Mohon tunggu...
Adhika Dwi Pramudita
Adhika Dwi Pramudita Mohon Tunggu... -

Adhika adalah Editor-In-Chief Majalah Studentpreneur, majalah yang membahas tentang entrepreneurship di kalangan remaja. Kami mempunyai visi untuk membuat Indonesia mempunyai 1 juta orang Studentpreneur di tahun 2014

Selanjutnya

Tutup

Money

Belajar Bisnis dari Sun Tzu – Bagian 1

11 November 2013   18:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:18 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buku “The Art of War” dari Sun Tzu telah lama menjadi best seller di dunia, terkenal di kalangan pebisnis dan manajemen. Meskipun isi bukunya banyak membahas tentang bagaimana cara memenangkan perang di jaman China kuno, “The Art of War” telah lama menjadi pegangan wajib para pemimpin dunia bisnis. Apabila Anda bisa memahami buku ini, Anda akan bisa memenangkan perang bahkan sebelum melakukannya. Sayangnya, memahami buku “The Art of War” bukanlah hal yang mudah. Tim Studentpreneur telah bekerja keras untuk menyaring enam nasehat terpenting dari Sun Tzu untuk memenangkan perang, termasuk perang persaingan dalam bisnis Anda. Pada bagian pertama ini, Tim Studentpreneur akan membahas tiga nasehat pertama dari Sun Tzu.

Taklukkan Pasar dan Persaingan Tanpa Menghancurkannya

“Memenangkan seratus kemenangan dalam seratus peperangan bukanlah kemampuan sempurna. Berhasil membuat musuh menyerah sebelum berperang adalah kemampuan yang sempurna.” – Sun Tzu

Seringkali dalam industri yang persaingannya sangat ketat, bisnis yang terlibat di dalamnya saling membunuh dan menghancurkan industri itu sendiri. Kita lihat saja industri penerbangan murah yang akhirnya memaksa penyedia jasa penerbangan untuk menekan harga dan satu-persatu bisnis penerbangan pun jatuh. Industri penerbangan kita sempat turun sebelum akhirnya mulai bangkit akhir-akhir ini. Kasus yang sama terjadi di industri komunikasi. Perang tarif dan bonus dari operator menyebabkan dari banyak sekali operator di Indonesia, hampir semuanya kolaps dan hanya beberapa yang mampu bertahan.

Cara terbaik untuk memenangkan pasar saat ini adalah yang tidak membuat pesaing merasa tersaingi dan tidak merusak pasar. Contoh paling gemilang ditunjukkan oleh Amazon yang merevolusi industri penjualan buku, dan bahkan menciptakan pasar baru dengan meluncurkan Kindle dan menjual e-Book sebagai sumber penghasilan utamanya. Netflix yang mampu membuat kita membayar lebih murah untuk menonton film tanpa menghancurkan pasar film juga merupakan contoh bagus dari menaklukkan pasar dan mengalahkan pesaing tanpa menghancurkannya.

Hindari Kekuatan dan Serang Kelemahan

“Tentara itu seperti air, bagi air yang mengalir biasanya menghindari ketinggian dan menuju ke dataran yang lebih rendah, tentara harus menghindari kekuatan dan menyerang kelemahan.” – Sun Tzu

Banyak Startup baru yang berjatuhan karena nekat menyerang bagian terkuat dari pesaing yang ada. Persaingan terang-terangan hanya akan membuat pesaing sadar dan menyerang baik dengan kuat. Daripada bersaing dalam bisnis dan area yang dikuasai pesaing, lebih baik bagi startup untuk mencoba bersaing di daerah yang tidak terlalu dipedulikan oleh pesaing. Contoh dari luar negeri adalah Wallmart, salah satu toko retail terbesar di dunia, justru memulai bisnisnya di kota-kota kecil yang tidak dipedulikan oleh toko retail besar waktu itu. Perlahan, Wallmart mengalahkan pesaing lokal yang kecil dan menjadi besar, cukup besar untuk masuk ke kota besar dan mengalahkan retailer besar. Seandainya Wallmart langsung berperang dengan retail besar, bisa jadi modal mereka langsung habis dan kalah.

Contoh lokal yang bagus adalah Grup Media Jawa Pos. Semua orang tahu pasar terbesar untuk media adalah Jakarta, namun sudah ada Kompas yang Berjaya di sana. Daripada memaksa bersaing di Jakarta, Jawa Pos memulai dari Surabaya dan Jawa Timur, perlahan melakukan pengembangan ke semua daerah kecil di Indonesia. Jawa Pos kini telah mempunyai kantor berita di hampir semua kota kecil di Indonesia, mengalahkan Kompas di hampir semua daerah Indonesia, kecuali Jakarta. Meskipun tidak terlalu bersaing di pasar terbesar, gabungan penguasaan pasar-pasar kecil Jawa Pos mampu membuat mereka menjadi sebesar (kalau tidak lebih besar) dari Grup Kompas.

Mau baca berbagai artikel lengkapnya? Langsung aja ke:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun