Udara serasa basah saat elegi puisi ini ditulis.
Terasa berat tuk menuangkannya sebab, aku takut  huruf-huruf mengobarkan api
Menjadi senjata paling mematikan.
Seorang diri, kutarik mata air mata dan kugali-gali diriku sendiri
Dari kuil ke kuil, dan sinilah aku berdiri
Sebagai seorang perempuan pertama.
Tapak-tapak kaki yang kulewati tak pernah sendirian.
Hitam dan putihnya kehidupan hadir menemani kesunyian "Salib" yang kupikul.
Meninggalkan bekas dan meluapkan kenangan.
Ku tak pernah goyah dan gentar sebagai seorang "puan"