Lalu rekannya tersebut masih mengoles-oles jarum tersebut pada luka jari teman saya.Â
Dan jari teman saya ditusuk lagi oleh jarum.Â
Setelah rapid test, lika tusuk jarum itu tidak diperban atau dihandsaplast. Malah teman saya yg meminta handsaplast. Ketika teman saya meminta handsaplast untuk menjaga luka tidak infeksi, teman lainnya justru mencibir. "Gitu aja pakai handsaplast. Gue suntik insulin juga gak pakai hansaplast".Â
Dan setelah teman saya selesai dirapid test, ketahuanlah bahwa tidak semua orang dirapid test. Ada beberapa yang tidak mau dirapid test dan diperbolehkan.
Merasa ada yang tidak beres, teman saya membuka-buka chanel youtube prosedur rapid test awam. Alangkah kagetnya, ketika jarum panjang yang dia lihat tadi tidak ada pada paket sachet rapid test itu.Â
Dia pun menanyakan pada teman saya, apa jarum yang dia pakai tadi. Temannya menjawab itu bukan jarum tapi pipet. Lalu terjadilah perdebatan di antara keduanya. Sampai rekan satunya lagi ikut-ikutan.Â
Rekannya itu mengeluarkan sampah bekas rapid test, memungutnya dengan tangan polos. Tanpa APD. Untuk menunjukkan pipet.Â
Sampai akhirnya bosnya keluar, memanggil teman saya dan mengatakan teman saya gila.
Dia mengatakan justru harusnya teman saya bersyukur karena mendapat rapid test gratis seharga 500ribu. Bukannya malah  cari perkara.
Akhirnya bosnya menyuruhnya pulang dan dia pulang dengan panik bercampur kesal.
Dia menelpon saya, menceritakan semuanya.