Mahram merupakan orang laki-laki atau perempuan yang menjadi saudara dekat yang haram dinikahi karena 3 hal yaitu keturunan, sepersusuan, dan pernikahan. Ketiga hal ini telah banyak dijelaskan oleh para ulama.
Artikel ini difokuskan untuk membahas beberapa hal yang perlu kita sadari terkait mahram agar tidak ikutan salah kaprah memahaminya. Sebab, penulis pernah mendapati beberapa orang yang memiliki persepsi salah tentang mahram. Lebih parah lagi, salah paham tentang mahram bisa mengantarkan kepada dosa besar. Naudzubillahi min dzalik. Nah, supaya tidak terjadi demikian, yuk kita simak berikut ini.
1. Mahram belum tentu boleh jadi wali nikah
Pembahasan pertama dan sangat penting diketahui adalah laki-laki yang mahram dengan seorang perempuan belum tentu bisa menjadi wali nikah si perempuan tersebut. Hal itu berlaku ketika laki-laki tersebut menjadi ayah tiri bagi si perempuan. Setelah laki-laki tersebut menikahi ibu dari perempuan itu lalu menggauli ibu perempuan itu, maka laki-laki (ayah tiri) tersebut menjadi mahram bagi si anak perempuan. Meski demikian, ayah tiri yang sudah jadi mahram tidak bisa menjadi wali nikah karena ia tidak masuk dalam kategori orang yang boleh jadi wali nikah.
Penulis pernah dapati seorang ayah tiri menjadi wali nikah dari anak perempuan istrinya. Hukumnya tentu tidak sah. Jika diteruskan, maka hubungan pernikahan mereka layaknya hubungan zina. Dengan demikian, bukan pahala yang akan mereka panen, tapi dosa besar yang selalu ada. Lebih parah lagi jika dalam pernikahan mereka dikaruniai anak, anak tersebut adalah anak hasil zina karena pernikahan kedua orangnya tidak sah. Masalah selanjutnya akan lebih kompleks lagi yaitu si anak tersebut tidak akan mewarisi harta ayah biologisnya karena nasab si anak terputus ke ayah biologisnya dan si anak tersebut (jika perempuan) wali nikahnya hanya wali hakim, tidak ada pilihan lain.
2. Mahram tetap meski terjadi perceraian
Orang yang menjadi mahram karena sebab pernikahan ialah orang tua dari pasangan (bapak/ibu mertua). Hal itu berarti seorang menantu menjadi mahram mertua begitu pula sebaliknya. Status mereka adalah mahram selamanya. Maksudnya, jika ia cerai sehingga statusnya menjadi mantan menantu dan orang tua pasangannya menjadi mantan mertua, status mereka tetap menjadi mahram selamanya. Jadi mantan menantu tetap menjadi mahram mantan mertua. Hal ini didasarkan pada dalil dalam QS. An-Nisa ayat 23, "Diharamkan bagi kalian menikahi ibu-ibu istri kalian (mertua)." Pengharaman dalam ayat ini bersifat selamanya sehingga mertua meskipun sudah jadi mantan, ia akan tetap menjadi mahram.
3. Mahram nasab, pasangannya bukan mahram
Ada beberapa golongan yang menjadi mahram sebab keturunan (nasab) di antaranya saudara kandung sendiri dan saudara kandung dari bapak/ibu kita. Namun, pasangan (suami/istri) dari golongan-golongan ini tetap orang non-mahram lho ya. Misalkan, jika Anda adalah laki-laki memiliki kakak laki-laki, istri dari kakak laki-laki Anda itu bukan mahram Anda. Begitu pula, jika Anda adalah perempuan dan bapak/ibu Anda memiliki saudara perempuan (bibi), suami dari bibi tersebut bukan mahram Anda. Karena bukan mahram, kita harus menjaga sikap kepadanya sebagaimana saat berinteraksi dengan orang asing yaitu dengan menutup aurat, tidak berkhalwat atau ikhtilat, menjaga pandangan, dll.
4. Mahram ada yang tidak dapat warisan
Mahram sebab nasab menjadi bagian dari ahli waris. Ia bisa saja dapat bagian waris, namun bisa juga terhalang karena hubungannya dengan ahli waris lebih jauh sedangkan ada mahram yang lebih dekat (sesuai urutan ahli waris dalam aturan Islam).