Mohon tunggu...
Rakha Stevhira
Rakha Stevhira Mohon Tunggu... Penulis - Lulusan fakultas ushuluddin jurusan akidah dan filsafat Universitas Al-Azhar Kairo Mesir

Peminat kajian sufistik dan pemikiran islam

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Pengasingan yang Menyehatkan

2 April 2024   20:15 Diperbarui: 2 April 2024   20:25 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Berpikir atau bermeditasi sejenak lebih baik dari pada beribadah 70 tahun lamanya"

Menarik untuk aku soroti karena Ibnu 'Ajibah mengkomparasikan meditasi dalam 'uzlah  dengan ritual ibadah. Bentuk perbandingan yang mungkin akan terlihat mengganjal untuk beberapa kalangan ketika mendengarnya. Mengapa bisa demikian? mari kita sedikit ulas di bagian sebelum penutup ini.

Banyak dari para ulama muslim ketika menjelaskan ibarah  dengan perkataan bahwa yang dimaksudkan lebih utama daripada shalat 70 tahun adalah shalat yang kategorinya sebagai shalat sunnah, bukan shala wajib. Tapi dengan tanpa mengurangi penghormatan ta'dzhim kepada mereka, aku pribadi berpendapat mengenai pernyataan ini untuk lebih condong kepada bagian yang lebih ekstrim yaitu bahwa maksud shalat disana adalah shalat secara umum, baik wajib maupun sunnah. Mengapa demikian?

Dalam banyak literatur islam disebutkan bahwa hakikat shalat sebagai ritual ibadah selain menjadi kewajiban bagi muslim adalah sebagai pembelajaran agar kita bisa berbenah dan menjadi lebih baik "as-shalatu tanha 'an fahsya wa al-munkar". Tetapi pada prakteknya banyak muslim yang tidak dapat mengambil pembelajaran dari shalatnya. Seperti masih banyaknya praktek-praktek yang bertentangan dengan agama yang terjadi pada kehidupan dirinya sehari-hari. Hanya menjadikan shalat sebagai penggugur kewajiban saja bukan pembelajaran.

Berbeda dengan ber-'uzlah. Para pemikir muslim berpendapat bahwa mengasingkan diri mengandung banyak pembelajaran dibanding ibadah yang belum tentu darinya muslim bisa mendapatkan pembelajaran. Pada hakikatnya semua ini hanyalah mengenai sebuah jaminan dimana setiap muslim yang menjalani 'uzlah  dengan bermeditasi dan ber-tafakur akan lebih besar berpeluang mendapatkan pembelajaran dibanding menjalani ritual ibadah yang hanya sebagai penggugur kewajiban.

Aku ingin lebih menyederhanakan lagi dengan sebuah kisah yang ditulis oleh Gus Ulil dalam pengantar buku "Menjadi Manusia Rohani". Beliau mengutip sebuah kisah salah satu ulama nusantara yang bernama Mbah Idris Brebes.

Idris muda ketika awal pertemuannya dengan kitab hikam dia menguncikan dirinya di kamar santri selama satu minggu lamanya. Tentu saja dia lupa dengan shalat. Dan ketika mencoba di dobrak oleh teman-teman santrinya, Idris muda ditemukan dalam keadaan masih tenggelam dengan teks-teks kitab hikam, sehingga ketika coba untuk disadarkan oleh temannya kemudian dia pingsan.

Kondisi tersebut dikenal sebagai jadzab dalam terminologi tasawuf. Layaknya seseorang yang tidak berakal, disebabkan  dirinya tertetarik oleh magnet hikam, dalam literatur fiqh kondisi tersebut tidak dijatuhi hukum taklif. Maka shalat tidak diwajibkan kepada yang tidak mukallaf.

Pada penutup bagian ini setidaknya nasihat itulah yang ingin disampaikan oleh Ibnu 'Atha'illah. Sedikit menambahkan kembali bahwa keadaan pengasingan atau menyepi ini dapat kita isi dengan meditasi atau tafakur ketika selain fisik kita yang terasing, hati pun ikut benar-benar sunyi dari keramaian.

Karena terdapat keadaan orang-orang yang menyepi hanya dalam konteks fisiknya saja tetapi hatinya tetap ramai dan diisi oleh hal-hal fana, syahwat, dan kelalaian lainnya yang menyibukannya sebagaimana dia hidup normal di tengah-tengah keramaian manusia. Lebih dalam lagi akan kita ulas di bagian hikam selanjutnya yang menjadi bagian akhir dari serial hikam Ramadhan ini dan akan terbagi menjadi 3 kontemplasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun