Mohon tunggu...
Santuso
Santuso Mohon Tunggu... Guru - pendidik generasi khoiru ummah

Hai, salam kenal! Saya Santuso, seorang pemuda yang sedang belajar menjadi penulis, linguis, jurnalis, aktivis, dan pendidik Islam ideologis. Konten blog ini saya tulis untuk berbagi inspirasi, informasi, stori, dan nasihat islami. Bila bermanfaat, silakan disebarluaskan. Terima kasih.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Cukup Sambut Kemerdekaan dengan Tasyakuran, Tapi Sadari Hal Ini Juga!

18 Agustus 2020   22:54 Diperbarui: 19 Agustus 2020   06:36 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.sorottransx.com

Senin kemarin menjadi hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pasalnya, tepat 75 tahun yang lalu, bangsa kita ini mengumumkan diri menjadi bangsa yang merdeka dari penjajahan. Setelah sekian lama berjuang melawan penjajah, akhirnya sejak 17 Agustus 1945 silam bangsa kita ini bisa terbebas dari penjajahan fisik yang dahulu pernah menyengsarakan rakyat.

Hal itulah yang menjadi dasar bagi masyarakat di berbagai daerah untuk melakukan tasyakuran pada Senin (17/8/2020) malam kemarin. Mereka bersyukur atas nikmat kemerdakaan ini. Selain tasyakuran, mayarakat juga mengadakan berbagai lomba demi memeriahkan bulan proklamasi ini.

Kita semua setuju jikalau saat ini bangsa kita terbebas dari penjajahan secara fisik. Namun, apakah kita yakin penjajahan gaya baru hanya bersifat fisik semata? Jika ada yang masih menganggap bahwa penjajahan itu hanya bersifat fisik seperti layaknya yang dialami oleh saudara kita di Palestina, maka Anda perlu memahami dengan benar makna kata "merdeka" itu sendiri.

Dalam KBBI, kata "merdeka" berarti 1 bebas (dr perhambaan, penjajahan, dsb); berdiri sendiri: sejak proklamasi tanggal 17 Agustus 1945 itu, bangsa kita sudah --; 2 tidak terkena atau lepas dr tuntutan: -- dr tuntutan penjara seumur hidup; 3 tidak terikat, tidak bergantung kpd orang atau pihak tertentu; leluasa: majalah mingguan --; boleh berbuat dng --;

Jika merujuk pada definisi dalam kamus tersebut, kita dapat menilai bahwa merdeka itu harus berdiri sendiri, tidak terikat, dan tidak bergantung kepada orang/pihak lain. Berdasarkan hal itu, negeri ini tentunya belum sepenuhnya merdeka dari penjajahan. Sebab, disadari atau tidak, negeri ini belum berdiri sendiri dan masih bergantung kepada negeri adidaya Amerika dan Cina.

Penjajahan gaya baru saat ini tidak berfokus kepada penjajahan fisik. Akan tetapi, penjajahan gaya baru saat ini berfokus kepada kebijakan-kebijakan negara, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial-budaya, maupun hukum. Berikut ini penjabarannya.

1. Aspek Politik

Sistem politik di negeri ini carut-marut. Sangat kentara sekali bahwa politik dijadikan sebagai alat untuk mencapai keuntungan golongan dan alat mempertahankan kekuasaan yang sama sekali tidak pernah berpihak kepada rakyat. Politik seperti inilah tak ubahnya seperti yang pernah berlaku pada masa penjajahan dahulu.

Dalam politik saat ini, aspek materi (finansial) adalah tujuan utamanya. Hal itulah yang menyebabkan tidak ada lawan dan kawan sejati, namun yang ada hanyalah kepentingan abadi. Berita heboh tentang banyak menteri yang minta jatah menduduki kursi komisaris beberapa waktu lalu menunjukkan wajah asli politik di negeri ini. Di samping itu, adanya ribuan TKA masuk dan bekerja di Indonesia sementara penduduk negeri sendiri banyak pengangguran adalah bukti bahwa politik di negeri ini tunduk kepada negara adidaya. 

