Mohon tunggu...
I Wayan Gede Suacana
I Wayan Gede Suacana Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pemerhati Sosial, Peminat Yoga Asana dan Meditasi

Membaca dan menulis untuk aktualisasi diri, praktik yoga asana dan meditasi untuk realisasi diri. Menjalani hidup apa adanya serta menghargai keberagaman yang memancarkan keindahan sebagai manifestasi kesatuan dalam variasi. Prinsip hidupnya: Pure Heart Clean Mind Holy Work for Unity Purity and Divinity. Penulis Majalah Mahasiswa (1988-1990); Pengelola/ Redaksi Jurnal Politik Sarathi dan Jurnal Sosial dan Politik Sintesa (1991-2013); Blooger Bali Sai Amrita (Maret 2009-Februari 2014); Penulis Kolom Opini Harian Umum Bali Post (2003-2013); Penulis artikel pada Media Online/ Citizen Media: Atnews, Majalah Sraddha, Kompasiana dan Opinia (Januari 2024-sekarang); Dosen dan peneliti di Universitas Warmadewa Denpasar (1991- sekarang); Peminat yoga asana dan meditasi (1988-sekarang); Pemenang I Lomba Esai yang diadakan oleh Ikatan Wanita Penulis Bali (2008). Alamat E-mail: suacana@warmadewa.ac.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Meditasi Pada Saat Shivaratri (Malam Siwa)

24 Januari 2025   08:22 Diperbarui: 25 Januari 2025   15:42 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Dewa Siwa Sumber: AstraBhava

Shivaratri adalah hari suci yang dirayakan pada malam ke-14 bulan Phalguna (Februari-Maret) dalam kalender Hindu. Dalam tradisi Hindu Nusantara Shivaratri  dirayakan setahun sekali berdasarkan kalender Isaka yaitu pada purwaning Tilem atau panglong ping 14 sasih Kepitu (bulan ke tujuh) dalam perhitungan kalender Bali sebelum bulan mati (tilem), dalam kalender Masehi jatuh setiap bulan Januari. 

Nama "Shivaratri" berasal dari kata "Siwa" yang berarti Dewa Siwa, dan "Ratri" yang berarti malam. Jadi, Shivaratri dapat diartikan sebagai "Malam Siwa". Shiva' berarti keberuntungan. 'Malam' (ratri) menandakan kegelapan. Shivaratri menggambarkan keberuntungan yang terkandung dalam kegelapan. Malam Keberuntungan itu merujuk pada kebijaksanaan yang hadir di tengah-tengah ketidaktahuan atau bahkan kebodohan.

Sesungguhnya kebodohan dan kebijaksanaan bukanlah dua hal yang berbeda dan terpisah, kebodohan dan kebijaksanaan adalah dua kutub yang saling berlawanan yang muncul dari satu landasan yang sama. Dalam kearifan lokal Bali kondisi ini disebut sebagai Rwa Bhinneda. Tahapan yang melampaui kebijaksanaan dan ketidaktahuan disebut Paratatwa, pada jenjang ini tidak terjadi apa yang disebut kelahiran dan kematian! Jadi Shivaratri mengingatkan kita  tentang suatu kenyataan bahwa ketuhanan yang sama dengan yang ada di dalam diri kita dan juga hadir dimana-mana.

Beberapa orang percaya Dewa Siwa tinggal di Gunung Kailasa. Dimanakah sebenarnya Gunung Kailasa itu ?  Kailasa adalah cita-rasa kesenangan dan kebahagiaan pada diri sendiri. Jika kita tumbuhkan kebahagiaan murni dan rasa suka-cita di dalam pikiran, maka hati nurani kita akan menjadi Gunung Kailasa, tempat tinggal Dewa Siwa!

Bagaimana cara agar bisa mengalami kebahagiaan murni ? Kebahagiaan terjadi ketika kita memupuk kemurnian pikiran, ketetapan hati dan kesucian diri. Bila sudah demikian maka hati dengan sendirinya akan menjadi Gunung Kailasa, yang dipenuhi oleh kedamaian dan kebahagiaan. Dewa Siwa akan tinggal di altar suci yang berada di dalam hati kita, di dalam kuil yang berada di dalam tubuh kita.

Makna Shivaratri

Shivaratri memiliki beberapa makna yang dalam, antara lain: 1) Penghormatan kepada Dewa Siwa: Shivaratri adalah perayaan untuk memuja dan menghormati Dewa Siwa, yang dianggap sebagai dewa pemusnah kejahatan dan pelindung umat manusia. 2) Pembersihan diri: Shivaratri juga dianggap sebagai kesempatan untuk membersihkan diri dari dosa dan kesalahan, serta memulai hidup baru dengan hati yang bersih. 3) Pengembangan spiritual: Perayaan Shivaratri dianggap sebagai kesempatan untuk mengembangkan spiritualitas dan meningkatkan kesadaran diri. 4) Penghormatan kepada pasangan suami-istri: Shivaratri juga dianggap sebagai perayaan untuk menghormati pasangan suami-istri, karena Dewa Siwa dan Dewi Parvati dianggap sebagai contoh pasangan suami-istri yang ideal.

Foto Dewa Siwa, Sumber: Omega Icence
Foto Dewa Siwa, Sumber: Omega Icence
Tradisi, Ritual dan Brata Shivaratri

Beberapa tradisi dan ritual yang umum dilakukan selama perayaan Shivaratri antara lain: Pertama, Puja dan meditasi: Umat Hindu melakukan puja dan meditasi untuk memuja Dewa Siwa dan memohon berkah-Nya. Kedua, Mandi dan pembersihan: Umat Hindu melakukan mandi dan pembersihan diri untuk membersihkan diri dari dosa dan kesalahan. Ketiga, Pembacaan mantra: Umat Hindu membaca mantra dan melakukan ritual untuk memohon berkah Dewa Siwa. Keempat, Menghaturkan persembahan: Umat Hindu memberikan persembahan banten berupa makanan, jajan, buah, dan bunga kepada Dewa Siwa. Dalam keseluruhan, Shivaratri adalah perayaan yang penting dalam agama Hindu, karena memungkinkan umat Hindu untuk memuja Dewa Siwa, membersihkan diri, dan mengembangkan spiritualitas.

Ilustrasi Foto: Meditasi bersama, Sumber: Meta AI
Ilustrasi Foto: Meditasi bersama, Sumber: Meta AI

Ada tiga jenis brata yang biasanya dilakukan pada hari Shivaratri,  yaitu: Pertama. Upavasa.- Upavasa berasal dari bahasa sanskerta yang berarti  puasa tidak makan-minum. Tujuan dari upavasa adalah untuk merubah susunan energi tubuh halus kita, agar tubuh halus bisa menjadi "wadah penampung", yang dapat menampung energi suci karunia Ista Dewata. Kedua, Mona.- Mona berasal dari bahasa sanskerta “Mauna”, yang memiliki arti tidak berbicara atau tidak mengucapkan kata-kata. Tujuan dari mona adalah untuk mengubah kondisi pikiran agar  lebih jernih, yang dapat membuat lebih mudah terhubung dengan Ista Dewata atau terhubung dengan keheningan di dalam diri. Ketiga, Tan Mrema (Jagra) - Dalam buku suci Shivaratri Kalpa, Tan Mrema juga disebut “Tan Aturu Atanghi”, yang berarti tidak tidur, tetap terjaga, atau bergadang. Tan Mrema umumnya lebih dikenal dengan istilah Jagra. Makna lebih mendalam dari Jagra adalah fokus (tetap terjaga) pada rasa bakti yang mendalam kepada Dewa Siwa.  

Meditasi Pada Saat Shivaratri

Meditasi adalah salah satu tradisi yang biasa dilaksanakan pada saat Shivaratri. Meditasi sangat baik dilakukan pada saat itu karena akan membantu menumbuhkan konsentrasi dan mengurangi pikiran dan keinginan-keinginan yang liar. Swami Sathya Narayana menyatakan ketika meditasi segala sesuatu dilihat sebagai saksi yang melihat tanpa menaruh kepentingan apapun dan kita tidak tercebur hanyut dan terikat. Bila ikatan kepada anggota tubuh telah dilepaskan, akan dirasakan kebahagiaan dan pencerahan.

Terdapat hubungan yang erat antara meditasi dengan pengendalian pikiran. Swami Vivekananda mengatakan bahwa dengan bermeditasi kita dilatih memusatkan pikiran pada obyek tertentu. Bila pikiran mendapatkan konsentrasi atas satu obyek, maka ia dapat pula dikonsentrasikan terhadap setiap obyek lainnya. Dalam Dhyana Vahini dijelaskan bahwa bila pikiran yang bertingkah dan lari ke segala arah dipusatkan dalam perenungan Nama Tuhan (namasmaranam) akibatnya akan seperti pemusatan sinar matahari melalui sekeping kaca pembesar, cahaya yang bercerai berai terpusat menimbulkan api yang dapat membakar dan memusnahkan. Demikian pula bila gelombang-gelombang pikiran, budi dan berbagai perasaan manas terpusat melalui kaca pembesar atman, mereka akan mewujudkan diri sebagai cahaya keilmuan ilahi yang dapat membakar habis kejahatan dan memberi terang sukacita.

Setiap orang dapat mencapai sukses dalam jabatan atau pekerjaannya hanya dengan konsentrasi dan pemusatan perhatian dalam usaha. Bahkan penyelesaian tugas yang paling remeh pun membutuhkan kualitas konsentrasi. Pengalaman yang paling lama terkesan dalam kesadaran adalah pengalaman yang disertai perhatian dan konsentrasi penuh. Perhatian dan konsentrasi juga sangat diperlukan bagi pengertian, karena tanpa adanya itu, maka ide dan informasi yang masuk pikiran/ batin tidak meninggalkan bekas. Selain itu, ingatan berhubungan erat dengan perhatian, orang yang kurang perhatian selalu mempunyai ingatan yang lemah. Untuk mendapatkan hasil terbaik, seseorang harus melakukan pekerjaan dengan penuh konsentrasi pada tugas yang dihadapinya tanpa membiarkan pikiran atau ide lain mengganggu dirinya.

Pemusatan perhatian dan konsentrasi merupakan hal yang mutlak dalam melakukan meditasi. Maharsi Mahesh Yogi menemukan sebuah metode yang sederhana yang dikenal dengan nama Trancendental Meditation (TM). Metodenya: meditator duduk dengan posisi enak, dengan mata tertutup dan perhatian dipusatkan ke dalam diri mengontrol lingkungan internal. Selanjutnya diucapkankan mantra sekitar 20 menit. Melalui metode ini seseorang akan dapat berkonsentrasi dan berkomunikasi ke dalam untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Ilustrasi Foto: Meditasi, Sumber: Meta AI 
Ilustrasi Foto: Meditasi, Sumber: Meta AI 
Meditasi Tao kurang lebih juga memberikan penekanan yang serupa. Metode ini seperti dilukiskan dengan memusatkan perhatian pada pusat tubuh di sekitar pusar (umbilikus). Setiap pikiran yang muncul harus "diletakkan" dalam pusat tubuh ini. Keadaan ini dikenal dengan sebutan kesadaran dengan imajinasi telah dialihkan ke solar plexus. Prosedur ini khususnya membantu meningkatkan vitalitas dan kekuatan yang berasal dari perut.

Konsentrasi pada pernafasan biasa dilakukan pada latihan Meditasi Zen di Jepang. Bernafas melalui hidung dengan menarik nafas sebanyak yang dibutuhkan dan membiarkan udara masuk dengan mengembangkan diafragma. Jangan diperintahkan masuk tetapi biarkanlah datang sendiri. Selanjutnya keluarkan nafas pelan-pelan, secara komplit dan menyeluruh. Pada saat mengeluarkan nafas disertai menghitung 'satu'. Kemudian tariklah nafas lagi dengan cara yang sama, saat menghembuskan nafas dengan pelan kembali menghitung 'dua'. Begitu seterusnya hingga ke hitungan ke sepuluh. Mungkin kita akan mendapatkan kesukaran dalam menghitung, karena pikiran selalu ingin mengembara. Bila itu terjadi, berusahalah membawa kembali pikiran pada proses menghitung. Setelah sukses dengan latihan ini, dapat dilanjutkan dengan latihan berikut. Pada saat mengeluarkan nafas dan menghitung 'satu', bayangkan 'satu' di perut. Lakukan pula untuk 'dua' dan letakkan di sebelah 'satu' dan seterusnya hingga hitungan kesepuluh. Selanjutnya akan terasa bahwa pikiran itu sendiri telah turut terbawa turun ke perut.

Latihan konsentrasi melalui meditasi juga dapat dilakukan dengan metode yang  dikembangkan oleh Swami Vivekananda. Pertama-tama, praktik meditasi haruslah melalui satu obyek tertentu sebagai umpan pikiran. Satu waktu pusatkan pikiran misalnya pada satu titik hitam. Akhirnya, secara bertahap titik itu tidak terlihat  lagi dan kita tidak menyadari bahwa titik itu ada di hadapan kita. Pikiran tidak ada lagi, tidak timbul gelombang kerja, segala-galanya merupakan 'samudra' tanpa batas. Apabila kita sudah bisa sampai pada keadaan ini, pikiran sudah memasuki tingkat kebenaran diluar batas perasaan. Dengan begitu, praktik meditasi sekalipun dengan suatu obyek lahir yang tidak berarti, akan mengarah pada kosentrasi batin.

Konsentrasi (avadhana) diperlukan untuk memahami setiap hal dengan baik. Mengarahkan dan menetapkan perhatian kesuatu hal disebut ekagatha. Ini juga merupakan suatu keadaan pikiran. Caranya, adalah dengan melakukan konsentrasi terhadap realitas diri kita setiap hari dalam meditasi. Ikuti secara teguh setiap hari, waktu, tempat dan posisi, semuanya tak berubah. Kemudian faktor-faktor pengganggu dengan mudah ditaklukkan dan dijinakkan. Dikatakan: pertama-tama kerinduan, kemudian menetapkan tujuan, setelah itu konsentrasi dan melalui disiplin, tercapailah penaklukan pikiran.

Dengan meditasi, pikiran disamping bisa konsentrasi, sesungguhnya juga bisa berada dalam keadaan tenang, bahkan benar-benar tenang. Seperti sehelai daun yang diam tidak bergerak selama tak ada hembusan angin badai rangsangan indera. Jika kita tidak menurutinya, karena mengetahui hakikat pengaruh-pengaruh itu dan tidak mau ambil peduli lagi, maka pikiran tidak akan bergoyang. Ven. Ajahn Chah menegaskan mengenai hal ini dalam bukunya "Meditasi: Jalan Menuju Kebebasan". Dikatakan bahwa pikiran yang hakikatnya begitu suci dan tenang, karena tidak terlatih menjadi begitu bodoh, hingga rangsangan indera datang menerpa dan menjeratnya dalam maya, seperti perasaan suka dan duka. Semua pengaruh indera itu sebetulnya bukanlah pikiran. Itu hanya suasana hati yang datang memperdaya pikiran yang tidak terlatih dan menghanyutkannya. Itulah sebabnya, mengapa Sang Buddha Gautama senantiasa mengarahkan pengikutnya untuk lebih mengenal, mengamati dan mengendalikan pikiran agar tahapan keheningan bisa tercapai.

Foto Dewa Siwa Sumber: AstraBhava
Foto Dewa Siwa Sumber: AstraBhava

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun