Mohon tunggu...
Stella Kennita
Stella Kennita Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Titik Lemah Demokrasi di Indonesia

2 Desember 2018   22:57 Diperbarui: 2 Desember 2018   23:01 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Lalu yang menjadi  masalah adalah, memang benar masyarakat diberikan hak pilih dalam  pemilu. Tetapi, masyarakat hanya dapat memilih calon-calon yang ada  (sudah tersedia) di bursa. Mengenai kebijakan politik kedepannya, bukan  hak masyarakat lagi. Apakah itu yang disebut dengan demokrasi?

Kata  kuncinya terdapat pada golongan atau kelas masyarakat. Mereka yang  mengisi dan menjabati kursi politik tidak merasakan apa yang dirasakan  konstituennya. Lantas, bagaimana cara mereka mengerti masalah apa yang  ada di tengah-tengah masyarakat?

Apakah bisa sebuah mufakat dalam  terang hikmat kebijaksanaan dihasilkan oleh musyawarah dalam sebuah  perhelatan politik yang penuh kepentingan? Apakah benar semua aktor  politik membawa rasionalitasnya dalam praktik politik sehingga mereka  mau bermusyawarah untuk mencapai mufakat? Bukankah setiap aktor politik  membawa kepentingannya sendiri dan dibebani oleh kepentingan kelompok  yang menyokongnya sehingga sulit melakukan musyawarah dalam terang  hikmat kebijaksanaan? Apakah demokrasi permusyawaratan bisa diwujudkan  dalam sebuah praktik politik yang penuh kepentingan? Apakah para aktor  politik mau bermusyawarah demi kesejahteraan rakyat? Apakah partai  politik yang ada hari ini menjadi representasi masyarakat mayoritas?

Kesimpulannya,  demokrasi harus berpihak pada rakyat mayoritas bukan segelintir elit di  dalam partai politik. Lalu, kelemahan demokrasi terletak pada definisi  kedaulatan rakyat. Kedaulatan rakyat dianggap telah ada ketika mayoritas  rakyat terlibat dalam pemilihan umum. Hal ini memang terkait dengan hak  universal atas hak suara (memilih), yaitu 'one man one vote' yang  menjadi keberhasilan dari corak demokrasi liberal.

REFERENSI

Arif,  Syaiful. 2016 . Falsafah Kebudayaan Pancasila, Nilai dan Kontradiksi  Sosialnya . Jakarta : Penerbit Gramedia Pustaka Ulama.

kbbi.web.id

id.m.wikipedia.com

Stella Kennita

XII F/16

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun