Secara konstitusi, Hak Anggket merupakan salah satu hak istimewa yang dimiliki oleh DPR RI. Namun, apakah Hak itu pas untuk menyelidiki dugaan kecurangan Penyelenggaraan Pemilu2024?
Hak angket adalah hak yang digunakan DPR RI untuk meyelidiki kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah. Sedangkan penyelenggara Pemilu adalah KPU dan Bawaslu bukan bagian dari Pemerintah. Mereka ada Lembaga independent yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri untuk menyelenggarakan Pemilu sesuai dengan perintah UUD 1945 pasal 22 huruf e. Â .
Jadi menurut saya Hak Angket yang digunakan DPR RI untuk menyelediki dugaan kecurangan Pemilu adalah kurang tepat. Dengan beberpa pertimbang sebagai berikut:
Pertama, Anggota DPR RI berasal dari Partai Politik merupakan bagian dari peserta Pemilu, jadi jika DPR RI mengunakan Hak Angketnya untuk menyelidiki dugaan pelanggaran Pemilu 2024, ibarat dalam olahraga mereka sebagai pemain sekaligus bertindak sebagai wasit.Â
Tentu hal ini tidak adil. Akan terjadi bias politik yang dapat menghancurkan demokrasi dan tatatan sisitem bernegera kita.
Masih ada dalam ingatan kita saat Pemilu 2014, waktu itu komposisi perolehan kuris di DPR RI di kuasai oleh koalisi Partai Politik yang kalah dalam Pilpres 2014, mereka yang kalah membalas koalisi partai Politik pemenang Pilpres 2024 dengan  merubah aturan UU MD3 Pasal 83 saat itu, sehingga Kursi Ketua DPR RI tidak otomatis menjadi Partai pemenang Pemilu.
Sehingga saya menarik kesimpulan keputusan yang diambil DPR RI biasanya mengikuiti koalisi partai politik yang memiliki jumlah kursi terbanyak.
Saat ini, koalisi pengusung Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud menguasai 314 kursi. Porsinya sekitar 55% dari total kursi DPR periode 2019-2024 yang berjumlah 575 kursi.
Sedangkan koalisi pengusung Prabowo-Gibran menguasai 261 kursi, atau sekitar 45% dari total kursi.
Tentu secara hitung-hitungan Partai koalisi yang kalah dalam Pilpres 2024, akan memegang kendali arah sasaran Hak Angket DPR RI dalam menyelidiki dugaan kecurangan Pemilu 2024. Sehingga rekomendasi yang dibuat bersifat tendesius.
Kondisi seperti itu, sudah diantisipasi oleh Para Cendiakawan kita saat mengadenemkan UUD 1914, mereka meletakan penyelesain sengketa Pemilu dalam pasal 24 huruf c, menetapkan perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum dilaksanakan oleh Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.