"]Tulisan ini tidak saya tempatkan dalam post rubric 'Hukum', karena akan saya kesampingkan semua aturan hukum dalam menuliskan hal ini.
"Remisi adalah Hak Setiap Narapidana" demikian yang sering saya baca selama beberapa tahun melewati lorong demi lorong dari satu rutan/lapas ke rutan/lapas lainnya. Hari, Minggu, Bulan, dan Tahun Pertama,Â
Remisi alias potongan memang begitu saya harapkan, namun seiring berjalannya waktu, karena hukuman yang demikian lama, saya lebih fokus kepada bagaimana caranya bertahan hidup, tidak sakit, tidak ada konflik, dan bisa pulang setelah menebus yang namanya kesalahan menurut putusan pengadilan. Tak memikirkan mengenai cuti, apalagi bebas bersyarat.Â
Menjalani sebaik-baiknya hingga bebas adalah yang saya lakukan. Inti sebenarnya tak begitu memikirkan adalah ketiadaan kemampuan finansial untuk bisa mendapatkan hak-hak tersebut. Jadi lebih baik diam dan menjalani sebaik-baiknya. Apalagi sebagai orang bersalah waktu itu saya sudah termasuk orang yang membebani keuangan negara yang menanggung biaya makan saya selama menjalani hukuman.
Koruptor, yang paling saya pahami adalah dijebloskan ke penjara karena putusan pengadilan akibat dari tindakan yang mengakibatkan terjadinya 'kerugian negara'. Itu inti yang saya tahu.Â
Dan karena inti tentang ada atau tidaknya 'kerugian negara' itulah walaupun sudah ada peraturan mengenai ketatnya remisi bagi koruptor, jika dalam berkas putusan tidak ada disebutkan 'terjadinya kerugian negara', maka mereka tinggal panggil pengacara atau ahli hukum untuk membuat Telaahan Kasus ke Dirjenpas dan bisa lolos dari pengetatan remisi.
Kebanyakan yang terjeblos kasus korupsi yang pernah saya lihat dan tahu adalah orang-orang hebat yang punya kemampuan hebat bukan hanya otak melainkan juga secara finansial.
Kondisi terpenting yang tercipta jika seorang yang diputuskan oleh pengadilan terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan kerugian negara jika kemudian dikaitkan dengan Remisi adalah Negara yang menjadi serba salah dan Oknum-oknum petugas Rutan/Lapas yang kecipratan enaknya (bagi yang tergoda, seperti sepasang kekasih yang begitu mendambakan pasangannya menyuapi makanan enak yang begitu nikmat hingga lupa daratan dan hasilnya mabuk kepayang).
Negara yang menjadi serba salah saya artikan bahwa negara harus menanggung biaya bagi para napi termasuk koruptor. Jika hukumannya semakin lama maka biaya negara untuk para napi akan semakin besar, dan jika mau diurut dan ditelusuri semua orang pasti akan bisa menelusuri bahwa pengeluaran negara yang satu ini pun sumbernya dari pendapatan negara yang salahsatunya pula dari hasil uang pajak yang kita bayarkan sebagai wajib pajak.Â
Hubungannya dengan remisi? jika diberikan remisi, para koruptor ini akan keenakan dan jika tidak diberikan remisi, negara yang harus menanggung biaya mereka dalam penjara sana, bukan hanya biaya makan.biaya energi pun semakin terbebani seperti biaya listrik. Namun jika mencermati bahwa banyak yang kelihatannya tak setuju jika koruptor diberikan remisi, berarti banyak yang ikhlas jika negara menjadi terbebani akan hal itu.
Oknum-oknum petugas rutan/lapas yang kecipratan enaknya saya artikan begini, Koruptor sudah pasti tajir (seperti yang telah dituliskan diatas) alias memiliki kemampuan finansial yang kuat. Kelemahan mereka bisa dipelajari dengan mudah.Â