"لاَ يُشَكِكَنَّكَ فِي الوَعدِ عَدَمُ وُقُوعِ المَوعُودِ وَإن تَعَيَّنَ زَمَنُهُ، لِئَلاَ يَكُونَ ذَلِكَ قَدْحاً فِي بَصِيرتِكَ، وَإخمَادًا لِنُورِ سَرِيرَتِكَ"
"Jangan karena atas janji Tuhan yang tak terwujud maka membuatmu skeptis akan janji-Nya, meski janji tersebut diberikan di waktu yang jelas. Hal itu agar tak merusak kejernihan batinmu dan memadamkan cahaya rohmu."
Sifat skeptis terbagi menjadi dua sebagaimana terbaginya dua sekte kelompok ini secara garis besar dalam dunia filsafat. Skeptis terpuji dan skeptis tercela.
Skeptis bisa menjadi sesuatu yang terpuji jika kita gunakan dalam kondisi yang sedang dalam masa pencarian, masa pencarian ini pasti memiliki bagian akhir yang dimana akan meneguhkan suatu keyakinan seseorang, seperti apa yang dilakukan oleh Al-Ghazali. Sebaliknya, justru akan menjadi tercela jika kita gunakan terhadap sesuatu yang sudah pasti dan mutlak akan kebenarannya.
Sebagai seorang muslim yang bertuhan pastilah kita meyakini bahwa janji Tuhan adalah sesuatu yang pasti. Seperti terkabulnya doa, terjaminnya kita akan perkara-perkara duniawi selama kita berusaha dan lain-lain. Skeptis akan hal-hal yang sudah disebutkan hanya akan menyebabkan kerusakan serta kotornya keadaan jiwa.
Bagian ini adalah lanjutan dari hikam sebelumnya yang mana kita sudah banyak diberikan motivasi untuk selalu yakin bahwa doa dan usaha kita akan Tuhan kabulkan dengan cara-Nya. Janji Tuhan adalah sesuatu yang pasti. Suatu nasihat agar kita tidak putus asa terhadap segala doa dan usaha walau belum kunjung terwujud sedangkan Tuhan sudah menjanjikan atas terkabulnya doa dan usaha tersebut.
Keputusasaan dapat menyebabkan tercemarnya lingkungan sekitar kita oleh polusi kejiwaan yang tidak sehat. Tidak ada kedamaian serta ketentraman dalam menikmati kehidupan jika perjalanan dari ambisi kita berakhir demikian. Sedangkan agama mengajarkan kita untuk dapat hidup dalam kedamaian dan kebersihan jiwa sebagaimana yang dicontohkan oleh teladan kita yaitu Rasulullah shallahualaihi wassalam dan nabi-nabi terdahulu.
Nabi Musa dan Nabi Harun butuh waktu 40 tahun (dibanyak pendapat) untuk dikabulkannya sebuah doa atas usaha yang selalu mereka berdua panjatkan kepada Tuhan agar binasanya harta benta para pengikut Fir'aun. Kemudian doa Nabi Ibrahim yang membutuhkan waktu lama untuk dikabulkannya ketika menginginkan agar tanah arab menjadi tanah yang subur dan makmur. Begitulah doa-doa para nabi dan rasul, walau sudah jelas waktu pengabulannya akan tetapi masih membutuhkan kesabaran untuk menunggu kapan terjadinya.
Maka bersabarlah dan berhusnudzan terhadap keputusan Tuhan. Ibnu Ajibah memberikan nasihat dalam menjelaskan hikam ini dengan mengatakan "lihatlah dengan makna yang lebih luas, dan carilah jalan keluar terbaik atas kejadian yang tidak kau inginkan" yang kemudian prinsip inilah yang selalu dinasihatkan kepada murid-murid (salik) atas keputusan terbaik yang sudah ditentukan oleh seorang guru (mursyid).
Sebuah solusi ketika kenyataan yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Maka lihatlah dari perspektif lain, dari kejadian tersebut alihkanlah terhadap makna yang lebih luas maka itu adalah sebaik-baiknya jalan keluar.