Mohon tunggu...
I Wayan Gede Suacana
I Wayan Gede Suacana Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pemerhati Sosial, Peminat Yoga Asana dan Meditasi

Membaca dan menulis untuk aktualisasi diri, praktik yoga asana dan meditasi untuk realisasi diri. Menjalani hidup apa adanya serta menghargai keberagaman yang memancarkan keindahan sebagai manifestasi kesatuan dalam variasi. Prinsip hidupnya: Pure Heart Clean Mind Holy Work for Unity Purity and Divinity. Penulis Majalah Mahasiswa (1988-1990); Pengelola/ Redaksi Jurnal Politik Sarathi dan Jurnal Sosial dan Politik Sintesa (1991-2013); Blooger Bali Sai Amrita (Maret 2009-Februari 2014); Penulis Kolom Opini Harian Umum Bali Post (2003-2013); Penulis artikel pada Media Online/ Citizen Media: Atnews, Majalah Sraddha, Kompasiana dan Opinia (Januari 2024-sekarang); Dosen dan peneliti di Universitas Warmadewa Denpasar (1991- sekarang); Peminat yoga asana dan meditasi (1988-sekarang); Pemenang I Lomba Esai yang diadakan oleh Ikatan Wanita Penulis Bali (2008). Alamat E-mail: suacana@warmadewa.ac.id

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia: Mencegah Meluasnya "Budaya" Korupsi

5 Desember 2024   21:22 Diperbarui: 9 Desember 2024   06:08 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Penyuapan (Sumber: Gramedia) 

Ketiga, budaya “gotong royong”, saling menolong dapat bermuara dalam bentuk sogok yang membuahkan nepotisme. Promosi pegawai atau penetapan calon legislatif beberapa waktu lalu cenderung tidak lagi mengikuti sistem merit dalam tradisi  Weberian. Tetapi lebih menunjukkan patronage system yang didasarkan pada “kedekatan” dan besarnya “tanda terima kasih” yang disiapkan seorang calon legislatif. Oleh karena itu, rekrutmen dan seleksi pegawai  tidak hanya dilihat sebagai prosedur administrasi tetapi juga sebagai sarana untuk memberikan pendapatan kepada keluarga, partai, klien dan patron lainnya.

Berdasarkan tujuan yang mendorong seorang pejabat publik melakukan korupsi, dibedakan dua bentuk korupsi. Pertama, korupsi politis yakni  penyelewengan kekuasaan yang lebih mengarah pada praktik politik “kotor”, nepotisme, klientelisme, money politics dan sebagainya. Kedua, korupsi material kebanyakan berbentuk manipulasi, penyuapan, penggelapan dan sebagainya.

(Sumber: PAB Indonesia)
(Sumber: PAB Indonesia)

Pencegahan Korupsi

Pakar  reformasi China, Wang An Shih, beberapa abad lalu sudah mengingatkan bahwa korupsi muncul karena kekuasaan bermoral rendah dan hukum yang lemah. Korupsi sebetulnya bukan tidak dapat dibasmi. Akar persoalannya terletak pada simton kegagalan akuntabilitas dalam kinerja pemerintahan. Oleh karena itu, demi akuntabilitas pemerintahan maka kebijakan yang diambil semestinya  melibatkan peran masyarakat, akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat  dan pers.

Masyarakat mesti selalu diingatkan bahwa tindakan korupsi adalah melawan norma. Semua komponen masyarakat harus aktif melakukan gerakan sosial untuk mencegah dan mencegah korupsi. Sikap cuek dan masa bodoh merupakan penghalang besar dalam mencegah meluasnya “budaya” korupsi dalam pemerintahan.

Beberapa cara yang dapat dipergunakan antara lain: Pertama, cara sistemik dengan membenahi dan memberdayakan suprastruktur maupun inprastruktur politik. Kedua, cara abolisionistik dengan meningkatkan kesadaran hukum masyarakat dan memberdayakan penegakkan hukum. Ketiga, cara moralistik dengan memperkuat benteng etika, moral birokrat dan politisi guna menangkal ancaman virus korupsi.

Ketiga cara itu: sistemik, abolisionistik dan moralistik mesti dilakukan untuk setidak-tidaknya tetap menjaga  ajeg-nya kepercayaan publik yang diemban. Penerapan ketiga cara tersebut  secara konsisten akan dapat mencegah korupsi sekaligus menumbuhkan integritas, karakter dan kebijaksanaan penguasa sebagaimana petuah Bhagawan Bhisma kepada Panca Pandawa dalam Wiracarita Bharata Yudha: charitum shakyum samyagrajayadhi loukikam. Hanya orang berkarakter teguh dan bijaksana yang dapat memimpin pemerintahan secara baik dan bersih.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun