Namun, sebelum Laras bisa menjawab, Banyu berbicara. "Kau tahu, Laras, hidup ini terlalu singkat untuk terus-menerus berada di persimpangan. Kita harus memilih jalan, bahkan jika itu berarti meninggalkan sesuatu di belakang."
Kata-kata Banyu seperti petir yang menghantam Laras. Benar, hidup ini adalah tentang memilih. Dan sekarang, di depan dua pria yang ia cintai, ia harus membuat pilihan.
**IV**
Laras bangkit dari kursinya, matanya berkaca-kaca. Ia melihat ke dalam mata Aditya, kemudian beralih ke Banyu. Masing-masing dari mereka menawarkan sesuatu yang berbeda, dan keduanya berarti dunia bagi dirinya.
"Aku...," suaranya pecah. Ia merasakan beban yang luar biasa di dadanya. "Aku memilih..."
Tapi sebelum ia bisa menyelesaikan kalimatnya, sebuah dering ponsel memecah keheningan. Itu dari ponsel Aditya. Wajah Aditya berubah tegang saat melihat layar.
"Aku harus pergi," katanya tiba-tiba, suaranya terdengar tajam. "Ini penting."
Ia berdiri, menatap Laras dalam-dalam, lalu berbalik dan keluar dari ruangan dengan cepat. Laras terdiam, hatinya berkecamuk. Tanpa disadari, ia merasa lega, seolah sebagian dari beban itu lenyap bersama kepergian Aditya.
Banyu menatapnya dengan senyum penuh pengertian. "Terkadang, hidup yang memutuskan untuk kita, Laras. Kau tidak perlu khawatir."
Laras tersenyum lemah, merasakan kekosongan yang aneh di hatinya. Tapi ia tahu, ini bukan akhir, melainkan awal dari sesuatu yang baru.
Dengan langkah berat, ia mendekat ke jendela, menatap langit malam yang gelap, mencoba menemukan jawabannya di antara bintang-bintang. Di dalam hatinya, ia sadar bahwa perjalanan ini baru saja dimulai, dan ia harus menyiapkan dirinya untuk menghadapi segala kemungkinan yang akan datang.