Mohon tunggu...
Ste Vocal
Ste Vocal Mohon Tunggu... Penulis - Vocalkan suaramu

Cara mudah menjadi kritis adalah mau berpikir, selanjutnya berani bersuara

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Prank, Filter Konten, dan Panggungnya

6 Juni 2020   06:21 Diperbarui: 6 Juni 2020   06:42 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa waktu lalu kita sempat digegerkan dengan konten maupun celoteh kontroversial dari beberapa Youtuber. Mulai dari prank sampah, celoteh yang menganggap remeh pandemi corona dengan tidak mencuci tangan dan masker, bahkan mensyukuri adanya pandemi yang akhirnya berdampak pada meningkatnya penghasilan sampai melelang keperawanan. 

Lalu semua celotehan itu diklarifikasi dengan pernyataan yang sangat enteng, yang katanya hanya sekedar bercanda, ngawur berceloteh karena kegrogian dirinya yang seorang introvert sampai alasan 'hanya iseng'. Youtuber yang bebas dari penjara karena konten prank sampah juga begitu. Menyebut lebih betah di penjara daripada dibebaskan. Lalu lagi-lagi, diklarifikasi dengan kata 'hanya bercanda'. 

Apakah sebuah candaan memang harus sekontroversial itu?

 Apakah sebuah candaan harus memancing reaksi masyarakat bahkan sebuah amarah? 

Apakah sebuah candaan yang membuat tertawa dan tersenyum tak lagi menarik bagi mereka sehingga harus sebegitunya?

Bercanda tak harus menyakiti seperti itu.

Ambisi untuk populer membuat beberapa orang melupakan tata krama, norma dan hati nurani. Lalu memilih jalan pintas seperti itu untuk sebuah popularitas. Dikenal,follower bertambah, pundi-pundi bertambah. Entahlah apalagi.

Sejak awal artikel ini ditulis, saya memang tidak menyebut nama-nama mereka. Kenapa? Karena saya tidak ingin memberi panggung kepada mereka. Ketika seseorang diberi panggung atas perbuatan yang keliru, itu hanya akan membuat mereka berpikir bahwa langkah yang mereka lakukan membuat tujuannya tercapai dan berhasil. Lalu mereka akan membuat klarifikasi dan kemungkinan akan membuat hal kontroversial lagi. Diikuti oleh orang lain yang menginginkan popularitas dengan jalan pintas. 

Dan saya pikir, cara paling selow untuk mengatasi hal ini adalah dimulai dari setiap pribadi dengan tidak memberi panggung untuk mereka. Tidak mengekspose berita secara terus-terusan di media seperti layaknya selebriti. Cukup di-banned atau langsung memberikan teguran tertulis tanpa terlalu mengekspose di media.

Dan ketika kita semua dapat kompak untuk memfilter konten yang baik untuk diri kita, prank sampah dan konten toxic akan punah dengan sendirinya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun