Menjelang hari-hari terakhir di bulan Ramadhan, kaum muslim mulai banyak yang menunaikan salah satu rukun Islam yaitu mengeluarkan zakat fitrah. Pada saat itu juga, banyak pihak pengumpul zakat yang menawarkan jasanya untuk menghimpun dan menyalurkan zakat dari umat kepada delapan asnaf penerima zakat.
Dari delapan asnaf itu, ada dua golongan penerima zakat yang terkadang banyak disalah-pahami oleh kaum muslim. Dua golongan tersebut yaitu "amil zakat" dan "fi sabilillah".
1. Amil Zakat
Menurut Ustadz Shiddiq Al-Jawi, status amil zakat yang syar'i untuk saat ini sudah tidak ada. Ketiadaan tersebut disebabkan karena tidak adanya "khalifah" yaitu pemimpin kaum muslim yang menerapkan syariat Islam secara totalitas. "Amil Zakat sesungguhnya adalah para petugas zakat yang diangkat oleh Imam (Khalifah). Padahal sejak tahun 1924, Imam (Khalifah) kaum muslimin sudah tidak ada lagi sejak runtuhnya Khilafah di Turki tahun 1924 dengan khalifah terakhirnya Sultan Abdul Majid II," tulis Ustadz Shiddiq dalam rubrik tanya jawabnya.
Para ahli fiqih, kata beliau, telah menjelaskan definisi dan tugas Amil Zakat. Hal itu membuat jelas bahwa kedudukan Amil Zakat adalah sebagai petugas zakat yang diangkat Imam [Khalifah]. Salah satu ahli fiqih yang beliau kutib pendapatnya ialah Abdullah bin Manshur Al Ghafili dalam kitab Nawazil az-Zakah halaman 371. Dalam kitab tersebut dijelaskan, para fuqaha bersepakat tentang definisi amil zakat yaitu para petugas yang diangkat oleh Imam [Khalifah] untuk mengumpulkan zakat dari muzakki. Ulama Hanafiyah mencukupkan dengan definisi itu, sedangkan mayoritas ulama dari mazhab Malikiyah, Syafi'iyah, dan Hanabilah menambahkan bahwa tugas amil zakat yaitu mengumpulkan serta mendistribusikan zakat.
Selain pendapat ulama tersebut di atas, Ustadz Shiddiq juga menambahkan, para ulama dari empat mazhab telah menyebutkan definisi amil zakat dengan maksud yang sama, yaitu sebagai petugas zakat yang diangkat oleh Imam atau Khalifah (penguasa kaum muslim).
Beberapa ulama beserta kitabnya yang juga menjadi rujukan beliau di antaranya ialah a) Imam Sarakhshi (ulama mazhab Hanafi) dalam kitabnya yang berjudul al-Mabsuth juz 3 halaman 9; b) Imam Qurthubi (ulama mazhab Maliki) dalam kitabnya yang berjudul Tafsir al-Qurthubi juz 8 halaman 76; c) Imam Syafi'i (ulama mazhab Syafi'i) dalam kitabnya yang berjudul al-Umm juz 2  halaman 91; dan penjelasan Imam Ibnu Qudamah (ulama mazhab Hambali) yang dinukil oleh Abdullah bin Manshur Al Ghafili dalam kitabnya yang berjudul Nawazil az-Zakah halaman 371-375.
Ustadz Shiddiq juga menambahkan, amil zakat sebagai sebutan bagi petugas zakat yang diangkat oleh Imam (Khalifah) bersumber dari dalil hadits-hadits shahih. "Di antaranya riwayat Abu Hurairah RA, dia berkata,"Rasulullah SAW telah mengutus Umar bin Khaththab untuk memungut zakat." (HR Muslim, No.983)," ungkap beliau.
Berdasarkan penjelasan tersebut, lanjut Ustadz Shiddiq, status amil zakat yang syar'i untuk saat ini tidak ada sebab sang Khalifah (yang menerapkan Islam secara totalitas) sudah tidak ada sejak tahun 1924. Maka dari itu, siapapun petugas pengumpul zakat saat ini, baik orang perorangan ataupun suatu lembaga, dia tidak berhak menerima zakat dari asnaf "amil zakat" karena dia bukan amil zakat yang syar'i, kecuali kalau dia termasuk asnaf yang lain seperti fakir, miskin, atau ghorim. Meskipun demikian, dia boleh mengambil upah sehubungan dengan akad wakalah karena dia menjadi wakil dari muzakki (orang yang membayar zakat) yang menyalurkan zakat kepada mustahiq zakat (penerima zakat).
Penerima zakat golongan "fi sabilillah" sering dimaknai secara meluas yaitu semua jalan kebajikan seperti membangun atau memakmurkan masjid, membangun madrasah atau pondok pesantren, dan sebagainya. Oleh sebab itu, ada kaum muslim yang mendistribusikan zakatnya kepada pihak masjid karena beranggapan bahwa membangun atau memakmurkan masjid termasuk bagian dari delapan asnaf penerima zakat.