Yin... Seperti Sebuah Daerah Gelap yang merupakan bayangan dari sesuatu yang besar seperti gunung atau bukit atau bangunan tinggi. Mudahnya adalah Sisi Hitam. Demikian sebaliknya dengan 'Yang' atau Sisi Putih.
***
Namaku Yin... terlahir sebagai laki-laki. Masa kecilku sebagaimana masa kecil kebanyakan anak-anak... kuhabiskan dengan bermain dan belajar, namun di sisi lainnya harus bekerja membantu orang tua  di ladang. Hal yang mungkin untuk kebanyakan anak-anak sekarang tak lagi berlaku mengenai hal bekerja di masa kanak-kanak meskipun masih ada di beberapa penjuru bumi ini.
Ada kebahagiaan dan keriangan serta canda tawa manakala bermain dengan teman-teman seumuran semasa kanak-kanak namun ada kemurungan manakala harus memikul beban berat untuk bekerja di ladang. Ada Yin di antara Yang. Ada setitik hitam di antara Putih.
***
Kemiskinan yang berkepanjangan dalam keluargaku membuatku tak bisa menyelesaikan sekolah. Keadaan yang membuatku akhirnya hanya tahu bagaimana berladang berdasarkan apa yang pernah kukerjakan bersama kedua orang tuaku. Kebodohan menguasai... ibarat seekor katak yang lama berada dalam kungkungan tempurung kelapa. Bisa melompat namun tak sejauh katak yang hidup bebas tanpa kungkungan. Keadaan yang akhirnya menyeretku menjadi salah seorang anggota komplotan perampok.
Aku takut... aku ragu... itulah awalnya... hanya ikut-ikutan... satu kali... dua kali... dan seterusnya yang akhirnya menjadikanku benar-benar Hitam tanpa setitik putih pun... keadaan yang membuatku lupa diri... lupa bagaimana nikmatnya meminum air dari dalam kendi tanah liat sehabis bekerja bermandikan peluh di ladang pada tengah hari... yang walaupun hasilnya tak seberapa namun begitu menenangkan.
Akhirnya aku benar-benar Hitam... akulah Yin... Sisi Hitam. Bergelimang harta rampasan dan juga banyak wanita... ya banyak wanita... memiliki banyak Isteri... hingga akhirnya menemukan rasa dari seorang wanita... sebuah rasa cinta yang benar-benar menghampiri dan hidup dalam hatiku... walaupun pada akhirnya tak dapat benar-benar kuraih... Ia wanita cantik bernama Mayang... wanita yang akhirnya kunikahi seperti wanita-wanita sebelumnya... namun kali ini berbeda... dengan sebuah harapan akan langgeng sampai aku tutup usia... dan berharap bahwa ia adalah yang mampu mengembalikanku kepada sebuah keadaan di mana Sisi Putih lebih mendominasi.
Kebahagiaan yang baru saja kurasakan hanya sesaat dan tak berlangsung lama... buah-buah perbuatanku akhirnya membekap tubuhku di balik jeruji. Tiada perlawanan sedikitpun kuberikan manakala lengan-lengan perkasa dan bersenjata membekap tubuhku. Hukuman sebagai perampok lumayan berat dan sebuah harapan kugantungkan manakala melihat sosok Mayang hadir di persidangan. Membangkitkan kekuatan bahwa aku pasti mampu menjalani hukuman ini. Sosok yang tersenyum padaku... dan tentunya kuingat dengan benih yang telah kuberikan... benih dalam rahimnya. Sebuah harapan kugantungkan untuk kebebasanku nantinya.
***
Tiga bulan kujalani hukuman... penantianku akan hadirnya Mayang berkunjung akhirnya tiba... ia telah mengandung... aku merasa senang sekali... namun mendadak murung dengan perkataan dan niat Mayang bahwa ia akan menggugurkan kandungannya dan mengutarakan perihal hubungannya kini dengan sahabatku sendiri.
Perkataan Mayang ibarat sebuah pedang menusuk ke dalam jantungku... namun kucoba untuk tegar dan berkata padanya agar Mayang mengajak sahabatku jika datang kembali dan mengenai niat Mayang untuk serius dengan sahabatku akan dibicarakan... kuikhlaskan walaupun berat dan juga ku benar-benar memohon agar Mayang tidak menggugurkan kandungannya. Sepeninggal Mayang berkunjung... kususuri lorong penuh jeruji di kiri dan kanan dengan perasaan yang campur aduk... sakit... merasa dihianati namun mencoba untuk tegar dan berbesar hati. Berharap Mayang mengerti maksudku jika memang itu yang terbaik untuknya asal jangan menggugurkan benih dalam rahimnya.
***
Hari demi hari kulalui... bulan berganti... akhirnya Mayang datang kembali, namun semakin kuterpuruk manakala mengetahui bahwa Mayang telah menggugurkan kandungannya. Pertemuan yang terasa begitu hambar dan membuatku terdiam hingga di akhir jam kunjungan.
