Hari ini, tanah Ibu Pertiwi menyambut kedatangan seorang tokoh di jagad bumi Indonesia yang begitu harum namanya. Sosok yang begitu fenomenal dan membawa sensasi besar dalam kancah keindonesiaan ini telah sampai masa hajatnya, kini kembali kepangkuan bumi untuk menghadapi Sang Khalik guna menapaki kehidupan yang abadi. Sosok tersebut itu adalah seseorang yang bernama KH. Abdurrahman Wahid, yang bertepatan pada tanggal 30 Desember 2009 pukul 18.30 WIB. telah kembali ke Rahmatullah. Innalilahi wainnailaihirrojiun, sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada-Nya.
KH. Abdulrrahman Wahid adalah salah seorang mantan Presiden RI dan juga mantan Ketua Pengurus Besar Nahdatul Ulama. Semasa hidupnya, beliau banyak terlibat intens dalam membangun demokrasi keindonesiaan, sehingga tidak heranlah beliau diberi gelar sebagai Bapak Demokrasi Indonesia.
KH. Abdurrahman Wahid bila ditengok dari silsilah penamaan yang Beliau sandang, bisalah kita pandang sebagai seorang besar dalam sikap dan tingkah laku yang mempunyai nilai kasih dan perhatian kepada sesama makhluk. Kalau kita cermati semasa hayatnya, guratan yang ada pada diri beliau tidak bisalah kita pungkiri bahwa beliau telah membuktikan hal itu dan ini bisa kita lihat dari begitu banyak ungkapan rasa simpati atas kehilangan beliau baik dari orang-orang yang sepaham dengan pemikiran maupun yang berseberangan dengan beliau. Hari kita menitikan air mata sekali gus bangga bahwa kita mempunyai tokoh sekaliber insan manusia ini yang biasa disapa dengan Gus Dur.
Kalau kita pandang lagi dari penamaan beliau, KH. Abdurrahman Wahid adalah sosok yang mempunyai kepercayaan yang tinggi terhadap apa yang diyakini, tapi beliau juga mempunyai toleran terhadap orang yang tidak sepaham dengan pemikiran beliau. Hal ini bisa kita simak dengan ungkapan khas beliau: "Gitu aja kok repot!". Itulah Beliau yang dengan cara pandang seperti itu bisa banyak tafsir terhadap beliau. Ada pro dan kontrak terhadap cara pandang Beliau tergantung dari sudut mana pandangan itu dilihat. Terlepas dari semua itu kita bangga atas kehadirannya di jagat Ibu pertiwi ini dan hari ini marilah kita lepas kepergian Beliau dengan rasa bangga yang hakiki. Kalau beliau telah menorehkan sebuah tarikan garis dalam kesajarahan Indonesia, alangkah baiknya bila kita yang ditinggalkanya melanjutkan tarikan garis yang telah dibuat oleh Gus Dur tersebut dalam kesepahaman kita untuk Indonesia yang tercinta ini.
Salah satu warisan KH. Abdurrahman Wahid yang bisa kita rasakan saat ini adalah dengan dilakukannya 'desakralisasi' terhadap Istana Kepresidenan. Dimana dimasa sebelum Beliau kadang kita merasakan begitu sakralnya istana tersebut. Dalam sikap kelugasan dan cara pandang seorang Gus Dur, Istana Kepresidenan dikembalikan ke posisi yang tepat sebagai rumah rakyat. Dan tidak heranlah pada masa kepemimpinan beliau Instana Kepresidenan dari subuh sampai malam sudah ramai dikunjungi orang. Dan begitu juga ketika beliau akhirnya harus meninggalkan istana dalam kesantaiannya dengan baju tidur, celana pendek ala hawaian dan tanpa alas kaki mengucapkan sayonara kepada para pendukungnya untuk meninggalkan Istana. Dengan cara tersebut, Gus Dur membuktikannya dengan cara pandangnya bahwa tidak ada yang diperlukan untuk mengsakralkan Istana Kepresidenan. Dengan sikap seperti itu KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ingin mengatakan kepada rakyat Indonesia bahwa beliau akan kembali ke rakyat dan telah telah menginjakan kaki di Istana Kepresidenan dengan cara rakyat Indonesia. Sebagaimana kita ketahui tingkatan berbagai rakyat Indonesia itu bisa berlapis-lapis dan hari itu Gus Dur ingin mewakili cita rasa rakyat Indonesia kebanyakan.
Apa yang bisa kita ambil hikmahnya dari apa yang dilakukan oleh Gus Dur tersebut adalah tidak ada perlunya untuk mensakralkan Istana Kepresidenan karena Istana Kepresidenan tersebut adalah repsentativ rumah rakyat Indonesia. Pengsakralan kembali Isntana Keprisidenan bisa jadi akan memperkosa dan mengabaikan apa yang menjadi hak rakyat Indonesia.
Hari ini kita mengantar kepergian seorang KH. Abdurrahman dengan kumandangan shalawat, tahlilan dan takbiran. hari ini marilah kita tapakur sejenak memanjatkan doa kehadirat Allah SWT. untuk memohonan ampunan untuk beliau dan kita yang ditinggalkannya dengan harapan semoga Allah akan memberi gantinya dengan yang lebih baik lagi. Akhir kata kami ucapkan: "Selamat jalan KH. Abdurrahman Wahid, Semoga Allah mengampuni segala dosa-dosa kita dan semoga Allah juga memberikan tempat yang layak disisi-Nya buat Beliau. Amin!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H