"Kau terlihat berbeda malam ini, Laras," ujar Banyu, sambil mengangkat alisnya sedikit, seolah mencoba membaca apa yang ada di balik mata Laras. "Ada sesuatu yang kau pikirkan?"
Laras tersenyum samar, tidak tahu harus menjawab apa. Jantungnya berdebar lebih kencang. "Hanya menikmati malam ini, bersama kalian berdua," katanya, berusaha menjaga suaranya tetap tenang.
Namun, ketegangan mulai terasa saat percakapan berlanjut. Banyu, dengan caranya yang spontan, mulai menceritakan kisah-kisah petualangannya yang penuh gairah, sementara Aditya mendengarkan dengan penuh perhatian, tetapi dengan sikap yang lebih tertutup.
"Aku ingat waktu kita di pantai itu, Laras," kata Banyu tiba-tiba, matanya tertuju pada Laras. "Angin malam itu, suara ombak... Aku merasakan sesuatu yang sangat berbeda malam itu. Sesuatu yang kuat."
Aditya menatap Banyu, matanya menyipit sedikit, tapi ia tetap tenang. "Laras, kau juga menyukai ketenangan, bukan? Pantai memang indah, tetapi kau selalu mengatakan bahwa rumah adalah tempat terbaik bagimu," katanya, dengan nada yang halus namun penuh makna.
Laras merasa jantungnya hampir meledak. Dua dunia ini mulai bertabrakan di hadapannya, dan ia tidak bisa lagi mengabaikan benturan itu. Ia menyadari bahwa pilihannya bukanlah sekadar tentang siapa yang lebih mencintainya, tetapi tentang siapa yang lebih ia cintai---dalam-dalam, dengan segala ketidaksempurnaan yang ada.
**III**
Malam semakin larut, dan perapian mulai meredup. Laras menyadari bahwa ia tidak bisa menghindari kenyataan ini lebih lama lagi. Kedua pria ini, dengan semua kelebihan dan kekurangannya, adalah bagian dari hidupnya yang sekarang saling bertentangan.
"Aku tidak bisa," gumamnya akhirnya, suara itu hampir tidak terdengar. "Aku tidak bisa memilih..."
Aditya dan Banyu terdiam. Waktu seakan berhenti sejenak, dan hanya suara angin di luar jendela yang terdengar.
"Laras," kata Aditya lembut, suaranya seperti bisikan angin. "Aku tahu kau berada di posisi yang sulit. Aku tidak akan memaksa. Apa pun yang kau putuskan, aku akan menerima."