Setelah kunjungan kedua Mayang itu rasanya aku benar-benar ingin melupakan segalanya... ingin pergi sejauh-jauhnya setelah ini... kumulai hal itu dengan berkebun dan menanam sebuah pohon kelapa kuning di kebun Penjara di bagian belakang kamar selku. Kurawat kebun itu setiap waktu manakala jam untuk beraktivitas tiba hingga waktu masuk kembali ke dalam kamar sel. Setahun kemudian... pohon kelapa kuning yang kutanam telah mulai membesar... senang sekali rasanya.
Setahun berlalu ternyata Mayang datang kembali namun ternyata dalam keadaan mengandung... keadaan perut Mayang yang dapat kupastikan itu adalah karena hubungannya dengan sahabatku sendiri. Akhirnya yang kukatakan pada Mayang adalah agar mengajak sahabatku untuk membicarakan mengenai hubungan mereka... kuputuskan untuk merelakan Mayang dan agar dinikahi oleh sahabatku. Kuikhlaskan walaupun sakit. Itulah yang kukatakan pada Mayang dan aku akan menunggu mereka.
Penantian yang tak kunjung mendapat tanggapan... hingga tinggal hanya beberapa hari menjelang kebebasanku... kuberpesan kepada teman satu kamar selku... Jo biasa aku memanggilnya... "Jo... aku titip pohon kelapa kuning di kebun belakang ya... jika aku kembali ke sini... maka akan kurawat kembali... namun jika aku tidak kembali... anggaplah aku telah tiada Jo!" ku berpesan sambil menepuk pundak Jo.
***
Selepas dari pintu utama Penjara... segera kulangkahkan kaki menuju kediaman Mayang... dan benar dugaanku bahwa di kediaman Mayang memang ada sahabatku... Mayang tengah hamil tua. Kedatanganku adalah tetap untuk membicarakan secara baik-baik dengan sahabatku mengenai hubungan mereka. Namun yang kudapatkan begitu duduk dan berbicara adalah hal yang sangat menyakitkan...
"Yin... ini uang lima juta dan segera tinggalkan tempat ini... jangan ganggu kami! Lupakanlah Mayang!!!" Demikian yang kudapatkan dari sahabatku.
Tanpa bicara sepatah kata pun... segera kutinggalkan mereka tanpa ragu lagi... ku menuju rumah lamaku... menuju kamar untuk mengambil senjata laras panjang dan seragam loreng yang pernah kudapatkan dari seorang tentara yang kebetulan kukenal dengan baik.
***
Esok paginya... dengan berseragam tentara dan membawa senjata laras panjang... kulangkahkan kakiku kembali ke kediaman Mayang... namun tak kutemukan mereka di situ. Setelah bertanya pada tetangga kudapatkan kabar bahwa Mayang di bawa ke rumah keluarga sahabatku. Tak menunggu lagi ku menuju kampung tempat keluarga sahabatku. Sebelumnya kumeminta bantuan kepada ketua RT untuk menunjukkan di mana rumah keluarga sahabatku itu. Tanpa curiga ketua RT pun menunjukkan tempat yang kumaksud dan malah mengantarkanku... ia tak curiga karena benar-benar menganggap bahwa aku adalah seorang tentara.
Begitu tiba... tanpa ragu dan penuh amarah... kudobrak pintu... kudapatkan Mayang, sahabatku dan juga keluarganya... entah apa yang merasuki pikiranku waktu itu... kuberondong seluruhnya dengan senjata laras panjang hingga tak bernyawa seluruhnya. Ketua RT yang menyaksikan hal itu menjadi ketakutan... kuberteriak untuk mengancamnya agar jangan banyak mulut atau ia pun akan bernasib sama... setelah itu kuberteriak kembali agar ketua RT itu lari sebelum aku berubah pikiran... ia pun lari ketakutan.
Setelah itu seluruhnya kubenamkan dalam sumur tua di belakang rumah keluarga sahabatku. Setelah itu aku kembali ke kampungku sendiri.
***
Beberapa hari kemudian... apa yang telah kulakukan akhirnya tercium juga... namun malahan kudatangi tempat kejadian dan membantu para petugas penyidik sambil berkata... "Sadis sekali orang yang melakukan ini". Ternyata memang tak ada yang curiga... dan setelah itu pun aku pulang kembali. Sedikit Tenang.
Namun... akhirnya tercium juga apa yang telah kulakukan. Dua kali ku disergap, dan dua kali pula peluru petugas pemburu yang memburuku tak dapat menembus tubuhku. Namun ketiga kalinya rupanya petugas pemburu membawa orang yang tahu kelemahanku. Dan orang itulah yang melumpukanku dengan batang kayu penumbuk beras. Orang yang ternyata adalah teman satu guru semasa belajar ilmu bela diri dan kebatinan.
***
Hukuman Mati akhirnya dijatuhkan atas apa yang telah kulakukan. Kembali ke Penjara... Kembali kutemukan pohon kelapa kuning yang kutanam dan telah meninggi... namun tiada lagi Jo karena ia telah bebas.
Kamar sel yang kuhuni pun bukan kamar sel yang dulu lagi... melainkan Sel Khusus yang di sebut Sel Tikus yang ditujukan untuk terhukum yang dianggap berbahaya. Penghuni Sel Tikus pun dilengkapi dengan belenggu lengan dan kaki dengan rantai panjang.
Hari-hari yang membuatku merenung... teringat kembai dengan masa kecil... bermain... belajar... bekerja di ladang bersama kedua orang tuaku. Hingga satu waktu aku teringat dengan pesan kedua orang tuaku dulu mengenai mendekatkan diri pada Tuhan dengan doa dan beribadah.
Namun apa daya... lengan dan kakiku terbelenggu... tiada daya... namun tiada daya tak meruntuhkan niatanku dan membuat hal ajaib terjadi... ku mampu melepaskan diri dari belenggu... ku beribadah dan berdoa.
Hal ajaib yang rupanya membuat marah para petugas penjara... dengan menodongkan senjaranya.., mereka mengganti belenggu dan rantai pada kedua lengan dan kakiku. Namun tetap saja tak mampu membelengguku ketika niat tulusku untuk beribadah dan berdoa timbul. Hingga akhirnya aku dihadapkan pada kepala Penjara... kukatakan bahwa bukan diriku yang melepaskan belenggunya... Tuhan lah yang melepaskan belenggunya. Tuhan mendengarkanku yang hina ini.
Kepala penjara akhirnya tak pernah lagi membelenggu lengan dan kakiku. Hak ku sebagai terhukum untuk beribadah dan berdoa kudapatkan. Bukan atas kehendakku. Tuhan yang melakukannya.
Satu hari... selesai aku beribadah dan berdoa... seorang penjaga mendekatiku karena mendengarkan alunan doa yang kulantunkan... "Apa yang akan kamu lakukan Yin jika ada pengampunan untukmu dari negara?"
Sebuah tanya yang kujawab dengan diam dan tetap fokus berdoa... sebuah jawaban bahwa hal itu sudah tak kuharapkan dan sangat mustahil akan terjadi.
Kediamanku membuatnya berucap kembali... "hhmmm apa yang kau inginkan sebagai permintaan terakhir atau pesan terakhirmu nanti Yin... jika aku boleh tahu???"
Pertanyaan yang akhirnya membuatku menoleh padanya lalu tersenyum... ia pun tersenyum... sebuah pesan dan harapan...
"Jika diri ini boleh dan masih diberikan kesempatan untuk berbicara... Diri ini ingin menyampaikan apa yang pernah di sampaikan oleh Kedua orang tuaku dulu... yaitu sebuah pesan yang berbunyi: Makan dan Tidurlah secukupnya... dan Jangan Lupa... Sering-seringlah menengok kolong tempat tidur kita!"
Itulah pesan dan harapan yang ingin kusampaikan... tiada keinginan lain apapun lagi selain ingin berusaha menjadi setitik putih di antara hitamnya kehidupanku... hanya itu... kata-kata yang jika di maknakan akan berarti... makan dan tidur secukupnya agar tubuh tidak menjadi malas dan kegemukan... karena jika terlalu gemuk akan banyak penyakit... sering-sering menengok kolong tempat tidur maksudnya adalah sering-seringlah melihat orang yang kehidupannya jauh di bawah kita... atau singkatnya adalah sering-seringlah melihat ke bawah untuk bercermin dan bersyukur bahwa kita memiliki rejeki yang lebih baik dan lebih bisa mengerti dan memahami bagaimana kesulitan ataupun kesusahan hidup orang yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Demikian... sebuah harapan... di antara hitamnya kehidupanku... ku berharap akan bisa melakukan setitik putih bagi siapapun yang sudi mendengarkan dan melakukannya.
***
Andai Ku Dapat Memutar Waktu... Semuanya mungkin tak'kan terjadi
***
Kutuliskan dan kubagikan kisah Yin ini bukan untuk ditiru apa kejadiannya melainkan untuk di maknai agar jangan sampai terjerumus dan terlakukan oleh siapapun... cukup di diri Yin... sebuah nafas kehidupan yang berharap bisa melakukan Setitik Putih di antara Hitam jalan Kehidupannya.
~000OOO000~
Sebuah Kisah Dari Balik Jeruji Ilustrasi: Yin Symbol dari happehtheory.com Video "Hitamku dari Andra & The Backbone (Lyric)" ~Hsu~
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H