Tolok ukur keberhasilan anak didik salah satunya adalah memiliki disiplin diri dalam memanaj belajar dan bermain. Sayangnya, masalah disiplin ini menjadi kendala besar dalam prestasi mereka. Kebanyakan anak berprestasi memiliki kualitas disiplin diri yang kuat dalam belajar.
Anak saya tengah memasuki akil baligh, terutama yang tengah sekolah di SMP Umum. Sedangkan yang satunya tidak dalam pengawasan saya karena tengah sekolah berasrama yang saya peracaya dalam pengawasan sekolah selama 24 jam. Jika saya selaku pengajar dengan berusaha mendisiplinkan anak orang lain, ironisnya, menghadapi anak sendiri luar biasa sulitnya. Untuk satu hal yang sangat penting agar anak disiplin dalam belajar dan menata kehidupan sebagai seorang pelajar, sulitnya minta ampun. Tulisan ini adalah upaya saya mencari tahu, bagaiman cara mendisiplinkan anak. Dan ternyata dari temuan bacaaan saya, ada teknik-tekniknya yang cukup berarti.
Tidak terkecuali anak saya dan anak didik yang saya ajarkan. Orang tua seperti saya, seringkali hanya mengatur dan menata apa yang harus dan tidak harus dikerjakan. Namun tidak semua keinginan orang tua dituruti, bahkan dikacaukan. Kalau sudah begini, orang tua hanya bisa ngurut dada. Bagi yang memiliki emoasional tinggi, marah-marah dan menghukum secara fisik. Kalau pun tidak teriak-teriak memarahi.
Dari persoalan ini, saya mencoba mencari tahu, apa saja dan bagaimana teknik - dan ternyata mendisiplinkan anak itu ada howto nya - menghadapi anak-anak yang indisipliner.
Dan ternyata belajar cara yang efektif mendisiplinkan anak Anda ini merupakan keterampilan penting, maka saya anggap ini sangat bermanfaat untuk saya. Dan tentunya semua orang tua perlu mempelajarinya.
Dalam buku-buku psikologi yang dikarang oleh orang Barat, banyak yang berpendapat bahwa disiplin tidak sama sebagai hukuman. Sebaliknya, disiplin itu harus diberlakukan  dengan mengajar,  melibatkan untuk mengajari anak mana yang benar dan salah, bagaimana menghormati hak orang lain, memberitahu perilaku mana yang dapat diterima dan mana yang tidak. Semua itu bertujuan untuk membantu mengembangkan anak agar merasa aman dan dicintai, memiliki rasa percaya diri, berdisiplin diri dan tahu bagaimana mengontrol rangsangan atau impuls yang datang, selain itu  anak agar merasa enjoy serta tenang manakala menghadapi  masalah sehingga tidak terlalu frustrasi lalu tertekan dalam kehidupannya.
Seorang pakar psikolog dalam bukunya menasehati, katanya, jika Anda mengalami kesulitan mendisiplinkan anak Anda, penting untuk diingat bahwa Anda tidak sepenuhnya salah. Karena semua anak berbeda dan memiliki temperamen yang bermacam-macam  pada tingkat perkembangannya, karenaya  gaya mendisiplinkannya akan berbeda satu anak dengan anak lain.
Lebih lanjut, katanya, Anda harus memahami bahwa cara bagaimana Anda berperilaku saat mendisiplinkan anak ini akan menentukan bagaimana anak itu akan berperilaku baik atau berbuat jahat di masa depan.
Hal yang sering ditemui, bahkan pengalaman saya sendiri saat mencoba mendisiplinkan anak saya  agar rutin belajar, mengaji setiap hari dan shalat tidak ditunda-tunda. Saat menghadapi anak sulit diatur, maka ujung-ujungnya saya sering lepas kontrol, marah-marah dan mengomel. Heheheheh....
Dan ternyata oh ternyata.... dalam kajian psikologi menyebutkan  bahwa Jika berulang kali marah-marah dan teriak karena ketidak sukaannya terhadap perlaku anak itu artinya, orang tua menyerah dalam mendisiplinkan mereka.
Nah, dengan menunjukkan kekerasan atau marah-marah, sebagai tanda menyerah, maka si anak, katanya,  akan mendapatkan pengetahuan bahwa orang tua itu sudah menyerah. Dari sini dampaknya si anak akan mengulangi perilaku melanggar disiplin karena dia tahu Anda mungkin akhirnya menyerah (meskipun menyerah hanya sekali). Namun sebaliknya, lanjut pesikolog ini, jika Anda tegas dan konsisten maka diapun  akan belajar bahwa tidak bisa melawan yang akhirnya harus melakukan. Beberapa anak, bagaimanapun, akan merasa seperti mereka menang jika mereka menunda melakukan sesuatu yang tidak ingini orang tua untuk  melakukan bahkan untuk beberapa menit.