Jauh pada beberapa tahun yang lalu, sekitar akhir tahun 1993 saat penulis melaksanakan tugas akhir perkuliahan di Jurusan Arsitektur FTUI, sesuai dengan jamannya perkuliahan masa sok-sok idealisan, penulis mempertimbangkan apa yang yang layak diajukan sebagai topik untuk proyek Tugas Akhir. Setelah mempertimbangkan dari sekian banyak alternatif penulis memutuskan untuk mengajukan proposal Proyek Pembangunan Pusat Ibadah dan Bisnis, dengan dosen pembimbing Prof. DR. Gunawan Tjahjono. Melihat judul dan topiknya banyak teman-teman yang merasa aneh karena tidak biasa dalam dunia kearsitekturan biasanya yang ada seperti Pusat Bisnis aja, Mall, Hotel, Apartemen dan lain-lain yang memang sudah akrab dimata umum. Namanya juga mahasiswa pengen sesuatu yang lain akhirnya keluarlah topik seperti itu. Berkat kebesaran hati dan kecermatan Dosen Pembimbing, beliau mempersilahkan penulis untuk maju. Dengan semangat juang 45 penulis maju kemedan juang Tugas Akhir dan Alhamdulliah akhirnya bisa lulus juga. Apasih yang melatar belakang penulis mengambil topik seperti itu? Dalam kaidah bangunan kita bisa mengenal yang namanya Pusat Bisnis, sederhananya seperti CBD center di kawasan Jl. Sudirman. Sebuah komplek bangunan yang difungsikan untuk mengakomodasi kegiatan bisnis. Untuk Pusat Bisnis memang mudah kita cerna tapi untuk Pusat Ibadah tentu tidak gampang untuk menjelaskannya, karena terlampau imajiner. Ibadah, kongkrit dan sederhananya bisalah kita sebut dengan aptitude, sikap atau tingkah laku yang berkaitan dengan Ketuhanan. Jadi dengan mengambil topik ini penulis ingin mewujudkan suatu komplek bangunan yang difungsikan untuk menampung kegiatan bisnis dengan mengedepankan nilai-nilai ibadah. Keinginan penulis mengajukan topik seperti itu tidak terlepas dari kondisi keindonesiaan saat itu, maraknya korupsi, kolusi dan nepotisme. Suatu penyakit yang telah menggerogoti moral, mental dan materil bangsa ini. Kondisi ini jelaslah tidak bisa dibiarkan begitu saja, sebagai tanggung jawab moral anak bangsa dengan segala keterbatasannya hanya sebatas itu yang mampu penulisan lakukan saat itu. Sekarang tepatnya setelah 17 tahun setelah itu ternyata tidak banyak perubahan yang terjadi walaupun reformasi telah digulirkan dinegeri ini oleh semangat juang yang muda-muda. Keadaan tetap seperti itu bahkan ada yang menilai lebih parah lagi. Dalam perkecimpungan penulis dalam rimba belatara dunia bisnis, KKN adalah adalah darah dalam dunia ini. Sehingga untuk memandang betapa apatisnya bangsa ini keluar dari persoalan ini bisalah kita baca dari ungkapan yang didengungkan oleh banyak kalangan: "Nyari yang haram aja susah apalagi yang halal." Dan tidaklah heran kita bisa melihat bahwa hanya sedikit saja dari penduduk Indonesia yang bisa lari darinya. Dan mereka ini karena menentang arus kadang-kadang hidup alam keterpojokan disutut ruang, sementara yang lain sibuk berbagi kue korupsi. Ya..., nyari yang haram aja susah apalagi yang halal. Itu memang terjadi di negeri ini. Kalau kondisinya sudah seperti ini, apakah keberkahan bisa datang ke negeri tercinta ini? Coba mari sama-sama kita lihat. Beribu-ribu kilometer jalan dibangun melalui proses pengadaan yang batil kecuali yang swadaya masyarakat dan itu hanya seuprit aja. Berjuta-juta SIM dikeluarkan dengan cara yang tidak pantas dan banyak lagi kalau ditulis terus bisa berlembar kertas tak akan tuntas. Sekarang setelah 17 tahun masa obsesi penulis yang tak mengubah keadaan, apakah kedepan akan penuntasan terhadap persoalan ini atau pada akhirnya kita semua juga akan mewariskan kondisi tetap seperti ini ke anak cucu kita? Jawabanya ada pada diri kita masing-masing... Selamat tahun baru 2010..., semoga mentalitas korup kita semakin berkurang. NB. Salam hormat untuk Prof. DR. Gunawan Tjahjono
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H