Mohon tunggu...
Hsu
Hsu Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang manusia biasa

Somewhere Only We Know

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aktor-aktor CCTV

6 Februari 2014   22:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:05 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tuhan menciptakan manusia dengan bentuk yang begitu indah dan memiliki kelebihan daripada mahluk-mahluk ciptaanNya yang lain. Memiliki indera-indera untuk melihat, merasakan, mendengar, berpikir juga menilai segala sesuatu. Bisa menengadahkan tangan dan wajah ke langit sambil mengucapkan kerinduan-kerinduan serta puji syukur akan KebesaranNya dan juga SurgaNya. Cobalah tengok binatang-binatang di sekeliling kita yang hanya mampu melihat datar dan bergelombangnya tanah. Atau juga yang berenang dengan lincahnya di lautan sambil sesekali muncul melompat berusaha menggapai langit namun jangankan langit, daratan pun tak mampu mereka taklukan.

Dapat dikatakan hampir sempurna... ya hampir sempurna. Seperti diriku ini, terlahir dari rahim seorang Ibu dengan tanpa sedikitpun cacat. Dengan kelengkapan Indera yang kumiliki telah kuarungi kehidupan selama hampir tiga dasawarsa. Sungguh sebuah karunia yang tak terhingga memiliki sepasang cermin bola mata kristal hingga diriku bisa menyaksikan banyak keindahan alam ciptaaNya. Bola mata yang kemudian kusadari juga memiliki banyak kelemahan. Tak mampu menyaksikan apakah dipunggungku ada kotoran atau tidak tanpa bantuan cermin.

Ketidaksempurnaan pada mata manusia itulah yang kemudian secara sadar telah kumanfaatkan untuk memanipulasi ketidaksempurnaan banyak bola mata lainnya.

Sambil menunduk dengan keadaan hati yang bergumul dalam perasaan bersalah dan kebutuhan hidup yang mencekik manakala Ibunda tercintaku sakit-sakitan dan membutuhkan biaya untuk pengobatan.

"Sempurna!" kata bagian hitam yang sedang bergumul dengan bagian putih dalam hatiku.

Adegan yang tertayang dalam pemberitaan beberapa stasiun televisi hampir seminggu tak pernah kulewatkan... adegan rekaman perampokan sebuah mini market 24 jam di mana yang berperan sebagai kasir yang sedang ditodongkan senjata api mainan dan senjata tajam oleh dua orang pria bertopeng hitam adalah diriku. Ya... diriku yang sebenarnya adalah otak perencana, otak utama, aktor yang sukses... rekaman CCTV yang bagus dengan diriku sebagai aktor yang memerankan kasir yang ditodongkan senjata api mainan dan senjata tajam.

"Yeahhh akting yang sempurna... sebagai korban dan pelaku utama". Kutertunduk manakala pergumulan dimenangkan sisi hitamku.

***

"Beristirahatlah Do... tenangkan pikiran hingga luka di tanganmu itu sembuh, barulah kau masuk seperti biasa untuk bekerja kembali." Demikian pemilik mini market 24 jam menghibur dan menenangkanku sambil tersenyum. Senyuman yang membuatku makin merasa sangat bersalah.

Rasa bersalah yang selalu saja dikalahkan kembali oleh kebutuhan yang mendesak. Rasa bersalah yang akhirnya benar-benar mati manakala tertusuk bukan hanya oleh tajamnya senjata kebutuhan... namun juga nafsu dan keserakahan yang berubah menjadi sebuah kenikmatan ketika berhasil... berhasil... dan berhasil untuk kesekian kalinya. Hingga bagian hitam yang menjadi berkilauan yang memenangkan pertarungan. Berkilauan oleh harta hasil rampokan. Entah berapa minimarket dan entah berapa kali aku berpindah-pindah bekerja dari satu mini market ke mini market lainnya. Entah sudah berapa kali aku menjadi aktor utamanya. Dan entah berapa kali aku merubah penampilan serta wajahku... dari berjenggot, berkumis, tanpa kumis atau jenggot... aahhh entahlah.

Kegilaan, kehitaman, keserakahan yang akhirnya terhenti ketika Ibundaku telah terpanggil olehNya dan juga manakala menyaksikan seorang bidadari berkerudung hitam yang membagi-bagikan apa yang menjadi rejekinya sedikit demi sedikit kepada kaum yang membutuhkan. Bidadari berkerudung hitam yang ternyata adalah seorang guru di sebuah taman kanak-kanak. Dengan apa yang ada pada diriku kini, sang bidadari pun tertunduk dan masuk dalam pelukanku... sebagai pasangan hidupku... sebagai penolong yang sepadan... Sebagai seorang isteri bagiku... sebagai wanita yang penuh kasih sayang setelah ketiadaan Ibunda tercintaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun