebagai acuan standar penyelenggaraan pendidikan memang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H