Hari ini, bendera Merah Putih berkibar setengah tiang. Sebuah simbol yang menandakan duka yang mendalam bagi bangsa Indonesia. Ya, tanggal 30 September, sebuah hari yang tak pernah lepas dari ingatan kita.Hari kelam dalam sejarah, di mana luka dan pertanyaan masih tersisa hingga saat ini.Â
Siapa dalang di balik tragedi yang menyakitkan itu?Â
Siapa sebenarnya yang menggerakkan peristiwa yang mengguncang negeri?
Peringatan ini mengingatkan kita pada kisah dramatis yang melibatkan Sukarno, sang Founding Father, yang begitu dicintai rakyatnya. Bung Karno, pencetus Pancasila, tiba-tiba dicurigai ingin menggantikan dasar negara itu dengan paham komunis.
Ironis, bahkan aneh. Bagaimana mungkin Sukarno, yang dengan segenap jiwa dan raganya merumuskan Pancasila sebagai pedoman hidup bangsa, dituduh hendak menghancurkannya?
Namun, sejarah sering kali tak sesederhana hitam dan putih. Di bawah bayang-bayang Perang Dingin yang mencekam, dunia terpecah dalam persaingan dua ideologi besar: kapitalisme dan komunisme. Indonesia, dengan segala kompleksitas politik dan sosialnya, berada di tengah ketegangan itu.Â
Sukarno terjebak dalam permainan kekuatan global, sementara di dalam negeri, ketegangan antara tentara dan Partai Komunis Indonesia (PKI) semakin meningkat. Keduanya berebut pengaruh, dan dalam pusaran inilah peristiwa G 30 S terjadi --- tragedi berdarah yang meninggalkan luka mendalam bagi bangsa ini.
Gerakan 30 September 1965 menjadi titik balik dalam sejarah Indonesia. Para jenderal diculik dan dibunuh, dan PKI dituduh sebagai dalang utama. Namun, tuduhan itu tak berhenti di sana.Â
Bung Karno, sang "Singa Podium," yang begitu dielu-elukan rakyat, juga terpojok oleh fitnah yang menghantamnya. Ia dituduh terlibat, atau setidaknya membiarkan komunisme tumbuh subur di Indonesia melalui kebijakannya yang terkenal dengan sebutan NASAKOM --- perpaduan antara nasionalisme, agama, dan komunisme.Â
Langkah yang dimaksudkan untuk menyatukan bangsa justru menjadi bumerang yang menghancurkan reputasinya.
Sukarno tak bisa menghindar dari bayang-bayang tuduhan yang akhirnya menjatuhkannya. Seperti yang pernah ditulis oleh Bung Hatta, Sukarno adalah kebalikan dari tokoh Mephistopheles dalam kisah Faust karya Goethe. "Tujuan Sukarno selalu baik," tulis Hatta, "tetapi langkah-langkah yang diambilnya sering menjauhkannya dari tujuan itu."Â