Sebagai orang yang mendengarkan musik setiap hari, saya merasa semakin tidak menyukai musik pop yang dirilis dua dekade terakhir. Meski musik itu bersifat subjektif, saya merasa bahwa musik pop modern telah menjauh dari kreativitas dan kedalaman emosional yang dulu menjadi cirinya. Ada dua hal utama yang membuat saya kecewa: kurangnya keragaman dalam komposisi musik dan meningkatnya tema lirik yang negatif.
Salah satu hal yang paling mengecewakan dari musik pop modern adalah keseragaman dalam komposisi dan struktur musik. Contohnya, kontroversi mengenai grup K-pop Blackpink dan lagu mereka, Shutdown.Â
Saya terkejut saat mengetahui bahwa lagu ini dianggap sangat mirip dengan karya klasik La Campanella oleh Paganini. Beberapa video di YouTube bahkan membandingkan akord lagu Shutdown dengan La Campanella, seperti video berjudul "Blackpink's New Song is actually La Campanella!" dengan link https://www.youtube.com/watch?v=mSQabRAT5Xo. Ini bukan kasus satu-satunya.Â
Selain masalah orisinalitas, saya berharap para artis lebih terlibat dalam proses pembuatan musik, bukan hanya membawakan lagu yang sudah dibuat orang lain. Akan lebih baik lagi jika mereka menggunakan suara asli tanpa banyak manipulasi autotune.
Ada juga tren mengkhawatirkan dalam tema lirik musik pop. Sebuah studi oleh Science Daily pada Januari 2019 mengungkapkan bahwa lirik musik populer semakin negatif, dengan tema kekerasan, penggunaan narkoba, dan kesedihan.
Tren ini membuat saya cemas karena musik memiliki pengaruh besar terhadap emosi dan sikap masyarakat. Ketika pesan-pesan dalam musik pop didominasi oleh hal-hal suram, suasana yang tercipta pun terasa berat dan menekan, bukannya membangkitkan semangat atau memberikan inspirasi.
Tema-tema negatif ini semakin sering muncul. Menurut American Psychiatric Association, musik bisa sangat memengaruhi kesehatan mental, identitas budaya, dan perilaku pendengar. Dengan banyaknya lagu yang menyoroti tema-tema seperti itu, saya khawatir dampaknya terhadap generasi muda yang mendengarkannya.Â
Lagu-lagu yang menawarkan keseimbangan emosi---yang mengakui rasa sakit tetapi juga memberi harapan melalui melodi yang indah---sudah semakin langka. Ketika kapitalisme dan fanatisme menjadi pendorong utama musik pop, nilai seni yang sesungguhnya hilang.
Kesimpulannya, kekecewaan saya terhadap musik pop selama dua puluh tahun terakhir berasal dari kurangnya keragaman dalam komposisi dan pergeseran tema lirik yang mengkhawatirkan. Contoh dugaan plagiarisme dalam lagu Shutdown menyoroti mandeknya kreativitas di genre ini. Ketika melihat perkembangan musik pop modern, saya hanya bisa berharap agar arah yang diambil ke depan oleh para produser di industri lebih baik.
Sumber:
https://www.psychiatry.org/news-room/apa-blogs/power-of-music-in-mental-well-being