Baru-baru ini publik dibuat geger karena cuitan seorang pegiat media sosial yang patut diduga telah menghina agama Islam. Dalam cuitannya di twitter, pemilik akun @FerdinandHaean3 menuturkan bahwa orang-orang yang membela Allah berarti menganggap bahwa Allah mereka lemah. "Kasihan sekali Allahmu ternyata lemah harus dibela," tulisnya.
Selanjutnya, orang yang di bio twitternya tertulis kata-kata "Tidak Beragama Tapi berTuhan" dan kemudian diubah "Tak Mengejar Surga | Masih Berbuat Dosa" itu mengemukakan bahwa Allah-nya maha segalanya sehingga tak butuh dibela. "Kalau aku sih Allahku luar biasa, maha segalanya, DIA lah pembelaku selalu dan Allahku tak perlu di bela," ungkapnya.
Cuitannya itu banyak dibanjiri kritik dari berbagai pihak. Hal itu karena cuitannya dinilai telah melakukan pelecehan agama. Dalam tulisan ini, saya ingin menanggapi cuitan tersebut ke dalam tiga poin berikut ini.
Pertama, memang benar Allah subhanahu wa ta'ala tidak butuh dibela. Sebab, Dialah Al-Jabbar, Sang Maha Kuasa atas segalanya. Tidak akan terjadi apapun di dunia ini kecuali atas izinnya. Dialah Al-Muhyii dan Al-Mumiit, Yang Maha Menghidupkan dan Yang Maha Mematikan.Â
Dia bisa saja mencabut nyawa atau membiarkan hidup orang-orang yang telah melakukan penghinaan kepada-Nya. Dialah Al-Majiid, Dzat Yang Maha Mulia, sekalipun banyak manusia yang menghinaNya atau tidak lagi menyembahNya, hal itu tidak akan menghilangkan kemuliaan dari-Nya.
Kedua, Allah subhanahu wa ta'ala maha segalanya, Dialah pemilik 99 asmaul husna. Dia adalah Al-Kholiq, Sang Pencipta alam semesta, kehidupan, dan manusia. Dia bukanlah makhluk. Makhluk memiliki sifat lemah, terbatas, serba kurang, dan saling membutuhkan.Â
Makhluk itu lemah, tidak bisa berkuasa terhadap semua hal. Makhluk itu terbatas umur dan, fisiknya. Makhluk itu serba kurang dan saling membutuhkan antar sesamanya,
Sedangkan, Al-Kholiq tidak boleh memiliki dan tidak mungkin memiliki sifat-sifat makhluk. Allah tidak lemah sehingga Dia Maha Kuasa atas segalanya. Allah tidak terbatas sehingga Dia Azali, tidak berawal dan tidak berakhir, tidak dilahirkan dan tidak pula meninggal. Allah tidak serba kurang dan tidak saling membutuhkan sehingga Dia Al-Ahad, Esa, tidak lebih dari satu, tidak membutuhkan Tuhan yang lain, tidak beranak, dan tidak pula diperanakkan.
Ketiga, manusialah yang justru butuh pengakuan dari Allah. Sebagai makhluk (ciptaan) dan sebagai seorang hamba, manusia sangat butuh diakui keimanannya oleh Allah. Sungguh sangat nestapa bagi seorang manusia yang mengaku muslim, mengaku beriman kepada Allah, namun ternyata Allah tidak mengakui keimanannya. Untuk itu, agar manusia diakui keimanannya oleh Allah, dia harus membuktikan keimanannya.
Iman ibarat cinta yang tidak hanya sebatas diucap tapi juga harus dibuktikan dengan tindakan. Iman kepada Allah berarti cinta kepadaNya, bersedia menaati perintahNya, menjauhi laranganNya, serta membelaNya bila dihina.Â