2. Aspek Ekonomi

Ekonomi yang berasaskan kapitalisme makin bercokol di negeri ini. Hulu dan hilir denyut nadi perekenomian telah dikuasai oleh asing. Penguasaan SDA dan asset-aset strategis di Indonesia banyak dikelola asing. Misalnya saja, tambang emas di Grasberg dikuasai Freeport- McMoRan. Sebagaimana kita ketahui pula Freeport-McMoRan di-back up oleh USA.

Di sisi lain, Pertamina saat ini memproduksi minyak bumi 41,16 persen dari total produksi nasional. Adapun produksi gas bumi Pertamina sekitar 43,82 persen dari total produksi nasional. Maka jelaslah bahwa penguasaan SDA didominasi oleh asing.

Di samping itu, rakyat harus menelan ludah karena tidak bisa menikmati SDA di negerinya sendiri. Kalau pun mau memilikinya, rakyat --yang sejatinya menjadi pemilik SDA-- harus membelinya dengan harga yang mahal.

Invasi ekonomi asing semakin mencengkram negeri ini lewat jebakan hutang yang kian waktu kian mencekik. Karena berbasis riba, hutang negara ini kian waktu kian meroket. Tercatat pada bulan Juni kemarin, hutang luar negeri negara ini sudah mencapai lebih dari Rp 6 triliun. Jadi, yang meroket itu hutang ya, bukan yang lain.

Karena begitu besarnya hutang itu, jika dipukul rata kepada seluruh rakyat, maka setiap warga negara ini menanggung hutang sebesar Rp17,53 Juta. Di samping itu, besarnya hutang tidak menunjukkan besarnya angka kesejahteraan bagi rakyat. Namun, besarnya hutang justru menunjukkan besarnya korupsi di negeri ini.

3) Aspek Sosial -- Budaya

Corak liberalisme mewarnai kondisi sosial budaya masyarakat kita saat ini.  Kebebasan yang  diusung  oleh  paham ini  telah  mendorong kerusakan moral generasi penerus bangsa. 

Gaya hidup bebas yang kental dengan drug, miras, dan zina telah menjadi life style pemuda hari ini. Hampir tak ada lagi corak "ketimuran" menghiasai relung di jiwa mereka. Sebagai contoh, kasus pembunuhan ibu oleh anaknya di Aceh karena tidak diberi uang merupakan bukti nyata bobroknya moral generasi saat ini. Di samping itu, dorongan untuk memperdalam ilmu agama cenderung tak lagi digandrungi.

4) Aspek Hukum

Selain menjadi warisan penjajah, hukum di negeri kita saat ini tak lagi memihak kepada keadilan. Uang dan kepentingan menjadi faktor penentu keputusan pengadilan. Akibatnya, rakyat biasa tak lagi punya kuasa untuk meminta keadilan. Kita bisa membuktikan dari contoh realita hukum di negeri ini yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

Seorang nenek mencuri kakao karena kelaparan harus ditangkap dan dihukum. Berbeda halnya dengan pengusaha yang telah menyebabkan kebakaran hutan yang luar biasa di Sumatera khususnya Riau justru dibebaskan. Inilah wajah hukum di negeri ini.

Uraian fakta di atas menjelaskan bahwa negeri ini belum sepenuhnya merdeka. Penjajahan gaya baru yang terjadi saat ini jauh lebih berbahaya. Sebab, pihak yang dijajah tidak merasa dan tidak menyadari sedang dijajah. Justru sebaliknya, mereka merasa sedang dibebaskan, dimerdekakan, dan dimakmurkan. Semoga kita tersadarkan dan tergerak untuk tidak hanya mencukupkan diri dengan tasyakuran menyambut 17 Agustus, namun juga tergerak untuk berjuang agar negeri ini benar-benar merdeka.

Sumber Bacaan
kbbi.web.id
tempo.co
pertamina.com
wartaekonomi.co.id
cnnindonesia.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun