Etika, atau filsafat moral mempunyai tujuan menerangkan kebaikan dan kejahatan. Etika politik, dengan demikian, memiliki tujuan menjelaskan mana tingkah laku politik yang baik dan sebaliknya. Standar baik dalam konteks politik bagaimana politik diarahkan untuk memajukan kepentingan umum. Jadi kalau politik sudah mengarah pada kepentingan yang sangat pribadi dan golongan tertentu, itu politik yang tak beretika. Etika politik bisa berjalan kalau ada penghormatan terhadap kemanusiaan dan keadilan. Ini merupakan prasyarat mendasar yang perlu dijadikan acuan bersama dalam merumuskan politik demokratis yang berbasis etika dan moralitas.
Ketidakjelasan secara etis berbagai tindakan politik di negeri ini membuat keadaban publik saat ini mengalami kemunduran. Fungsi pelindung rakyat tidak berjalan sesuai komitmen. Keadaban publik yang hancur inilah yang seringkali merusak wajah hukum, budaya, pendidikan dan agama. Rusaknya sendi-sendi ini membuat wajah masa depan bangsa ini semakin kabur. Sebuah kekaburan yang disebabkan karena etika tidak dijadikan acuan dalam kehidupan politik.
Rakyat  hanya disuguhi hal yang menyenangkan dan bersifat indrawi belaka. Artinya hanya diberi harapan tanpa realisasi. Inilah yang membuat rakyat  terajari agar menerapkan orientasi hidup serba instan melalui berbagai bentuk simulakrum politik. Batas antara kebenaran dan kewajaran dikaburkan oleh keinginan dan kepentingan yang tak terbatas. Dalam Kakawin Nitisastra (Sargah XIII:9 Wirama Sardulawikridita) dinyatakan:
Ring wwang wastung iweh hinuttama, hane dehanya nityaneneb, sangkeng lobhanikangalap guna, muwah ring harsa tan kagraha, Â Â Â yekangde hilanging sakawruhika, ring purwatemah wigraha, nda tan kagraha rakwa teki, wekasan sirnabalik nirguna.
(Pangkal kesulitan yang terbesar bagi manusia tersembunyi dalam dirinya sendiri/ Nafsu loba menyebabkan orang tak dapat mencapai kebaikan yang dicita-citakan/ Itu pula yang menyebabkan semua pengetahuan yang dikumpulkan sejak lama hilang/ Kemudian tidak dapat dicari akhirnya habis tanpa meninggalkan bekas/)
Oleh karena itu dalam kitab Arthasastra ditegaskan bahwa seorang pemimpin berkewajiban mewujudkan kebaikan bagi rakyatnya. Menurut Kautilya, penulis buku ini, pemimpin harus berprinsip lebih banyak menyediakan waktu untuk rakyat. Ia harus bisa membagi waktu: 4 jam untuk istirahat, 3 jam untuk makan dan hiburan, serta selebihnya diabdikan kepada rakyat. Jadi, seorang pemimpin harus rela mengorbankan sebagian besar waktunya untuk melayani kepentingan rakyat.
Beberapa prinsip moral yang harus dipegang agar menjadi pemimpin yang baik menurut Svami Sathya Narayana  adalah dimilikinya karakter individu (pribadi) dan karakter nasional. Dengan melepaskan kepentingan pribadi, melepaskan secara total pikiran kepemilikan "punyaku" dan "punyamu", pemimpin sejati harus mempersembahkan segala kemampuannya bagi kesejahteraan bersama dan mengangkat reputasi negaranya.
Lima Pilar Utama
Diperlukan lima pilar utama bagi pemimpin sebagai persiapan melakukan pelayanan (seva) tertinggi bagi rakyat dan negara. Pertama, sathya, memegang teguh kebenaran dan berusaha terus-menerus memperjuangkannya, betapa pun pahitnya. Dalam mengungkapkan kebenaran hendaknya bisa menimbulkan kebaikan bersama, dan tidak mencelakakan serta mengorbankan pihak lain. Kebenaran yang dipraktikkan dengan cara itu akan dapat mengatasi sekat-sekat perbedaan parpol, ideologi bahkan keyakinan.
Kedua, dharma, menerapkan kebajikan tanpa memperhitungkan kepentingan sendiri atau golongan, serta menggunakan tubuh dan pikiran untuk kebaikan orang banyak. Sariram Aadyam Khalu Dharma Saadhanam. Tubuh dan pikiran terutama ditujukan untuk pencapaian jalan kebajikan. Tubuh dan pikiran harus melakukan bermacam-macam fungsi demi kebaikan masyarakat, Â bangsa dan negara.
Ketiga, shanti, menumbuhkan kedamaian setiap saat yang terpancar dari kesadaran akan realitas di dalam diri. Keadaan ini merupakan manifestasi dari sat, keberadaan murni dari jiwa, karena kedamaian sendiri melampaui pemahaman. Visi sakral berkombinasi dengan kebebasan jiwa menghasilkan kedamaian yang dalam kenyataannya merupakan "madhura-ananda" atau kebahagiaan bagi seluruh rakyat.