Mohon tunggu...
Santuso
Santuso Mohon Tunggu... Guru - pendidik generasi khoiru ummah

seorang pemuda yang sedang belajar menjadi penulis, linguis, jurnalis, aktivis, dan pendidik idealis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Beda Antara Ikhlas dan Ridho,Yuk Koreksi Biar Tak Salah Kaprah Lagi

24 Februari 2021   17:32 Diperbarui: 24 Februari 2021   17:58 5076
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
mistertuso.blogspot.com

Kata "ikhlas" dan "ridho" merupakan dua kata yang sama-sama berasal dari bahasa Arab. Kedua kata ini memiliki definisi secara istilah dan digunakan dalam keadaan yang berbeda. Namun, kata "ikhlas" paling dominan digunakan oleh kebanyakan orang dalam menyikapi berbagai keadaan. Padahal kata ini digunakan hanya dalam keadaan tertentu saja, sedangkan dalam keadaan lain, kita semestinya menggunakan kata "ridho".

Nah, agar tidak salah kaprah menggunakan kedua istilah syar'i ini, yuk pelajari perbedaannya.

1. Kata "ikhlas"

Kata ikhlas secara istilah berarti memurnikan amal hanya ditujukan kepada Allah subhanallahu wa ta'ala (lihat QS. Al-Bayyinah: 5). Maksudnya adalah melakukan amal kebaikan hanya ditujukan kepada Allah subhanallahu wa ta'ala dan tidak mengharap imbalan apapun dari makhluk-Nya.

Ikhlas merupakan salah satu dari syarat diterimanya amal kebaikan seorang hamba. Maka dari itu, jika amal ibadah kita ingin diterima Allah subhanahu wa ta'ala, maka salah satunya kita harus ikhlas dalam beramal.

Berdasarkan definisi ini, kata "ikhlas" digunakan ketika kita melakukan suatu amal kebaikan. Yakni, kita melakukan amal kebaikan itu dipersembahkan hanya kepada Allah subhanallahu wa ta'ala. Amal kebaikan itu seperti bersedekah, membaca Al-Qur'an, sholat, zakat, puasa, dan sebagainya.

Jika dianalogikan sebagai struktur kalimat dalam bahasa Indonesia, "ikhlas" digunakan saat kita menjadi subjek (pelaku) yang melakukan amal kebaikan. Kita tujukan amal kebaikan itu untuk Allah subhanallahu wa ta'ala.

Sebagai tambahan, beramal dengan mengharap balasan dari Allah (seperti mengharap pahala dan surga serta mengharap dijauhkan dari neraka) itu juga termasuk ikhlas. Hal ini didasarkan pada dalil-dalil yang ada.

Salah satu buktinya terdapat dalam hadits riwayat Bukhari nomor 3740 dan Muslim nomor 3518. Diriwayatkan dalam hadits tersebut, pada saat perang Uhud, ada seorang laki-laki yang sedang makan kurma, ia kemudian berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. "Bagaimana menurutmu, jika aku mati terbunuh, dimanakah tempatku?" katanya. Mendengar hal itu, Rasulullah tidak mencela laki-laki itu lantaran mengharap imbalan. Sebab, ia sebenarnya mengharap imbalan dari Allah (ketika mati terbunuh, imbalan apa yang diharapkan kalau bukan imbalan dari Allah).

Justru beliau menjawab bahwa balasan bagi dia jika syahid di medan perang adalah surga. Mendengar jawaban tersebut, orang itu langsung melempar kurma yang ada di tangannya, kemudian dia berperang hingga terbunuh. Setelah terbunuh pun, Rasulullah tidak mencela orang tersebut karena motivasi berperang untuk mencapai surga. Nah, hadits ini menjelaskan bahwa boleh hukumnya beramal dengan mengharap imbalan dari Allah.

Bukti bolehnya mengharap imbalan dari Allah juga terdapat di dalam hadits populer riwayat muttafaq 'alaih berikut. Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, "Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni." Hadits ini menunjukkan bahwa hukumnya boleh beramal dengan mengharap sesuatu dari Allah. Asalkan itu tidak mengharap sesuatu dari makhluk-Nya.

2. Kata "ridho"

Kata ridho secara istilah berarti menerima segala sesuatu yang diberikan Allah SWT dengan senang hati atau lapang dada, baik menerima hukum (syariat), qadha, maupun ketentuan-ketentuan yang telah Allah tetapkan.

Jika dianalogikan sebagai struktur kalimat dalam bahasa Indonesia, "ridho" digunakan saat kita menjadi objek yaitu pihak yang dikenai sasaran perbuatan. Karena itu, objek bersifat pasif, artinya tidak melakukan apa-apa, hanya menerima keadaan. Sehingga, kata "ridho" digunakan saat kita menerima atau ditimpa sesuatu.

Contoh penggunaan kata ini saat kita ditimpa musibah karena musibah adalah qadha dari Allah, kita hanya menerima. Ketika ada anggota keluarga yang meninggal, kita pasti sedih. Hal ini wajar karena ini naluri manusia. Namun, kita juga harus "ridho" yang berarti kita menerima qadha ini dengan lapang dada.

Di samping itu, tidak selamanya kita harus ridho saat menerima atau ditimpa sesuatu. Misalnya, jika harta kita diambil orang tanpa haq (seperti dicuri, di-ghazab), maka kita boleh tidak ridho karena harta itu adalah hak kita. Maka, pada saat itu terjadi, kalimat yang tepat untuk diucapkan adalah "Aku tidak ridho jika hartaku diambil si fulan".

Jadi, tidak tepat apabila pada keadaan itu kita mengucapkan "Aku tidak ikhlas jika hartaku diambil si fulan" sebab pada saat itu kita ditimpa suatu keadaan yaitu diambilnya harta kita oleh orang tanpa haq, bukan menyengaja memberikan harta kepada orang. Adapun jika kita menyengaja memberi harta (shodaqoh) kepada orang, maka tepat jika kita mengucapkan "Aku ikhlas menyedekahkan sebagian hartaku kepada si fulan."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun