**I**
Di sebuah kota kecil yang sunyi, di mana angin malam membawa serta aroma bunga melati yang menenangkan, ada sebuah rumah tua dengan taman yang indah. Rumah itu dihuni oleh seorang wanita bernama Laras, yang keindahan wajahnya sebanding dengan keelokan rumahnya. Laras adalah seorang pelukis yang gemar menghabiskan malam-malamnya di bawah sinar rembulan, mencurahkan perasaannya ke atas kanvas.
Namun, di balik ketenangan dan kecantikan yang memancar dari dirinya, tersembunyi sebuah dilema yang menggerogoti hatinya. Ia berada di persimpangan antara dua pria yang sama-sama mengisi ruang dalam hatinya, masing-masing dengan caranya sendiri yang unik.
Ada Aditya, seorang pengusaha muda yang sukses, dengan pesona yang memikat dan sikap yang tenang. Di mata Laras, Aditya adalah sosok yang stabil dan penuh kepercayaan diri. Wajahnya yang tegas selalu memberinya rasa aman, seolah segala masalah dunia dapat ia atasi dengan satu kata saja. Aditya adalah pria yang memberi Laras ketenangan, seperti pelukan hangat di tengah badai.
Namun, ada juga Banyu, seorang penulis yang sering menghabiskan waktu berjam-jam di kafe kecil di sudut jalan, menulis tentang cinta dan kehidupan. Banyu adalah jiwa yang bebas, penuh dengan gairah dan spontanitas. Laras merasakan semangat hidup yang berbeda ketika bersamanya. Senyumnya yang nakal dan tatapan matanya yang dalam sering kali membuat jantung Laras berdebar lebih cepat. Banyu memberinya kegembiraan, seperti tarian api yang tidak pernah padam.
Kehidupan Laras adalah sebuah keseimbangan yang rumit antara dua dunia yang berbeda. Pada satu sisi, ia mendambakan stabilitas yang ditawarkan Aditya, namun di sisi lain, ia terpesona oleh intensitas emosi yang dibawa Banyu ke dalam hidupnya.
**II**
Pada suatu malam yang dingin, Laras mengadakan sebuah pertemuan kecil di rumahnya. Ia mengundang Aditya dan Banyu, berharap dapat menemukan jawabannya di antara percakapan dan interaksi mereka. Malam itu, api di perapian menghangatkan ruangan, tetapi tidak dapat menghangatkan hatinya yang sedang beku oleh kebimbangan.
"Ini malam yang indah," kata Aditya, sambil menyerahkan segelas anggur kepada Laras. Senyumnya tenang, namun di balik itu, Laras bisa merasakan kegelisahan yang tersembunyi.
"Ya, memang indah," jawab Laras, berusaha menenangkan dirinya sendiri. Tatapannya beralih kepada Banyu yang duduk di seberang ruangan, dengan mata yang berbinar dan senyum yang tidak pernah hilang.