"Tuh, lihat, dia aja bisa, masa kamu enggak?"
"Coba lihat tuh abangmu, di umur 23, sudah bisa jadi PNS."
Sebagai seorang anak, agaknya saya sangat bisa merasakan bagaimana rasa 'kurang nyaman'-nya sebagian besar para anak di sekitar saya yang kerap dibanding-bandingkan oleh ayah atau ibunya, entah dibandingkan dengan saudara kandung ataupun dengan tetangga-tetangganya.
Saya pun yakin, para orang tua yang demikian sebetulnya mempunyai niat yang baik. Mereka ingin ---katakanlah--- memotivasi anaknya agar menjadi lebih baik.
Namun persoalannya, dengan cara yang seperti itu, orang tua tampak tidak mempedulikan bagaimana perasaan dan kondisi psikologis seorang anak ketika dibanding-bandingkan dengan orang lain. Alih-alih termotivasi, anak justru bisa merasa jengkel, meragukan diri sendiri, berpikiran negatif, bahkan stres.
Para ibu, coba bayangkan jika anakmu secara terang-terangan membanding-bandingkan masakanmu yang kurang enak dengan masakan tetangga yang begitu enak, yang sesekali dibagikannya.
Para ayah, bagaimana rasanya jika anakmu membandingkan pekerjaanmu dengan pekerjaan ayah temannya yang dinilainya lebih baik? Barangkali ibu dan ayah pun bisa merasa jengkel jika anak bersikap demikian.
Oleh karena itulah, para orang tua semestinya dapat mendidik dan membimbing anak tanpa menghakimi apalagi membanding-bandingkan dengan anak lainnya.
Setiap anak itu unik, memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Kemampuan dan kecerdasan setiap anak tentulah berbeda-beda. Jika seorang anak pandai bermain sepak bola, jangan paksa ia untuk mendapat nilai 100 pada pelajaran Kimia. Jika seorang anak mahir dalam berhitung, jangan tuntut ia untuk sempurna dalam menyusun sebuah puisi. Senada dengan kata-kata yang sangat terkenal dari Albert Einstein bahwa setiap orang itu genius, dan kita tidak bisa membandingkan ikan dengan monyet dalam kemampuannya memanjat pohon.
Melansir advokasi.co dan beberapa artikel jurnal yang penulis baca, berikut ini beberapa poin pendekatan lebih positif yang bisa para orang tua lakukan dibandingkan dengan 'budaya' membanding-bandingkan.
- Tetapkan benchmark (tolok ukur), bukan membandingkan
- Dorong anak mengatasi kelemahannya
- Berikan pujian untuk keunggulan yang dimiliki anak
- Hindari ekspektasi yang tidak realistis
- Siapkan dukungan dan cinta tanpa syarat
- Jadilah pendengar yang baik
- Hargai setiap usahanya
- Jangan pernah menuntut anak untuk sempurna
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H