Mohon tunggu...
stevia oka zaki
stevia oka zaki Mohon Tunggu... Ilmuwan - Tholabul 'ilmi fii sabilillah

Dimana ada kemauan pasti ada jalannya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Awal Munculnya Hubungan Internasional

19 Oktober 2019   22:22 Diperbarui: 19 Oktober 2019   22:24 911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hubungan internasional muncul pertama kalinya setelah terjadi perdebatan besar pertama atau yang kerap kita dengar dengan the first great debate.  Perdebatan besar pertama (the first great debate) dalam studi HI sering disebut sebagai perdebatan antara kaum idealis dan realis (idealist- realist debate), yang berlangsung pada akhir dekade 1930-an hingga awal 1940-an.[1] Terjadinya perdebatan ini disebabkan oleh beberapa peristiwa yang bisa dibilang cukup mempengaruhi stabilitas politik dunia yaitu, runtuhnya Liga Bangsa-Bangsa (LBB). Namun penyebabnya bukanlah karena runtuhnya Liga Bangsa-Bangsa (LBB) jika ahli HI yang melihatnya. Menurut ahli HI terjadinya perdebatan besar pertama ini adalah akibat kritik realis melalui karya Edward Carr berjudul The Twenty Years' Crisis. 

 

Menurut kaum yang menganut ideologi idealis ketika itu, buku ini sangatlah berbahaya dan berdampak buruk terhadap akademisi atau penstudi HI sebagai disiplin. Idealisme sebagai pendekatan dominan sejak awal kelahiran studi HI (1919), diungkapkan Carr sebagai aliran pemikiran yang bangkrut, mandul, omong kosong, polos, serta kepalsuan hampa dan tak dapat ditoleransi lagi.[2] Pendekatan ini sering disebut juga pendekatan yang sesuai norma dan kaidah atau normatif namun Edward Carr dan para pengikutnya yaitu kaum realis sering menyebutnya dengan pendekatan liberalisme utopian. 

 

Terbentuknya pendekatan idealisme ini yaitu karena terinspirasi oleh para tokoh pemikir terdahulu seperti Plato, Aristoteles, Cicero, Woodrow Wilson, Dag Hammarskjold, dan Letter Pearson, yang berpendapat bahwa nilai-nilai yang bersifat idealis atau sesuai norma harus diterapkan dalam kehidupan termasuk dalam politik. Kaum idealis percaya bahwa dengan menjalankan misinya dalam berpolitk, menaati hukum, berorganisasi serta menyepakati suatu perjanjian sesuai moralitas dapat melawan sifat anarkis di kancah internasional.

 

Berbeda dengan realis, menurut Khasan Ashari, 2015 realisme adalah teori hubungan internasional yang dibangun berdasarkan empat prinsip utama yaitu (a) pandangan yang pesimis terhadap sifat dasar manusia; (b) keyakinan bahwa hubungan internasional pada dasarnya adalah konfliktual dan konflik internasional umumnya diselesaikan melalui perang; (c) penekanan pada aspek keamanan nasional dan kelangsungan hidup negara (national security and state survival); dan (d) pandangan bahwa karakteristik politik domestic berbeda dengan politik internasional. Realisme memiliki tiga konsep utama yaitu statism, survival, dan self-help. Dasar-dasar teori realism bersumber dari pemikiran Thucydides (400 S.M), Niccolo Machiavelli (1469-1557), dan Thomas Hobbes (1588-1679) yang kemudian dikembangkan oleh Hans Morgenthau pasca Perang Dunia Kedua.[3]

 

Namun tidak semua setuju dengan adanya perdebatan besar pertama atau the first great debate termasuk beberapa ahli hubungan internasional seperti Peter Wilson. Wilson menyatakan bahwa dalam hubungan internasional tidak pernah ada dan terjadi istilah idealis atau utopis (never existed). Begitupula dengan adanya perdebatan antara idealis dan realispun juga tidak pernah terjadi (never occurred) tidak ada pula pernyataan bahwa realislah yang menjadi pemenang dari perdebatan periode ini. Salah saru guru besar HI dari London School pun berpikiran demikian bahwa terciptanya istilah "idealis" atau "utopis" sebaiknya dipahami sebagai sebuah konstruksi yang dikembangkan oleh Edwar Carr untuk menciptakan polemik semata.[4] The First great debate merupakan perdebatan yang mendebatkan tentang sebab-sebab perang dan cara bagaimana menciptakan perdamaian dunia. 

 

 Perdebatan besar pertama ternyata tidak cukup menyelesaikan problematik hubungan internasional pada saat itu, maka munculah perdebatan besar kedua atau the second great debate. Berbeda dengan perdebatan besar pertama, perdebatan besar kedua ini konsentrasi membahas metodologi yang akan digunakan dalam hubungan internasional yang diambil dari teorinya. Menurut Khasan Ashari, 2015 second great debate adalah perdebatan mengenai aspek metodologis dari teori hubungan internasional yang mengemuka pada decade 1950-an sebagai dampak dari munculnya gerakan 'behavioral revolution' di Amerika Serikat. Kelompok behavioralist berpandangan bahwa teori hubungan internasional harus disusun sebagai teori yang ilmiah (scientific) yang memiliki karakteristik sophistication, precision, parsimony, dan predictive and explanatory power.

 

Kelompok behavioralis beranggapan bahwa tidak ada perbedaan antara ilmu social dan ilmu pasti atau eksakta. Kelompok behavioralis percaya bahwa ilmu social juga dapat dikaji secara ilmiah seperti politik yang dapat diteliti secara ilmiah melalui kajian terhadap tindakan, sikap, pilihan, dan ekspektasi orang di bidang politik pada isu atau permasalahan tertentu (Khasan Ashari, 2015). Kelompok yang kontra pada pandangan behavioralis adalah tradisionalis yang mana kelompok ini tidak menyetujui bahwa ilmu social dapat disamakan dengan ilmu eksakta. Pendekatan tradisionalis didasarkan pada aspek filsafat, hukum, dan sejarah sehingga proposisi dalam studi hubungan internasional dihasilkan dari persepsi dan intuisi yang tidak sepenuhnya bersifat ilmiah (Khasan Ashari, 2015). Perdebatan besar kedua ini akhirnya menghasilkan aliran baru yaitu positivism yang pada hakikatnya adalah pegembangan dari pendekatan behavioralis.

 

Setelah terjadi perdebatan antara pendekatan behavioralis dan tradisionalis, perdebatan antar-teoripun terjadi yang mana disebut juga dengan inter-paradigm debate. Perdebatan antar-teori hubungan internasional ini terjadi pada tahun 1970 (Khasan Ashari, 2015). Pendekatan atau aliran yang menjadi perdebatan Inter-paradigm yaitu tiga pendekatan atau aliran besar yaitu realism, liberalism, dan radicalism.  

 

Adapun pendapat realis bahwa hubungan antarnegara berlangsung di tengah sistem politik internasional yang anarkis sehingga cara terbaik untuk memahaminya adalah dengan memfokuskan perhatian pada pembagian kekuasaan di antara negara-negara. Pendekatan liberal juga berpendapat bahwa kebebasan individu merupakan nilai utama yang harus ditegakkan dan hal ini dapat diwujudkan melalui penerapan demokrasi pada tingkat domestik. Lalu pendekatan radicalism juga tak mau kalah untuk mengemukakan pendapatnya bahwa kelompok radical mengedepankan ketidaksetaraan structural dalam sistem internasional serta mengkritik realism dan liberalism karena dipandang mendukung pola distribusi kekuatan dan kesejahteraan yang dianggap tidak adil (Khasan Ashari, 2015).

 

Inilah perdebatan besar terakhir yang muncul pada pertengahan tahun 1980-an antara pendukung rationalism dan reflectivism; atau sering disebut juga antara positivism dan post-positivism.[5] Pendukung rationalism adalah yang didalamnya meliputi pendekatan realism dan liberalism yang lebih memprioritaskan aspek metodologi guna mengukur serta menganalisis fenomena yang terjadi di lapangan yang dapat diobservasi dengan kompleks. Berbeda dengan reflectivism, menurut Khasan Ashari, 2015 reflectivism menolak pendapat rationalism dan mengedepankan kajian yang bersifat interpretative dan subjektif serta berpandangan bahwa nilai-nilai (values) tidak dapat ditinggalkan dalam proses observasi. Teori-teori hubungan internasional yang masuk dalam kategori reflectivism atau post-positivism antara lain adalah post-modernism, feminism, constructivism, dan critical theory.[6]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun