PSBB Surabaya jilid 1 resmi berlanjut ke jilid 2 mulai 12 Mei 2020 kemarin. Banyak pro dan kontra yang mewarnai sebelum PSBB resmi diperpanjang. Antara jeritan hati rakyat yang keberatan dan kegalauan pemerintah melihat jilid 1 yang belum menunjukkan perkembangan sesuai tujuan.
Kasus positif yang diharapkan akan melandai, nyatanya makin meninggi. PSBB dianggap belum mencapai tujuan sampai akhirnya Pemerintah Pusat turun tangan. Lalu akhirnya PSBB diperpanjang dengan sanksi yang semakin berat untuk para pelanggar. Sanksi penahanan KTP serta tidak dapat melakukan perpanjangan SIM dan SKCK selama 6 bulan. Diharapkan dengan adanya peraturan yang semakin ketat dan sanksi yang lebih tegas, tujuan PSBB jilid 2 dapat terwujudkan.
Di sisi lain, sebagian warga semakin kebingungan. Untuk para Usaha Kecil & Menengah, PSBB jilid 2 terasa semakin memberatkan. Warung kopi, pedagang makanan, pekerja kreatif dan para ojek online. Waktu menunggu dirasa semakin panjang untuk usaha dapat kembali berjalan normal. PSBB dirasa membekukan waktu dan usaha dalam mencari nafkah. Memang tidak sepenuhnya berhenti dan masih dapat berjalan, Â tetapi dampaknya cukup membuat mereka meronta.
Pertanyaan lainnya pun mulai bermunculan. Jika PSBB jilid 1 tidak mencapai tujuan, mengapa malah diperpanjang?Â
Sementara masyarakat pun mulai jenuh dengan hal ini. Baik dari segi ekonomi maupun sosial.
Mall mulai kembali ramai meskipun jam buka dibatasi. Penjual di beberapa lokasi mulai ramai dengan pelanggan yang makan di tempat.Â
Ironis sekali, larangan untuk makan di tempat ini nyatanya tidak berjalan. Seperti pada acara penutupan McD Sarinah di Jakarta.
Lalu, ini salah siapa?
Apakah penjualnya? Atau pembelinya?Â
Menjawab perspektif dari sisi pembeli.Â
Nampaknya rakyat kita sudah jenuh menjadi 'tahanan rumah'. Butuh udara segar sesekali. Butuh pemandangan lain dari rumah, meskipun hanya jalan dan lalu lalang kendaraan.Â