Mohon tunggu...
Hanung Teguh
Hanung Teguh Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Hanya pegawe di kantor pajak nun jauh di Banda Aceh sana...

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Terimakasih Rinaldi!

24 April 2010   05:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:36 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Terimakasih memang seharusnya saya ucapkan kepada saudara Rinaldi. Berkat membaca tulisan-tulisannya, saya akhirnya menyadari atas keyakinan yang saya anut dan saya yakini. Berkat tulisan beserta diskusi-diskusi yang dilakukan oleh saudara Rinaldi dengan Kompasianer yang lain, saya menjadi semakin mantap dengan keyakinan yang saya anut.

Saya jadi membaca lagi beberapa literatur keislaman dan beberapa sejarah Islam, prinsip hidup dan jalan hidup yang saya anut dan saya YAKINI. Saya menjadi semakin yakin dengan prinsip hidup ini.

Atas nama logika

Adalah sebuah prinsip hidup yang saya lihat menjadi acuan utama saudara Rinaldi beserta beberapa Kompasianer yang lain. Saya melihat itulah akar mula dari diskusi-diskusi yang mungkin tak ada ujungnya.

Logika yang disodorkan memang terlihat manis, namun adalah suatu racun terhadap keyakinan dan prinsip hidup yang saya yakini. Seolah-olah segala sesuatu yang bisa dilogika adalah sebuah hal yang benar dan harus diyakini, sementara aspek yang diluar nalar adalah sesuatu yang salah.

Saya sadar, titik tolak yang berbeda adalah sebuah jurang pembatas antara saya dan saudara Rinaldi. Dia menyandarkan segalanya kepada logika (dari beberapa diskusi dan tulisannya) sementara saya menyandarkan keyakinan yang saya anut dan logika yang diberikan Alloh.

Titik tolak yang berbeda inilah yang menimbulkan hasil dan pemahaman yang berbeda. Saya sadar, ada beberapa hal yang memang di luar jangkauan akal pikiran saya. Namun saya juga menyadari bahwa itulah kelemahan manusia. Maka saya menyandarkan diri kepada sesuatu yang saya YAKINI, yaitu kepada Islam. Prinsip hidup dan jalan hidup saya.

Saya jadi sadar dengan titik tolak para sahabat dalam mempertahankan keyakinannya. Misalnya ketika Abu Bakar ditanya tentang perjalanan Isra' Mi'raj. Isra' Mi'raj adalah sebuah hal yang jauh diluar nalar dan logika, namun itu adalah sebuah hal yang harus saya yakini adanya. Bahwa Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan ke Masjidil Aqsho kemudian dilanjutkan ke langit ke-7.

Mungkin nanti saudara Rinaldi akan tertawa mendengar kepercayaan dan keyakinan saya ini. “Kok kuno”, mungkin itulah ucapan yang terlontar dalam hati pemegang paham materialisme. Tapi itulah, titik tolak saya adalah Islam dan akal sehat. Seperti Bilal yang secara ga logis bertahan terhadap penderitaan karena disiksa majikannya atas dasar ia memeluk agama Islam. Mungkin apabila di logika seharusnya cukup ia menyatakan keluar dari Islam maka akan terbebaslah segala penderitaan yang ia alami, namun ia tetap bertahan dengan ucapannya yang menyejarah: “Ahad.. Ahad.. Ahad”... Tuhan kami adalah satu, Islam agama kami.

Keyakinan yang ragu-ragu.

Titik tolak logika tanpa didasari oleh suatu kepastian akhirnya akan melahirkan sesuatu yang “nanggung”. Sesuatu yang tak pasti akhirnya tumbuh di dalam pemikiran.

Dalam kerangka logikalis, segala yang tak mampu dilogika akan tertolak kebenarannya. Inilah efek dari perkataan dan logika “manis” yang dilakukan oleh saudara Rinaldi. Saya sempat terpukau dengan logika dan penalaran yang ia lakukan. Namun ketika saya melakukan cek dan ricek atas Qur'an dan Sunnah, segala hal akhirnya menjadi jelas. Bahwa pemikiran yang dibawa oleh saudara Rinaldi membawa efek keraguan atas prinsip hidup saya.

Dengan logika yang cantik dan kelihatan nyambung, saya seolah-olah dipaksa untuk menalarkan dan menyetujuinya. Mengutak-atik dasar keimanan saya, tentang akidah dan ibadah. Sebuah hal yang sangat vital bagi kaum muslimin.

Akidah adalah sebuah hal mendasar yang selayaknya dipahami oleh kaum muslimin. Perkara yang berat. Tentang esensi manusia yang diciptakan oleh Alloh untuk beribadah dan tentang pengenalan sang ciptaan sepada Sang Penciptanya, Alloh SWT.

Dalam pemikirannya, tampak sudah mulai menyentuh kerangka dasar ini. Menyangsikan keberadaan Alloh dan segala ciptaannya. Mulai menimbulkan keraguan terhadap Al Qur'an dan hadist serta pendapat ulama. Segala hal harus di lihat dengan kacamata logika.

Padahal, segala urusan dalam Islam telah teratur. Dari ibadah sampai urusan ke kamar kecil sudah ada tuntunannya. Akal dan logika bukanlah hal pertama jadi rujukan kaum muslimin, Al-Qur'an dan hadist adalah rujukan pertama. Kemudian merujuk kepada sahabat dan akhirnya ke pendapat ulama. Inilah tahap dari pengambilan keputusan dalam Islam.

Al-Qur'an adalah kitab yang BENAR. Itu adalah sebuah prinsip yang harus diyakini oleh kaum muslimin. Segala hal yang tertulis tak boleh tertolak, karena ia adalah BENAR. Karena ia adalah Kalamullah, firman Alloh. Seorang muslimin tidak boleh mengambil satu ayat kemudian meniadakan ayat yang lainnya, karena dengan meniadakan ayat yang lainnya adalah dasar dari keragu-raguan. Ia BENAR karena Alloh telah berfirman menjaganya. Terbukti dengan banyaknya penghafal Al-Qur'an di muka bumi ini. Terbukti dengan isinya yang tidak pernah berubah sejak dari Nabi Muhammad SAW hingga kini. Metode penjagaan Al-Qur'an adalah sebuah metode yang sangat luar biasa. Metode hafalan beserta kegigihan untuk menghafalnya.

Ah, ini sudah di luar ilmu saya. Mungkin anda bisa mencarinya di internet atau berbagai literatur Islam yang lainnya.

Hadist (merujuk kepada shahih Bukhari dan Muslim) adalah BENAR. Ia derajatnya di bawah Al-Qur'an. Sebab dalam penulisannya adalah sebuah hal yang luar biasa. Dari meneliti para “perawi”, periwayat hadist. Perawi tidak boleh cacat moralnya, apabila ada perawi yang namanya muncul di kitab itu, maka ia adalah seorang sholeh yang terpercaya.

Dalam sebuah riwayat, imam Bukhari pernah menolak hadist dari salah satu perawi yang menipu kucing. Sang perawi tersebut memanggil kucing dengan lambaian tangan seolah-olah ada daging dan makanan di tangannya. Sebuah perkara yang sepele, namun itulah penjagaan Alloh kepada kemurnian sebuah hadist.

Sebab dalam Islam, antara keilmuan dan moral tak bisa dipisahkan. Kedua hal ini sangat berkaitan. Ditambah lagi dengan kesholehan yang harus ada di dalam para perawi. Inilah kaidah kebersihan ilmu yang dijaga oleh para ulama. Tidak serta merta seorang yang berilmu mampu menjadi ulama. Ia harus memiliki kesholehan dan moral yang baik. Itulah kaidah yang harus dipenuhi.

Inferioritas keyakinan.

Dalam segala diskusinya, saudara Rinaldi menggiring opini pembacanya. Saya tidak tahu apakah hal ini dilakukan dengan sengaja atau tidak.

Muslim bebal, kolot, ga modern adalah beberapa hal yang saya catat dalam bacaan saya. Dan menurut saya ini menimbulkan inferioritas oleh pembacanya. Seakan-akan penganut muslim yang masih memegang Islam sesuai Qur'an dan Sunnah adalah seorang yang kolot dan bebal. Seorang tak terbuka pikirannya.

Inilah sebuah kampanye negatif yang ditimbulkan oleh saudara Rinaldi. Dalam hal ego, saya tidak mau dong disebut orang yang kolot dan bebal. Namun setelah membaca literatur-literatur keislaman, akhirnya saya sadar bahwa ini adalah sebuah penggiringan opini yang dilakukan oleh saudar Rinaldi untuk menyentuh kerangka dasar pemikiran saya, yaitu akidah saya.

Maka, mulai saat ini saya canangkan bahwa saya adalah orang kolot dan bebal. Ini adalah prinsip hidup saya. Titik tolak yang saya yakini kebenarannya. Bukan sebuah hal yang negatif ketika saya mempertahankan keyakinan saya ini. Ini adalah harga mati yang harus saya pegang teguh sampai akhir. Karena ini adalah prinsip hidup saya! Titik!

Dalam hidup adalah sebuah hal yang harus dimiliki adalah prinsip hidup. Tanpanya sebuah hidup menjadi tidak terarah. Dengan prinsip hidup ini saya meyakini segala kebenarannya. Meyakini dan memantapkan untuk memegangnya. Apapun yang dikatakan orang lain, ini adalah keyakinan saya! Seharusnya andapun harus meyakini keyakinan yang anda pegang. Apakah artinya jika anda hidup namun ragu-ragu terhadap sebuah hal yang seharusnya anda yakini!

Kebenaran yang relatif.

Dalam segala tulisannya, keragu-raguan dimunculkan dengan relatifnya kebenaran tergantung dari sudut pandang mana dilihatnya. Menurut saya ini sudah tidak benar, hidup yang penuh dengan keragu-raguan.

Saya tidak memandang kebenaran secara relatif. Saya cukup sandarkan kepada prinsip hidup yang saya yakini kebenarannya. Yaitu Islam. Karena Islam adalah jalan hidup yang benar. Inilah keyakinan yang saya anut dan saya percayai.

Mungkin terlihat tidak logis dan tidak masuk di akal, namun seperti inilah. Titik tolak logis atau tidaknya bukanlah menjadi kerangka utama berpikir saya. Kerangka berpikir yang saya sandarkan adalah berdasarkan keyakinan yang saya anut dan akal yang dianugrahkan Alloh kepada saya.

Toleransi bukan melacurkan diri.

Dalam tulisan-tulisannya, tercetus nama toleransi. Menurut saya, toleransi adalah sikap saling menghargai tanpa harus meyakini keyakinan orang lain. Dengan meyakini keyakinan sendiri, namun tanpa harus meyakini keyakinan orang lain.

Saya menghormati keyakinan anda, namun anda juga harus menghormati keyakinan saya. Bukan berarti saya harus menerima ideologi-ideologi dari anda.

Dalam hal ini, saya mohon maaf kepada pembaca yang memiliki keyakinan yang berbeda dengan saya. Bukan maksud saya untuk “menggurui” anda dengan keyakinan saya. Karena saya adalah orang Islam, jadi tak pantaslah saya untuk berbicara tentang keyakinan yang lain. Cukuplah anda yang memiliki keyakinan berbeda dengan saya, menuliskan tentang pluralisme sesuai dengan keyakinan yang anda anut.

Mungkin kerangka berpikir saya ketika dikaji ulang ada beberapa hal yang tidak masuk akal dan tidak bisa di logika. Tapi inilah saya, saya yang masih bodoh dan masih perlu banyak belajar memahami keyakinan yang saya anut.

Saya berusaha untuk mempelajarinya sesuai dengan tuntunan rasul. Sesuai dengan ulama-ulama Islam yang terpercaya dan telah terbukti kesholehannya. Bukan merujuk dengan buku-buku pemikiran yang menyentuh tentang pluralisme dan lain-lain sebangsanya. Bagi saya, itu sudah tidak benar. Kenapa harus memahami Islam kepada orang yang belum paham kepada Islam?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun